Published On:Selasa, 15 Mei 2012
Posted by Unknown
Berkunjung kerumah mertua – mengantarkan nasi
Manjalang ka rumah Mintuo – Mahanta Nasi :
Sesudah upacara akad nikah, dilanjutkan dengan mempersandingkan kedua pengantin di pelaminan di rumah kediaman anak dara. Setelah mengikuti prosesi adat serta melakukan rangkaian acara sesudah akad nikah, suatu acara yang tidak kalah pentingnya dalam suatu perhelatan besar (baralek gadang), dalam tata cara adat istiadat perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang mintuo. . Acara ini mungkin bisa disamakan dengan acara “ngunduh mantu” yang berlaku menurut adat Jawa. Acara ini yang pelaksanaan dan undangannya dilakukan oleh pihak keluarga marahpulai.
Pada beberapa nagari di Sumatera Barat, acara sesudah perhelatan dirumah anak dara mempunyai berbagai macam istilah. Ada yang menyebut dengan istilah manjalang mintuo, Batandang, mahanta nasi, manyaok kandang atau mahanta nasi katunduakan, mahanta bubue, dll. Namun maksud dan tujuannya sama, yaitu kewajiban untuk mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga pengantin wanita/anak dara kepada keluarga pengantin pria/ marapulai. Mengisi adat ini mengandung arti bahwa pihak keluarga pengantin wanita pada hari yang ditentukan harus datang secara resmi kerumah ayah ibu pengantin pria, untuk lebih saling mengenal dengan seluruh keluarga suaminya. Kedatangan anak dara dengan kerabatnya dalam kunjungan kerumah mertuanya itu bukan saja disaksikan oleh keluarga terdekat dari mertua (mintuo)nya, namun juga tamu-tamu yang diundang oleh pihak keluarga mertuanya.
Pada saat berkunjung kerumah mertuanya itu, anak dara dan rombongannya diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan. Makanan antaran yang dibawa oleh anak dara meliputi;
- nasi kuning (ketan) dan singgang ayam,
- rending atau pangek gadang (asampadeh daging) dll,
- kue-kue berbunga atau cake besar,
- kue-kue adat yang serba bulat, yaitu pinyaram (kue cucur), onde-onde, kue poci, kue abuak, dll.
Semua bawaan tersebut, ditata diatas dulang-dulang tinggi yang bertutup kain dalamak dan dibawa , dengan dijunjung diatas kepala dalam barisan oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi membawa makanan kerumah mertua ini, sebagaimana yang telah diletakkan pada dulang-dulang tinggi, akhirnya disebut dengan istilah manjujuang jamba.
Di daerah lingkung adat Kubuang Tigo Baleh (Solok), bmembawa nasi dan lauk pauk dalam acara ini yang disebut mahanta nasi katunduakan, ditata dalam mangkok besar berkaca putih yang dijunjung oleh wanita-wanita berpakaian adat setempat dengan barisan berderet satu-satu bagaikan itik pulang petang.
Di daerah pesisir seperti Padang dan Pariaman, maka segala barang bawaan ini, baik yang dijunjung diatas dulang maupun yang ditata diatas baki, tidak boleh ditutup agar orang-orang kampung lain bisa melihatnya sepanjang perjalanan yang dilaluinya. Di daerah ini jumlah makanan yang dibawa berbeda pula, tergantung pada tingkatan dan status sosialnya dalam masyarakat.
Pemberian jumlah barang antaran, tergantung dari status social masyarakatnya. Bagi anggota masyarakat biasa segala barang bawaan itu, cukup masing-masing satu macam atau serba satu atau paling banyak serba dua. Sedangkan bagi orang yang berketurunan, yaitu sutan, puti, marah, sidi, bagindo serba empat. Dalam hal ini berarti barang antara yang pokok sebagaimana yang telah disebutkan diatas juga harus serba empat, yakni, Singgang ayamnya empat, kue bolunya empat, dll.
Arak-arakan manjalang mintuo – mahanta nasi – dari rumah pengantin wanita ke rumah orang tua pengantin pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung, juga diikuti oleh para ninik mamak yang juga mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinya didalam kaum. Bahkan barisan ini juga, dimeriahkan dengan iringan pemain musik tradisional setempat seperti talempong pacik, gendang, dan puput sarunai yang berbunyi terus menerus sepanjang jalan sampai ke tempat tujuan. Akibat perkembangan zaman, iringan musik dalam rangka acara menjalang ini, dilakukan dengan mengikutsertakan seorang laki-laki dalam barisan dengan menyandang tape recorder yang agak besar. Di sepanjang jalan ia membunyikan kaset lagu-lagu Minang dengan volume besar.
Ketika rombongan tiba dirumah pengantin pria/ marahpulai, rombongan ini disambut pula secara adat. Selain dengan sirih dalam carano, adakalanya juga dinanti dengan tari gelombang dan pasambahan. Dirumah Mintuonya, anak dara dipersandingkan kembali dengan marahpulai di pelaminan yang sengaja dipasang oleh keluarga Marahpulai. Disinilah resepsi perkawinan juga dilakukan meriah dan sekaligus dalam rangka memperkenalkan anak dara – isteri – atau menantu keluarga itu.
Jika anak dara telah menunaikan kewajibannya untuk mengantarkan nasi dan perlengkapannya kepada mertuanya, maka muncul pula kewajiban adat bagi orang tua pengantin pria/ marahpulai setelah acara selesai, dengan mengisi kembali wadah-wadah yang kosong tadi, sebelum rombongan anak dara pulang. Isinya bisa berupa ; bahan-bahan kain untuk baju, atau seperangkat pakaian, perhiasan emas atau sejumlah uang atau bisa juga hanya diisi dengan gula, mentega dan tepung terigu. Semua itu tentu sesuai dengan kemampuan dan kerelaan sang mertua.
Untuk acara manjalang yang diadakan digedung-gedung, acara manjalang ini juga sering dilaksanakan secara simbolik, dimana barisan pengantin waktu memasuki gedung diawali dengan barisan dara-dara limpapeh rumah dan gadang yang menjunjung jamba. Sedangkan orang tua dan saudara-saudara kandung pengantin pria sebagai orang yang punya hajat tidak ikut dalam barisan, tetapi menunggu iring-iringan pengantin dan orang tua pengantin wanita di depan pelaminan.
Lazim pula pada acara manjalang mintuo, dilakukan bersamaan harinya dengan acara kenduri atau resepsi perkawinan di rumah si anak dara. Jika kegiatan menjalang itu dilakukan bersamaan waktunya, maka kedua belah pihak harus pintar-pintar menata acara secara baik. Waktu menjalang itu dapat dilakukan setelah ba`dan dzuhur atau ba`da asyar. Hal ini mungkin saja terjadi bila perhelatan itu tidak berjauhan lokasi kediaman masing-masing pengantin.
Jika pelaksanaan manjalang mintuo dilaksanakan sekaligus, maka setelah acara manjalang usai dilaksanakan, maka rombongan anak daro pulang kerumahnya dengan membawa pemberian kerabat marahpulai/suaminya, tanpa didampingi marahpulai. Mengapa demikian ? karena setelah acara manjalang berlangsung, nanti pada malam hari marahpulai akan dijemput secara tersendiri oleh wakil keluarga anak diri.
Sesudah upacara akad nikah, dilanjutkan dengan mempersandingkan kedua pengantin di pelaminan di rumah kediaman anak dara. Setelah mengikuti prosesi adat serta melakukan rangkaian acara sesudah akad nikah, suatu acara yang tidak kalah pentingnya dalam suatu perhelatan besar (baralek gadang), dalam tata cara adat istiadat perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang mintuo. . Acara ini mungkin bisa disamakan dengan acara “ngunduh mantu” yang berlaku menurut adat Jawa. Acara ini yang pelaksanaan dan undangannya dilakukan oleh pihak keluarga marahpulai.
Pada beberapa nagari di Sumatera Barat, acara sesudah perhelatan dirumah anak dara mempunyai berbagai macam istilah. Ada yang menyebut dengan istilah manjalang mintuo, Batandang, mahanta nasi, manyaok kandang atau mahanta nasi katunduakan, mahanta bubue, dll. Namun maksud dan tujuannya sama, yaitu kewajiban untuk mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga pengantin wanita/anak dara kepada keluarga pengantin pria/ marapulai. Mengisi adat ini mengandung arti bahwa pihak keluarga pengantin wanita pada hari yang ditentukan harus datang secara resmi kerumah ayah ibu pengantin pria, untuk lebih saling mengenal dengan seluruh keluarga suaminya. Kedatangan anak dara dengan kerabatnya dalam kunjungan kerumah mertuanya itu bukan saja disaksikan oleh keluarga terdekat dari mertua (mintuo)nya, namun juga tamu-tamu yang diundang oleh pihak keluarga mertuanya.
Pada saat berkunjung kerumah mertuanya itu, anak dara dan rombongannya diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan. Makanan antaran yang dibawa oleh anak dara meliputi;
- nasi kuning (ketan) dan singgang ayam,
- rending atau pangek gadang (asampadeh daging) dll,
- kue-kue berbunga atau cake besar,
- kue-kue adat yang serba bulat, yaitu pinyaram (kue cucur), onde-onde, kue poci, kue abuak, dll.
Semua bawaan tersebut, ditata diatas dulang-dulang tinggi yang bertutup kain dalamak dan dibawa , dengan dijunjung diatas kepala dalam barisan oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi membawa makanan kerumah mertua ini, sebagaimana yang telah diletakkan pada dulang-dulang tinggi, akhirnya disebut dengan istilah manjujuang jamba.
Di daerah lingkung adat Kubuang Tigo Baleh (Solok), bmembawa nasi dan lauk pauk dalam acara ini yang disebut mahanta nasi katunduakan, ditata dalam mangkok besar berkaca putih yang dijunjung oleh wanita-wanita berpakaian adat setempat dengan barisan berderet satu-satu bagaikan itik pulang petang.
Di daerah pesisir seperti Padang dan Pariaman, maka segala barang bawaan ini, baik yang dijunjung diatas dulang maupun yang ditata diatas baki, tidak boleh ditutup agar orang-orang kampung lain bisa melihatnya sepanjang perjalanan yang dilaluinya. Di daerah ini jumlah makanan yang dibawa berbeda pula, tergantung pada tingkatan dan status sosialnya dalam masyarakat.
Pemberian jumlah barang antaran, tergantung dari status social masyarakatnya. Bagi anggota masyarakat biasa segala barang bawaan itu, cukup masing-masing satu macam atau serba satu atau paling banyak serba dua. Sedangkan bagi orang yang berketurunan, yaitu sutan, puti, marah, sidi, bagindo serba empat. Dalam hal ini berarti barang antara yang pokok sebagaimana yang telah disebutkan diatas juga harus serba empat, yakni, Singgang ayamnya empat, kue bolunya empat, dll.
Arak-arakan manjalang mintuo – mahanta nasi – dari rumah pengantin wanita ke rumah orang tua pengantin pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung, juga diikuti oleh para ninik mamak yang juga mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinya didalam kaum. Bahkan barisan ini juga, dimeriahkan dengan iringan pemain musik tradisional setempat seperti talempong pacik, gendang, dan puput sarunai yang berbunyi terus menerus sepanjang jalan sampai ke tempat tujuan. Akibat perkembangan zaman, iringan musik dalam rangka acara menjalang ini, dilakukan dengan mengikutsertakan seorang laki-laki dalam barisan dengan menyandang tape recorder yang agak besar. Di sepanjang jalan ia membunyikan kaset lagu-lagu Minang dengan volume besar.
Ketika rombongan tiba dirumah pengantin pria/ marahpulai, rombongan ini disambut pula secara adat. Selain dengan sirih dalam carano, adakalanya juga dinanti dengan tari gelombang dan pasambahan. Dirumah Mintuonya, anak dara dipersandingkan kembali dengan marahpulai di pelaminan yang sengaja dipasang oleh keluarga Marahpulai. Disinilah resepsi perkawinan juga dilakukan meriah dan sekaligus dalam rangka memperkenalkan anak dara – isteri – atau menantu keluarga itu.
Jika anak dara telah menunaikan kewajibannya untuk mengantarkan nasi dan perlengkapannya kepada mertuanya, maka muncul pula kewajiban adat bagi orang tua pengantin pria/ marahpulai setelah acara selesai, dengan mengisi kembali wadah-wadah yang kosong tadi, sebelum rombongan anak dara pulang. Isinya bisa berupa ; bahan-bahan kain untuk baju, atau seperangkat pakaian, perhiasan emas atau sejumlah uang atau bisa juga hanya diisi dengan gula, mentega dan tepung terigu. Semua itu tentu sesuai dengan kemampuan dan kerelaan sang mertua.
Untuk acara manjalang yang diadakan digedung-gedung, acara manjalang ini juga sering dilaksanakan secara simbolik, dimana barisan pengantin waktu memasuki gedung diawali dengan barisan dara-dara limpapeh rumah dan gadang yang menjunjung jamba. Sedangkan orang tua dan saudara-saudara kandung pengantin pria sebagai orang yang punya hajat tidak ikut dalam barisan, tetapi menunggu iring-iringan pengantin dan orang tua pengantin wanita di depan pelaminan.
Lazim pula pada acara manjalang mintuo, dilakukan bersamaan harinya dengan acara kenduri atau resepsi perkawinan di rumah si anak dara. Jika kegiatan menjalang itu dilakukan bersamaan waktunya, maka kedua belah pihak harus pintar-pintar menata acara secara baik. Waktu menjalang itu dapat dilakukan setelah ba`dan dzuhur atau ba`da asyar. Hal ini mungkin saja terjadi bila perhelatan itu tidak berjauhan lokasi kediaman masing-masing pengantin.
Jika pelaksanaan manjalang mintuo dilaksanakan sekaligus, maka setelah acara manjalang usai dilaksanakan, maka rombongan anak daro pulang kerumahnya dengan membawa pemberian kerabat marahpulai/suaminya, tanpa didampingi marahpulai. Mengapa demikian ? karena setelah acara manjalang berlangsung, nanti pada malam hari marahpulai akan dijemput secara tersendiri oleh wakil keluarga anak diri.