Published On:Kamis, 14 Juni 2012
Posted by Unknown
Randai. Kenali, Dekati, dan Pelajari
Randai adalah salah satu permainan anak nagari di minangkabau yang
hadir ditengah masyarakat dalam bentuk seni pertunjukan teater rakyat.
Dari beberapa buku yang saya baca Randai yang sudah muncul dipertengahan
abad 20 ini awalnya adalah bentuk permainan anak surau dalam mengisi waktu yang kosong seperti asal katanya adalah andai – andai, ditambah imbuhan bar~ menjadi barandai – andai
yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah berandai – andai. merupakan
bentuk ekspresi kahayalan dan keinginan para pemainnya.(A.A.Navis”alam
terkembang jadi guru”,jakarta.1984,hal 275).
Kaik – bakaik sirotan sago (kait berkait si rotan sago)
Oi nan takaik diaka baha (yang terkait di akar baha)
Tabang ka langik tabarito (terbang kelangit terberita)
Jatuah ka bumi manjadi kaba (jatuh kebumi menjadi kabar)
Cerita berangkat dari kaba. Namun yang menyedihkan menurut beberapa mahsiswa di ISI (institut seni indonesia) padangpanjang mengaku kecewa bahwa diawal tahun 2000 ini beberapa anak randai menulis cerita randai tak lagi mencerminkan kesusastraan minangkabau, tak ada lagi kiasan. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang tak pantas lagi seperti Loe, gue. Sebagian mereka beralasan itu adalah suatu bentuk kontemporer dengat mengangkat isu panas yang beredar dimasyrakat. Namun mereka melupakan syarat kesusastraan minangkabau. Hingga cerita tampak seperti lelucon dan tidak lagi layaknya pertunjukan yang bergengsi.
Kecendrungan intelektual harusnya tampil dalam kaba yang disampaikan cerita randai tersebut. Seperti yang pernah dilakkukan oleh si-penyair ploitikus, rustam effendy dalam cerita randainya yang diadopsinya dari kaba Sabai Nan Aluih. Selain itu juga ada cerita randai Cindua mato. Abdoel moeis mengadopsi semua bagian-bagian menarik dari kaba Cindua mato lalu menuangkanya dalam bentuk cerita randai. Menurut orang tua –tua kedua cerita tersebut menjadi cerita populer dikalangan terpelajar pada tahun 1920-an.
Lalu apa yang membuat kedua cerita randai tersebut menjadi faforit kalangan pelajar saat itu? Selain kiasan kesusastraan minangkabaunya yang indah, dalam buku “alam terkebang jadi guru” (A.A Navis1984), Abdoel Moeis mengatakan, drama Cindua mato sengaja ditulisnya agar kaum terpelajar menyadari bahwa kehidupan berdemokrasi telah berurat-berakar dalam kebudayaan kita. Begitu juga dengan drama Sabai Nan Aluih yang paling mengutamakan unsur moral ini. Rustam Effendy menghadirkan tokoh si sabai yang lemah lembut, tetapi tegas sebagai teladan. Dan tidaklah aneh jika cerita ini menjadi cerita populer dikalangan pelajar disaat perdebatan dengan “kaum kuno” sedang menjadi-jadi.
Dalam randai pesan tak hanya disampaikan dalam kiasan dialog tokoh saja. Randai yang melibatkan unsur teater, musik, tari dan silat ini membagi pemain dalam beberapa kaetegori. Yaitu terdiri oleh tokoh, pemain legaran dan pemusik.
Dilihat dari cara munculnya tokoh dalam randai terbagi dua. Yang pertama tokoh internal yaitu tokoh yang ikut bergabung dalam legaran, dan tokoh eksternal yang berada diluar gelanggang sebelum dialog bagiannya muncul.
Dalam pertunjukan randai pada durasi tertentu pandeka akan memperagakan beberapa kali adegan perkelahian silat. Perkelahian yang bukanlah untuk menujukan kekerasan atau pemenang. tapi menunjukan usaha untuk menegakkan kebenaran. Seperti dalam pepatah minang “lawan indak dicari, kok basuo pantang denai elakan”(lawan tidak dicari, tapi kalau bersua pantang dielakkan). Perlawanan biasanya dimulai oleh tokoh yang jahat kepada tohoh utama. Menang atau kalah bukan tujuan utama disini. Tokoh utama mungkin saja kalah atau sebaliknya bahkan imbang. Pada bagian ini biasanya selalu muncul tokoh yang dianggap paling berpengalaman dan disegani dalam kompleks cerita tersebut untuk menunjukan bahwa perkelahian bukanlah solusi.
Pemain legaran fungsinya adalah pembatas seting yang teridiri dari 6 orang atau lebih. Sebelum pertunjukan randai dimulai pemain legaran akan berbaris memamerkan beberapa gerakan silat dan pasambahan yang di komandoi oleh seorang Gore (pemberi komando dalam randai melalui teriakan yang ciri khas, seperti hep, ta, ti, he) diantara pemain legaran tersebut. Dalam randai lirik dendangnya tidak baku, lirik biasanya menyesuaikan tempat dan alur cerita randai itu sendiri. Irama dendang yang dibawakan sebagai pasambahan adalah dendang Dayang daini. Dan pada legaran gelombang pertama atau sebagai pengantar cerita, dendang yang dibawakan adalah dendang simarantang. Contoh lirik dendang simarantang
Balai balai basimpang tigo
Sasimpang jalan ka pacuan
Sungguah randai pamenan mato
Akhiraik usah dilopokan
Legaran berjalan hingga membentuk lingkaran cincin. Selama tokoh berdialog pemain legaran duduk diposisi lingkaran cincin tersebut lalu kembali berdiri dan bermain beberapa gerakan tari silat sambil berjalan mengikuti lingkaran searah jarum jam sebagai bentuk pergantian seting cerita. Pada saat ini gerakan pemain legaran mengiringi pemusik yang mana pada saat itu pendendang sedang mendendangkan ilustrasi cerita. Setelah dendang selesai pemain legaran selalu menutupnya dengan Tapuak galambong yaitu gerakan memukul galembong (celana kusus untuk permainan randai yang memiliki pisak datar) dan tepuk tangan dengan motif tertentu yang sesuai dengan suasana ilustrasi cerita.
Pemusik dalam randai terdiri dari pendendang, pemain legaran dan pemain instrumen. Pemain instrumen mengiringi pendendang mendendangkan ilustrasi cerita. Namun dewasa ini pemain instrumen tak hanya sebagai pengiring dendang tetapi juga ikut mengiringi dan memberi “suasana” adegan cerita. Seperti group randai “Garak Jo Garik” yang rata-rata pemainnya adalah mahasiswa jurusan karawitan ISI padangpanjang ini menambahkan beberapa instrumen yang tidak biasa dipakai group randai lainnya seperti akordion, gendang melayu, rapa’i, rabab pasisia, kucapi, saluang, talempong, dan beberapa instrumen lainya. Peranan legaran sebagai pemusik yaitu ketika Tapuak galembong tadi. Biasanya disini akan terjadi dialog yang sangat menarik dengan pemusik instrumen seperti yang biasa diamainkan group “Garak Jo Garik” tadi, hal ini membuat suasana lebih hidup dan pesan lebih tersampaikan kepenonton.
Begitulah kayanya randai, diisela perkuliahan bapak M halim atau yang akrab disapa “Mak Lenggang” dosen ISI padangpanjang ini memperlihatkan vidio pertunjukan randai yang dimainkan oleh mahasiswa University of Hawai, maonoa, Amerika Serikat pada tahun 2005 lalu. Cerita yang dibawakan adalah cerita “Umbuik Mudo” yang ditranslet kedalam bahasa inggris. Selain ikut membantu mengajar randai dengan beberapa budayawan sumatra barat, disana beliau juga terlibat sebagai pemusik dalam pertunjukan tersebut.
Beliau mengaku kagum atas besarnya keinginan mahasiswa itu dalam memperlajari randai. Bahkan pada tahun 2000 – 2001 randai menjadi kurikulum wajib di universitas tersebut. Menurut beliau anak – anak muda minangkabau terutama kaum pelajar mestinya iri akan hal ini. Beliau juga berharap randai juga menjadi kurikulum wajib bagi sekolah – sekolah di sumatra barat bahakan di seluruh indonesia.
Sumber : http://bujangkatapel.wordpress.com/
Oleh : albert rahman putra
mahasiswa ISI padangpanjang
Rating: 4.5
Kaik – bakaik sirotan sago (kait berkait si rotan sago)
Oi nan takaik diaka baha (yang terkait di akar baha)
Tabang ka langik tabarito (terbang kelangit terberita)
Jatuah ka bumi manjadi kaba (jatuh kebumi menjadi kabar)
Cerita berangkat dari kaba. Namun yang menyedihkan menurut beberapa mahsiswa di ISI (institut seni indonesia) padangpanjang mengaku kecewa bahwa diawal tahun 2000 ini beberapa anak randai menulis cerita randai tak lagi mencerminkan kesusastraan minangkabau, tak ada lagi kiasan. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang tak pantas lagi seperti Loe, gue. Sebagian mereka beralasan itu adalah suatu bentuk kontemporer dengat mengangkat isu panas yang beredar dimasyrakat. Namun mereka melupakan syarat kesusastraan minangkabau. Hingga cerita tampak seperti lelucon dan tidak lagi layaknya pertunjukan yang bergengsi.
Kecendrungan intelektual harusnya tampil dalam kaba yang disampaikan cerita randai tersebut. Seperti yang pernah dilakkukan oleh si-penyair ploitikus, rustam effendy dalam cerita randainya yang diadopsinya dari kaba Sabai Nan Aluih. Selain itu juga ada cerita randai Cindua mato. Abdoel moeis mengadopsi semua bagian-bagian menarik dari kaba Cindua mato lalu menuangkanya dalam bentuk cerita randai. Menurut orang tua –tua kedua cerita tersebut menjadi cerita populer dikalangan terpelajar pada tahun 1920-an.
Lalu apa yang membuat kedua cerita randai tersebut menjadi faforit kalangan pelajar saat itu? Selain kiasan kesusastraan minangkabaunya yang indah, dalam buku “alam terkebang jadi guru” (A.A Navis1984), Abdoel Moeis mengatakan, drama Cindua mato sengaja ditulisnya agar kaum terpelajar menyadari bahwa kehidupan berdemokrasi telah berurat-berakar dalam kebudayaan kita. Begitu juga dengan drama Sabai Nan Aluih yang paling mengutamakan unsur moral ini. Rustam Effendy menghadirkan tokoh si sabai yang lemah lembut, tetapi tegas sebagai teladan. Dan tidaklah aneh jika cerita ini menjadi cerita populer dikalangan pelajar disaat perdebatan dengan “kaum kuno” sedang menjadi-jadi.
Dalam randai pesan tak hanya disampaikan dalam kiasan dialog tokoh saja. Randai yang melibatkan unsur teater, musik, tari dan silat ini membagi pemain dalam beberapa kaetegori. Yaitu terdiri oleh tokoh, pemain legaran dan pemusik.
Dilihat dari cara munculnya tokoh dalam randai terbagi dua. Yang pertama tokoh internal yaitu tokoh yang ikut bergabung dalam legaran, dan tokoh eksternal yang berada diluar gelanggang sebelum dialog bagiannya muncul.
Dalam pertunjukan randai pada durasi tertentu pandeka akan memperagakan beberapa kali adegan perkelahian silat. Perkelahian yang bukanlah untuk menujukan kekerasan atau pemenang. tapi menunjukan usaha untuk menegakkan kebenaran. Seperti dalam pepatah minang “lawan indak dicari, kok basuo pantang denai elakan”(lawan tidak dicari, tapi kalau bersua pantang dielakkan). Perlawanan biasanya dimulai oleh tokoh yang jahat kepada tohoh utama. Menang atau kalah bukan tujuan utama disini. Tokoh utama mungkin saja kalah atau sebaliknya bahkan imbang. Pada bagian ini biasanya selalu muncul tokoh yang dianggap paling berpengalaman dan disegani dalam kompleks cerita tersebut untuk menunjukan bahwa perkelahian bukanlah solusi.
Pemain legaran fungsinya adalah pembatas seting yang teridiri dari 6 orang atau lebih. Sebelum pertunjukan randai dimulai pemain legaran akan berbaris memamerkan beberapa gerakan silat dan pasambahan yang di komandoi oleh seorang Gore (pemberi komando dalam randai melalui teriakan yang ciri khas, seperti hep, ta, ti, he) diantara pemain legaran tersebut. Dalam randai lirik dendangnya tidak baku, lirik biasanya menyesuaikan tempat dan alur cerita randai itu sendiri. Irama dendang yang dibawakan sebagai pasambahan adalah dendang Dayang daini. Dan pada legaran gelombang pertama atau sebagai pengantar cerita, dendang yang dibawakan adalah dendang simarantang. Contoh lirik dendang simarantang
Balai balai basimpang tigo
Sasimpang jalan ka pacuan
Sungguah randai pamenan mato
Akhiraik usah dilopokan
Legaran berjalan hingga membentuk lingkaran cincin. Selama tokoh berdialog pemain legaran duduk diposisi lingkaran cincin tersebut lalu kembali berdiri dan bermain beberapa gerakan tari silat sambil berjalan mengikuti lingkaran searah jarum jam sebagai bentuk pergantian seting cerita. Pada saat ini gerakan pemain legaran mengiringi pemusik yang mana pada saat itu pendendang sedang mendendangkan ilustrasi cerita. Setelah dendang selesai pemain legaran selalu menutupnya dengan Tapuak galambong yaitu gerakan memukul galembong (celana kusus untuk permainan randai yang memiliki pisak datar) dan tepuk tangan dengan motif tertentu yang sesuai dengan suasana ilustrasi cerita.
Pemusik dalam randai terdiri dari pendendang, pemain legaran dan pemain instrumen. Pemain instrumen mengiringi pendendang mendendangkan ilustrasi cerita. Namun dewasa ini pemain instrumen tak hanya sebagai pengiring dendang tetapi juga ikut mengiringi dan memberi “suasana” adegan cerita. Seperti group randai “Garak Jo Garik” yang rata-rata pemainnya adalah mahasiswa jurusan karawitan ISI padangpanjang ini menambahkan beberapa instrumen yang tidak biasa dipakai group randai lainnya seperti akordion, gendang melayu, rapa’i, rabab pasisia, kucapi, saluang, talempong, dan beberapa instrumen lainya. Peranan legaran sebagai pemusik yaitu ketika Tapuak galembong tadi. Biasanya disini akan terjadi dialog yang sangat menarik dengan pemusik instrumen seperti yang biasa diamainkan group “Garak Jo Garik” tadi, hal ini membuat suasana lebih hidup dan pesan lebih tersampaikan kepenonton.
Begitulah kayanya randai, diisela perkuliahan bapak M halim atau yang akrab disapa “Mak Lenggang” dosen ISI padangpanjang ini memperlihatkan vidio pertunjukan randai yang dimainkan oleh mahasiswa University of Hawai, maonoa, Amerika Serikat pada tahun 2005 lalu. Cerita yang dibawakan adalah cerita “Umbuik Mudo” yang ditranslet kedalam bahasa inggris. Selain ikut membantu mengajar randai dengan beberapa budayawan sumatra barat, disana beliau juga terlibat sebagai pemusik dalam pertunjukan tersebut.
Beliau mengaku kagum atas besarnya keinginan mahasiswa itu dalam memperlajari randai. Bahkan pada tahun 2000 – 2001 randai menjadi kurikulum wajib di universitas tersebut. Menurut beliau anak – anak muda minangkabau terutama kaum pelajar mestinya iri akan hal ini. Beliau juga berharap randai juga menjadi kurikulum wajib bagi sekolah – sekolah di sumatra barat bahakan di seluruh indonesia.
Sumber : http://bujangkatapel.wordpress.com/
Oleh : albert rahman putra
mahasiswa ISI padangpanjang
Description: Randai. Kenali, Dekati, dan Pelajari
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Randai. Kenali, Dekati, dan Pelajari