Published On:Kamis, 14 Juni 2012
Posted by Unknown
Sejarah Randai
Randai dalam sejarah Minangkabau Konon
kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang
ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari
laut. Randai di Minangkabau suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa
orang, berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang
dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga,
dan cerita rakyat lainnya.
Pemeran utama berjumlah satu orang, dua
orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan
dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh
anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya
acara tersebut.
Sekarang ini Randai merupakan sesuatu
yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan
bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah Darek (daratan).
Pada awalnya Randai adalah media untuk
menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang
didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan
silat Minangkabau. namun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya
penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara modern, seperti kelompok
Dardanela dan Tonil pada awal abad ke 20.
Jadi, Randai adalah media untuk
menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika Randai disebut
sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai
mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara.
“Sebelum randai menjadi teater berkembang
saat ini, dulunya adalah tari randai. Tari randai dipelihara di
perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek terutama di daerah pesisir
(Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang kontemporer dewasa ini,
ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai.
Fungsi Tari Randai
Sebagai hiburan masyarakat biasanya yang
diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri. Untuk
mempertebal rasa ketradisian juga memberi kesempurnaan terhadap adat
istiadat Minangkabau itu sendiri, sarana Aspirasi dan Media Informasi.
Unsur Estetis dan Keunikan Tari Randai
Randai berasal dari perkataan merandai
berarti mengarang atau melingkar suatu kawasan lapang untuk mencari
sesuatu yang hilang. Terdapat pelbagai versi sebenarnya tentang asal
usul randai ini. Struktur persembahan randai berkonsepkan gerak tari
silat diselangi nyanyian berunsur lagu rakyat serta diiringi muzik
caklempong, rebana, salung dan gong. Randai sering di persembahkan pada
pesta menuai padi, upacara perkahwinan dan adat istiadat lain.
Disaksikan ratusan pasang mata, 12
muda-mudi berpakaian tradisional Minangkabau membentuk lingkaran di
tengah arena. Lima pemain lain, duduk di pinggir arena. Para pemain randai (anak randai) bergerak melingkar dan sering melakukan gelombang randai secara serempak, yang bersumber pada gerakan-gerakan silat atau
seni pencak silat.
“Hep… ta…,” terdengar teriakan seorang di
antaranya (tukang gore), dibarengi dengan tapuak galembong (menepuk
celana) yang bunyinya tingkah-meningkah. Setiap anak randai punya gaya
sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khusus-mempunyai
pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk,
tapi serempak. “Hep…ta… Dugudung-dak-dik-dung.” Cerita yang diangkat
dari kaba Kasiah Putuih Dandam Tak Sudah (Kasih Putus Dendam Tak Sudah)
pun dimulai, terjadi dialog dan akting. Kemudian diikuti saluang dan
dendang (nyanyian), biola, kayat, kerincingan dan calti.
Penampilan anak randai penuh pesona dan
seru. Tontonan sekitar tiga jam itu sering membuat penonton (segala
usia; dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga kakek-nenek) tertawa riang.
Dialog jeda sejenak, anak randai kembali ber-hepta-hepti diiringi
cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Cerita
bergulir, mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan
orangtuanya (Datuk Tumanggung Tuo) untuk dinikahkan dengan
bako-kemenakan Datuk Tumanggung Tuo-bernama Malendo Alam.
Oleh mamaknya, Lelo Manjo, Sari Banilai
dinikahkan dengan bekas teman sekolahnya, Rambun Sati. Dendam Datuk
Tumanggung Kayo dan kemenakannya Malendo Alam pun bergejolak. Ketika
Sari Banilai pindah ke Kota Medan, rumah yang ditinggalkannya dibakar
oleh Malendo Alam. Keinginan ayak/mamak untuk menyelamatkan “Sako dan
Pusako” lenyap sudah, karena mengikuti kehendak hawa nafsu.
Kesenian randai tak kalah hebat dan mengagumkan dengan tarian lainnya. Yang menarik dan mengagumkan, perwatakan tokoh dalam penampilan randai tidak diungkapkan melalui tata rias, tetapi disampaikan lewat dendang (gurindam). Kemudian, yang menjadi musik selain tepuk galembong, juga tepuk tangan, tepuk kaki, tepuk siku, petikan jari, hentakan kaki, dan teriakan-teriakan “hep… ta…ti… hai” oleh tukang gore, dan nyanyian atau dendang yang dilakukan oleh para pemain sambil melakukan gerakan-gerakan galembong.
Kesenian randai tak kalah hebat dan mengagumkan dengan tarian lainnya. Yang menarik dan mengagumkan, perwatakan tokoh dalam penampilan randai tidak diungkapkan melalui tata rias, tetapi disampaikan lewat dendang (gurindam). Kemudian, yang menjadi musik selain tepuk galembong, juga tepuk tangan, tepuk kaki, tepuk siku, petikan jari, hentakan kaki, dan teriakan-teriakan “hep… ta…ti… hai” oleh tukang gore, dan nyanyian atau dendang yang dilakukan oleh para pemain sambil melakukan gerakan-gerakan galembong.
Kesenian randai sebagai teater rakyat di
Minangkabau cukup diminati berbagai kalangan. Ini sering ditampilkan
pada acara-acara seperti pesta panen, helat perkawinan, helat batagak
penghulu, dan pesta-pesta rakyat lainnya. Ia menambahkan, jika kita
melihat unsur utama dalam randai, misalnya tarian randai yang disebut
bagalombang, pada randai-randai yang lebih klasik pada umumnya adalah
gerak silat atau pencak silat yang diolah secara kreatif, dan diiringi
dengan lagu-lagu dendang yang memang banyak sekali terdapat di dalam
masyarakat Minangkabau, karena merupakan bagian dari tradisi seni budaya
musik seperti saluang dan dendang, atau seni tutur seperti bakaba,
barabab, dan basijobang.
“Karena kebudayaan Minangkabau adalah
kebudayaan yang dinamis, terbuka terhadap inovasi, maka perkembangan randai dewasa ini cukup beragam. Ada unsur-unsur gerak dan musik baru
yang diadaptasi ke dalam randai, yang umumnya berasal dari lagu-lagu
melayu (joget), bahkan juga dari musik dangdut. Idiom-idiom baru ini
antara lain diadaptasi untuk membuat pertunjukkan randai tetap relevan
dengan perkembangan masyarakat dan zamannya.
Semasa Orde Baru berkuasa kesenian randai nyaris tenggelam, setelah pemerintahan nagari digantikan oleh
pemerintahan desa. Kini, dengan kembalinya ke sistem pemerintahan
nagari, kesenian randai kembali tumbuh. Setiap nagari memiliki
sedikitnya 10 grup randai.
Hal lain yang menarik dari tradisi randai adalah, semangat kolektif dan partisipasi masyarakat pendukung tradisi
tersebut. Organisasi dan manajemen pengelolaan randai bertumpu kepada
semangat kebersamaan tersebut. Lingkungan masyarakat tempat randai tersebut tumbuh, merasa berkewajiban memelihara dan mengembangkannya.
Tanpa dukungan mereka -termasuk finansial- tak mungkin randai bisa
berkembang. Sampai kini kegiatan pertunjukan lebih bersifat sosial,
kecuali ada perubahan pola organisasi pada pemilikan kelompok atau
individu yang sudah mulai ada sekarang ini.
Uniknya saat randai di mainkan pemain
bisa berinteraksi langsung dengan meminta syair dan pantun pilihan
asalkan meletakkan uang di tengah-tengah lingkaran pemain.
By : http://kamaribedo.blogspot.com
Description: Sejarah Randai
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Sejarah Randai