Nasi Kapau khas boekittinggi
‘Singgahlah minantu, di sikolah makan,’ (mampirlah menantu, makanlah disini). Tidak urung bagi yang mengerti, dan baru sekali ini mendekat ke tempat pedagang nasi Kapau tentu akan tersipu. ‘Sejak kapan pula aku jadi menantu ibu ini?’.
Kalau anda berkenan mampir, amai itu akan berceloteh lebih lanjut.
‘
Ketika anda sudah selesai makan dan bertanya berapa harga yang akan dibayar anda boleh kaget karena amai penjual itu akan mengatakan, ‘Bao sinlah
Suatu ketika, adik saya yang beristrikan orang Jawa mengajak istrinya itu makan nasi Kapau di Bukit Tinggi. Sang istri dibuat dag dig dug ketika mereka dipanggil menantu. Apakah yang dimaksudnya menantu itu dirinya atau sang suami? Ketika suami mau membayar dan si amai lebih tegas menyebutkan ‘bao sin lah pitih minantu’, si istri jadi tidak habis pikir. Apakah amai-amai ini mantan mertua suaminya atau bagaimana? Tapi ketika si suami menjelaskan bahwa panggilan menantu itu hanya
Suaminya kembali menerangkan bahwa itu juga basa basi. ‘Terlalu banyak basa basi ternyata penjual nasi Kapau ini,’ ucapnya.
Satu kedai nasi Kapau yang agak terpisah dan juga terkenal di Bukit Tinggi adalah kedai nasi uni Lis yang terletak di Pasar Atas, lebih kurang 15 meter dari puncak
Perbedaannya hanyalah bahwa tempat ini terletak di sebuah bangunan warung permanen dibandingkan dengan di pasar lereng yang bernuansa kaki lima, meskipun tetap berada di area pasar. Di dinding kedai ini terpajang foto mantan presiden Habibie, mantan gubernur Sumbar Azwar Anas yang dibingkai rapi, sebagai kenangan ketika beliau-beliau ini mampir dan makan di kedai uni Lis. Bahkan baru-baru ini menteri Marie Pangestu juga menyempatkan makan kesana ketika beliau ini mendampingi kunjungan presiden SBY ke Bukit Tinggi.
Ada lagi sebuah restoran nasi Kapau yang lebih anyar di Jambu Air, di jalan raya Bukit Tinggi – Padang. Yang ini bukan seperti kedai di tengah pasar tapi benar-benar sebuah rumah makan atau restoran dengan bangunan permanen.
Yang hebatnya kehadiran restoran baru ini tidak menyurutkan pengunjung kedai uni Lis maupun lepau kaki lima di pasar lereng. Kelihatannya peminat nasi Kapau di Bukit Tinggi sudah mempunyai pilihan mereka sendiri-sendiri. Tidak jarang orang rantau yang ingin bernostalgia justru mendatangi pasar lereng di tempat yang berselingkit-selingkit itu. Makan di lepau kaki lima di tengah pasar yang ramai.
Restoran Nasi Kapau bertebaran di mana-mana. Di Jakarta, di Bandung, di Bogor, di Jogjakarta, di Surabaya. Bahkan menyeberang ke Kalimantan dan Sulawesi. Hanya saja di restoran-restoran itu penyajian dan cara makan tidak lagi seperti di kedai uni Lis di Bukit Tinggi, tapi lauk-lauknya dihidangkan di meja seperti layaknya restoran Padang. Di Jakarta kumpulan
Makan di kedai nasi Kapau yang paling sederhana seperti di pasa lereng Bukit Tinggipun tidak dapat dikatakan makanan murahan. Harganya jelas berbeda dengan harga makanan di warung Tegal misalnya. Boleh jadi ini karena ‘merek dagang’ nasi Kapau yang sudah terkenal disamping lauk-pauknya biasanya memang lauk-lauk mahal (tunjang, dendeng, ayam dsb). Di kedai uni Lis di Bukit Tinggi makan dengan lauk utama sepotong tunjang ditambah dengan sekerat kecil dendeng kering, atau sepotong goreng belut sebagai tambahan dengan sayur nangka dan rebung harganya bisa mendekati 15 000 rupiah.
Gulai Kapau tentu saja sudah ada sejak adanya nagari Kapau. Tapi kepopulerannya dikalangan masyarakat luar Kapau berkembang secara bertahap. Sampai di sekitar akhir tahun 60an gulai Kapau dijajakan ke kampung-kampung, diletakkan dalam periuk di atas senggan rotan yang dijunjung di kepala. Kalau mengingat hal itu sekarang, saya jadi tidak habis pikir betapa beratnya beban amai panggaleh gulai Kapau yang menjujung periuknya keluar masuk kampung berjalan kaki sampai belasan kilometer dari nagari Kapau (kampung saya terletak sekitar 7 kilometer dari sana). Gulai Kapau yang dijajakan itu hanyalah gukai sayur nangka, rebung dan lain-lainnya. Penjaja gulai Kapau waktu itu boleh jadi adalah perintis pedagang nasi Kapau yang sekarang sudah pada mapan.
Masakan Kapau sepertinya sudah menjadi merek dagang. Timbul pertanyaan, apakah semua pedagang nasi Kapau asli orang Kapau? Pertanyaan inipun pernah terlintas di kepala saya. Ada sedikit kekurangyakinan karena citarasa di sementara lepau nasi Kapau di perantauan yang sangat jauh dari rasa yang asli. Tapi saya pernah mendapat info dari seorang teman bahwa orang non Kapau tidak diizinkan membuka restoran / rumah makan nasi Kapau (entah bagaimana mendeteksinya). Minimal harus keturunan orang Kapau. Kesimpulan saya, mungkin yang rasanya kurang pas itu adalah buatan orang setengah
Kapau.
Tapi bolehkah orang memasak dengan menggunakan bumbu yang sama yang tentunya
akan mempunyai rasa yang sama atau paling tidak hampir sama untuk di jual di restoran non Kapau? Tidak ada larangan, asal tidak menamainya masakan Kapau. Bahkan di restoran sebuah hotel di Balikpapan sekali waktu di antara menunya tertulis gulai Kapau. Saya pesan. Ternyata gulai sayur nangka dengan potongan-potongan babat di masak mirip gulai Kapau dengan rasa yang hampir sama pula. Saya percaya hidangan yang seperti ini, yang disajikan sekali-sekali tidaklah melanggar aturan perkapauan.
Itulah sekilas cerita tentang nasi Kapau. Waktu saya masih di SMP tahun 1966, ada seorang teman saya menyanyikan lagu ‘Nasi Kapau’ yang diantara liriknya berbunyi;
‘Kalau tuan ka Bukiktinggi
Nasi Kapau usah dilupokan.’
Hal yang masih berlaku sampai sekarang.
*****
Lembang Alam
Sumber : http://joyholidaystour.wordpress.com
Description: Nasi Kapau khas boekittinggi
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Nasi Kapau khas boekittinggi