Published On:Sabtu, 06 Desember 2014
Posted by Unknown
Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo
Usia tujuh tahun memasuki sekolah Desa di Balingka pada tahun 1912. Pendidikan ini hanya diikuti selama satu tahun. Selanjutnya, beliau pindah ke Lubuk Sikaping dan melanjutkan ke Gouvernment School sampai tahun 1915.
Mansur Daud kemudian mempelajari agama Islam secara khusus di perguruan Sumatera Thawalib pada tahun 1917. Beliau langsung mendapat pendidikan dari ulama besar Haji Abdul Karim Amrullah (HAMKA), sementara tetap mempelajari mata pelajaran agama pada Perguruan Islam Madrasah Diniyah di bawah asuhan Zainuddin Labay El Yunusi. Hampir seluruh waktunya diisi dengan mempelajari pendidikan agama Islam.
Tahun 1924, Mansur Daud mendalami agama di perguruan Islam yang diasuh oleh Ibrahim Musa Parabek. Suasana politik yang tak menentu, yakni menyebarnya pengaruh komunis ke dalam perguruan Sumatera Thawalib, membuat Mansur Daud memutuskan untuk menghindari.
Tahun 1925, Mansur Daud berangkat ke mancanegara,
menuju India. Langkah ini ditempuhnya guna menghindari pengaruh komunis kala
itu. Di Negeri itu Mansur Daud kembali pada dunia yang dihadapinya selama ini.
Beliau belajar agama di Perguruan Islam Tinggi (Jamiah Islamiyah), Locknow,
India. Abdul Kalam Azad sebagai Pemimpin perguruan tersebut langsung jadi
pengasuh sekaligus pengajarnya.
Selama lebih kurang 5 (lima) tahun, H. Mansur Daud
mengembara, menuntut ilmu di India. Pengembaraannya buat sementara ke
mancanegara usai. Beliau pulang dan sempat singgah di Malaysia. Beliau langsung
ke pulau Jawa.
Pada tahun 1930 Mansur Daud kembali ke Indonesia
dari India. Aktivitas organisasi dimulainya kembali dan diwujudkan dalam suatu
kongres di Sumatera Thawalib, Bukittinggi. Ketika berlangsung Kongres I Sumatra
Thawalib (22-27 Mei 1930) yang mengubah nama organisasi tersebut menjadi
Persatuan Muslimin Indonesia (PMI), Mansur Daud ditunjuk sebagai salah seorang
anggota Pengurus Besar PMI. Pada Kongres I PMI di Payakumbuh (5-9 Agustus
1930), ia terpilih sebagai sekretaris jenderal PMI. Pada Kongres II PMI di
Padang (9-10 Maret 1931), yang memutuskan mengubah organisasi sosial ini menjadi
partai politik yang dikenal dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia (Permi),
ia pun ditunjuk sebagai sekretaris jenderal partai ini. Permi, yang berada di
bawah pimpinan tokoh-tokoh Sumatra Thawalib dan para bekas mahasiswa dari
Cairo (seperti Mochtar Luthfi dan Iljas Jacoub) ini, memperkenalkan ideologi
“Islam dan kebangsaan”.
H. Mansur Daud ikut berperan dalam membentuk
partai politik Indonesia yaitu Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Pada tanggal
2 Desember 1932 Mansur Daud ditunjuk Permi sebagai ketua pelaksana Algemene
Actie Protes Vergadering Permi, semacam tim perumus yang akan menyusun
rancangan protes ter-hadap kebijaksanaan Belanda yang melakukan ordonansi
sekolah partikelir, yang lebih dikenal dengan nama ordonansi “sekolah liar”.
Pada tanggal 10 Desember 1934, Mansur Daud ditangkap
ketika mengkampanyekan rencana protes yang telah disusun di Curup, Bengkulu,
menyusul penangkapan pemimpin utama Permi, yakni H Jalaluddin Taib, H Iljas
Jacoub, dan H Mochtar Luthfi. Ketiga tokoh ini kemudian dibuang ke Boven Digul.
Datuk Palimo Kayo dipenjarakan di Bukittinggi. Tidak berapa lama kemudian ia
dipindahkan ke penjara Suka Mulia di Medan. Ia baru dibebaskan dari penjara
pada tahun 1935. Kemudian ia kembali ke Bukittinggi. Dari situ ia kemudian
pergi ke Bengkulu, melakukan kegiatan dakwah pencarian dana pendidikan agama
Islam untuk Sumatra bagian Selatan.
Periode penjajahan Jepang memperlihatkan kemajuan
aktivitas H. Mansur Daud. Pada tahun 1942 ia kembali aktif dalam kegiatan
organisasi. Salah satu upayanya adalah membentuk badan koordinasi alim ulama
Minangkabau.
Antara tahun 1961-1967 HMD Datuk Palimo Kayo aktif berdakwah dan menekankan peningkatan kemakmuran umat. Upaya yang dilakukan melalui wadah sosial serupa itu kemudian semakin melengkapi pengabdian HMD Datuk Palimo Kayo dalam memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Dalam musyawarah alim ulama se-Sumatra Barat tanggal
16-27 Mei 1968 di Bukittinggi, Datuk Palimo Kayo terpilih sebagai ketua umum
Majelis Ulama Sumatra Barat. Ketika itu belum ada MUI atau Majlis Ulama
Indonesia.
Sejumlah kalangan yang dekat, baik dari keluarga maupun sesama ulama sangat menghargai keberadaannya.
Kalangan akademik kemudian menjadikan sosoknya sebagai sumber tulisan ilmiah sekaligus mencermati kiprahnya sepanjang hayatnya.
Hingga akhir hayatnya, Buya HMD Datuk Palimo Kayo senantiasa teguh dalam sikap telitinya, meskipun terhadap hal sekecil sekalipun.
Dengan berbagai kegiatannya itu, khususnya sumbangannya kepada bangsa dan negara sebelum dan sesudah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada Mansur Daud Datuk Palimo Kayo sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. Pol. 16/II/PK tang-gal 20 Mei 1960, yang kemudian dikuatkan lagi dengan Surat Keputusan Menteri Sosial No. Pol. 103/63/PK tanggal 13 Juni 1963.
Setelah mengalami sakit beberapa hari, ia meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Dr. M. Jamil, Padang, dan dimakamkan di Pemakaman Tunggul Hitam Padang. Tokoh ulama besar ini telah meninggalkan kita buat selama-lamanya pada tahun 1988.
Sumber : http://ikbpadang.blogspot.com
Description: Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo
Ada usulan buya mau dipindahkan ke taman makam pahlawan tapi sk mensosnya ga ketemu ada yg bisa bantu cari ga