Headlines
  • Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo

Anak Daro dan Ibu-Bapanya dari Solok

18 Sep 2012 / 0 Comments

Duduk bersanding di pelaminan tentu jadi idaman banyak gadis. Itulah hari-hari yang dinanti-nanti dalam hidup seorang wanita. Kemeriahan pesta perkawinan di Minangkabau dengan elok digambarkan oleh sebuah lagu Minang standar yang berjudul ‘Malam Bainai’. ‘Malam-malam baeko yo Mamak / Malam-ma

Read More...

Nagari
Ukiran

PERAN KATA-KATA DALAM UKIRAN

Falsafah atau pandangan hidup masyarakat adat Minagkabau adalah “adat basandi syarak syarak basandi kitab...

AKA CINO SAGAGANG

       Ukia aka induak ukiranGambaran hiduik sa-alam nangkoAka nan jadi isi buahny...

Tan Malaka

Pacar Merah Indonesia (Buku 1 dan 2) | Matu Mona

Pacar Merah Indonesia (Buku 1 dan 2) | Matu MonaOleh: Muhidin M Dahlan HMINEWS.COM- Setelah pemberontakan P...

Tan Malaka, Kisah Patjar Merah Indonesia dan Matu Mona

Patjar Merah Indonesia, mendengar nama ini pastilah hampir semua orang yang menyenangi dan mempelajari seja...

Religi

    Sjech Jamaluddin

    Angku Sjech Jamaluddin dan Surau Parak Pisang: Intan berlian yang terlupakan Oleh: Apria Putra Berbicara me...

Wisata

Janjang Koto Gadang atau Janjang Seribu

Masyarakat Minang sekarang bisa berbangga hati karena Bukittinggi dan Agam, Sumatera Barat punya kawasan wi...

Hotel

Benteng Hotel

Jalan Benteng No. 01, 26113 Bukittinggi  Hanya 5 menit jalan kaki dari Benteng Ford de Kock,...

Kuliner

Kawa Daun Teh Daun Kopi

Teh dari daun tumbuhan kopi memang masih terdengar asing, dan di Indonesia sendiri baru-baru ini mulai popu...

Pasa Pabukoan, Pasar Kaget Khusus di Bulan Ramadhan

Kemaren sore saya harus menjejaki kaki di sekitar kawasan pasar raya Padang untuk suatu keperluan. Usai me...

FESTIVAL RENDANG PADANG 2012

Wakil Gubernur Sumatera Barat, Muslim Kasim, secara resmi membuka “Festival Rendang Padang 2012 & Lomb...

Corak

FESTIVAL RENDANG PADANG 2012

Wakil Gubernur Sumatera Barat, Muslim Kasim, secara resmi membuka “Festival Rendang Padang 2012 & Lomb...

Tambo

Asal Muasal Suku Menurut Tambo

Menurut pendapat yang paling umum dan bersumberkan kepada Tambo, pada awalnya di Minangkabau hanya ada empa...

Musik
Tari
Ukiran
Published On:Rabu, 04 Januari 2012
Posted by Unknown

Menyigi Pasar Banda aia Pasie Nan Tigo, yang Dikelola Kaum

Ilustrasi
Pasar Bandaaia, Pasie Nan Tigo, Kototangah dibangun dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Warga di sana menolak campur tangan Pemko dalam pembangunannya. Alasannya sederhana, mereka tidak mau “cengkeraman” Pemko lebih besar dan menghilangkan peran warga. Seperti apa geliat ekonomi di sana?

DARI kejauhan, tampak kapal-kapal nelayan tertambat di bibir pantai. Agak sedikit jauh ke tengah, tampak pula kapal bagan. Mereka baru saja menyelesaikan bongkar muat ikan hasil tangkapan semalam.

Sementara itu, sejumlah ibu-ibu dan para bapak sedang asyik memilih ikan yang baru saja dibongkar. Anak-anak mereka juga ikut berjibaku proses bongkar muat dan pemilahan ikan itu.

Tak sunyi di pagi itu. Suara teriakan sahut menyahut. Para pedagang dengan ramah memanggil pembeli sembari mempromosikan kualitas ikan segarnya. “Bali da, ni , pak, buk,” seru penjual ikan berebut konsumen.

Di sudut lain, para pedagang bersitungkuslumus mengupas kelapa, mengaduk tepung, dan menggiling cabai. Suasana keakraban begitu kental, khas pasar tradisional. 

Pasar Bandaaia yang berada di dekat Pantai Pasiejambak dengan luas sekitar satu hektare itu, saban pagi memang ramai dikunjungi pembeli. Ya, dari dulunya.

Para pengunjung datang dari penjuru Kota Padang.
Sejak beberapa bulan terakhir, aktivitas Pasar Bandaaia semakin ramai. Terlebih, sejak pasar direlokasi agak jauh dari bibir pantai, yakni ke tanah kaum Suku Sikumbang. Pasar ini dibangun tahun 2000 dan dikelola Rosmawir, ninik mamak Suku Sikumbang.

Relokasi pasar dilakukan karena rawan abrasi. Lihat saja, bekas lokasi pasar yang dulunya di bibir pantai, kini hilang tanpa bekas diterjang gelombang pasang.

Dulunya, di pasar ini, para pedagang hanya menjual ikan di atas meja seadanya. Kondisinya pun semrawut. Lelaki berumur 60 tahun itu, kemudian melakukan penataan dengan membangun los-los kecil sehingga dagangan bisa rapi dan tak berserakan.

“Setiap meja dikenakan pungutan Rp 3.000 per hari. Rasanya tidak memberatkan para pedagang,” ujar Rosmawir kepada Padang Ekspres, kemarin (28/7).

Tahun 2003, Pasar Bandaair “naik kelas”.  Romawir bertekad meningkatkan pembangunan pasar. Dia mengubah bentuk pasar yang dulunya hanya meja, menjadi berbentuk kios. Pasar tampak lebih hidup dan semarak. Alhasil, para pengunjung terus bertambah. Pasar pun semakin ramai.

Kios-kios yang selesai dibangun disewakan kepada pedagang. Harganya Rp 2 juta setahun. Kehadiran pasar memberi banyak peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Selain berdagang, mereka juga bisa menyediakan jasa transportasi ojek dan tukang angkut.

Rosmawir mengungkapkan, beberapa kali petugas dari Dinas Pasar datang dan menawarkan untuk membangun pasar tersebut. Namun, dia menolak karena tak mau ada masalah di kemudian hari.

Dia takut, jika pasar diserahkan ke Pemko, maka haknya sebagai pemilik akan hilang. Padahal, pasar dibangun di atas tanah sukunya. Dari pasar itu, Rosmawir mendapatkan penghasilan lumayan. Bahkan saat ini dia sudah mendaftarkan diri untuk naik haji.

Ada 200 pedagang di pasar tradisional itu. Dengan jumlah kios mencapai 100 unit plus beberapa lapak-lapak meja di pinggiran pantai. Rosmawir memperkirakan ada seribu orang yang berkunjung ke pasar itu setiap paginya.

Aktivitas pasar berlangsung setiap paginya dari pukul 07.00 sampai Pukul 12.00. Para pembeli berasal dari kompleks Mutiara Putih, Lubuk Gading Permai, Kompleks Singgalang, Permata Biru dan Bumi Serdang Damai. Bahkan, ada pedagang ikan keliling dari Lubukalung berbelanja ke sini.

Armen, pedagang makanan di pasar itu mengatakan, mulai berdagang sejak tujuh tahun lalu dengan mengontrak kios Rp 2 juta per tahun. Dia mengaku senang berdagang di sini karena semakin ramai. Dari hasil penjualan, dia mengaku bisa menghidupi keluarganya.

“Dulu waktu saya berjualan, kami hanya di pinggir pantai dan semrawut. Sekarang sudah tidak lagi,” ujarnya.
Pembeli juga kelihatan senang berbelanja di sini. Keteraturan dan kenyamanan menjadi alasan. “Ikannya segar-segar dan dekat pula dari rumah. Harganya pun lebih murah dibanding Pasar Raya,” ujar Yuanita, 47, seorang pembeli.

Pemko memang berperan besar dalam pembangunan. Tapi, menunggu segalanya datang dari Pemko, juga tak mengubah apa pun. Masyarakat Bandaaia membuktikan, hanya mereka yang mampu mengubah nasib hidup. (mg10)
[ Red/Muslim ]


Sumber   :   http://padang-today.com/

Klik Bintang Untuk Voting Anda
Rating: 4.5
Description: Menyigi Pasar Banda aia Pasie Nan Tigo, yang Dikelola Kaum
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Menyigi Pasar Banda aia Pasie Nan Tigo, yang Dikelola Kaum


About the Author

Posted by Unknown on Rabu, Januari 04, 2012. Filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Unknown on Rabu, Januari 04, 2012. Filed under , , . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 comments for "Menyigi Pasar Banda aia Pasie Nan Tigo, yang Dikelola Kaum"

Posting Komentar
Latest Posts :

Hotel

Kuliner

Wisata

Artikel Lainnya » »
More on this category »
Artikel Lainnya » »

Musik

Tari

Ukiran

Artikel Lainnya » »
Artikel Lainnya » »
Artikel Lainnya » »

Top Post

Coment

Adat

Artikel Lainnya»

Budaya

Artikel Lainnya »

Sejarah

Artikel Lainnya »

Tradisi

Artikel Lainnya »

Di Likee "Yaaa.." Kalau Postingan Di sini Sangat Bermanfaat Dan Membantu bagi Anda ..

VISITORNEW POST
PageRank Checker pingoat_13.gif pagerank searchengine optimization Search Engine Genie Promotion Widget ip free counter