Published On:Rabu, 12 September 2012
Posted by Unknown
Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 3
Hak Cipta         : Tim Labor Sejarah FIBA IAIN Padang
Di Edit oleh : Muhammad Ilham
20.  Masjid 60 Kurang Aso


Masjid  Kurang Aso 60 adalah model masjid tradisional Minangkabau dengan corak  Arsitektur Hindu-Jawa Abad ke 15 M, belum ada data pasti tentang tahun  pembuatannya. Tapi berdasarkan informasi dari Ibu Nuraini (±76 tahun),  suku Jambak-Koto Anyir, masjid ini telah ada sebelum tahun 1733 M,  karena rumah gadang beliau (kaum Inyiak Talanai) dibuat pada tahun 1733  M, sedangkan masjid tersebut pada waktu itu telah ada menurut tutur  Nenek beliau. Begitu juga kalau kita lihat keberadaan makam Syech  Maulana Sofi, seorang ulama besar di Sungai Pagu yang hidup antara tahun  1730 s.d tahun 1818 M, posisi makam beliau terletak di Miqrob Masjid,  berarti Masjid ini telah ada sebelum keberadaan beliau. Bangunan masjid  konstruksi kayu dengan ukuran panjang 17m, lebar 17m dan tinggi 17m,  atap berbentuk limas bersusun tiga, mirip dengan atap bangunan Klenteng  Cina, bahan atap pada awalnya terbuat dari ijuk dan telah beberapa kali  diganti dengan seng. Tonggak / tiang kayu berjumlah 59 buah, pada bagian  tengah terdapat tonggak paling besar ukurannya disebut tonggak Machu  (mercu). Masjid Kurang Aso 60 disamping sebagai tempat ibadah juga  dipergunakan sebagai tempat upacara adat, seperti upacara makan-makan  Turun Ke Sawah-Mambantai Kabau Nan Gadang. Masjid ini adalah perwujudan  Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah. Bangunan masjid ini sarat  dengan makna, pada setiap bagian bangunan tersirat lambang-lambang  (falsafah) yang mengandung arti dan masih dapat ditafsirkan sampai saat  ini.
21. Masjid Al Imam


22. Masjid Asasi

Masjid  ini didirikan oleh masyarakat dari 4 koto yaitu dari daerah Gunuang,  Paninjauan, Jaho dan Tambangan. Masjid Asasi pernah dijadikan sebagai  basis pengembangan Islam terutama mengembangkan Madrasah Thawalib  Gunuang. Tokoh-tokoh seperti Buya HAMKA pernah menggelar pengajian  disini.  Masjid Asasi memiliki 3 motif ukiran dari aliran yang berbeda  yaitu Hindu, China dan Minangkabau.
23. Masjid Badano

Masjid ini terdapar di Sungai Rotan Kecamatan Pariaman Selatan.  Pada  desa  ini terdapat sebuah Masjid yang dikenal dengan nama Masjid  Badano.  Alkisah dimasjid ini terdapat sebuah Guci Besar yang juga  dinamai dengan  guci badano. Guci yang  cukup tua ini berasal dari  temuan masyarakat pada sebuah anak sungai  disekitar masjid, konon  khabarnya adalah dari peninggalan cenek moyang.  Secara bergotong-royong  masyarakat memindahkan guci tersebut ke mesjid  Badano ditempatkan  dekat dengan kulah air wuduk, diberi kedudukan dengan  beton dengan  ketinggian dari permukaan tanah + 75 centimeter. Menjadi   suatu keajaiban bahwa air yang ada didalam guci sejak dahulunya tidak   pernah kering, selalu terisi air bersih hingga leher guci.  Menjadi  ritual oleh lapisan masyarakat di sekitar Sungai Rotan, dan  bahkan dari  daerah yang jauh mereka dengan sengaja melaksanakan acara  turun mandi  anak, dengan memanfaatkan air yang terdapat dalam guci  besar badano ini.  Sering kali air dalam guci ini diambil sebagai obat,  dan bila seseorang  sedang menderita sakit dalam yang cukup lama, kaum  keluarganya membawa  dan memandikan sisakit dengan air guci ini malam  hari.  Sekarang  Guci Besar Badano tetap diminati oleh banyak orang yang  datang dari  berbagai tempat, yang ingin mendapatkan kasiat dan  keistimewaan air dari  guci keramat itu. 
24. Masjid Balai Gadang Nan Duo
Masjid ini berlokasi di Kelurahan Blai Nan Duo, Kecamatan Payakumbuh. Masjid  ini populer dikalangan  masyarakat dengan nama masjid Gadang Balai Nan  Douo. Hal ini cukup  beralasan karena dahulu masjid ini berlokasi  ditengah-tengah negeri  berdekatan dengan Balai Adat Negari “Balai Nan  Duo”. Masjid ini  dibangun pertamakali pada tahun 1850  M, pada masaa pemerintahan Sultan  Chedoh dari Suku Koto. Panitia  pembangunan pada saat itu disebut Tukang  Nagari Nan Tigo baleh dan  dipimpin oleh 3 orang penghulu, yaitu :  Datuk Kuning Suku Kampai dari  Parit Ratang, Datuk Pangkai Sinaro, Suku  Piliang dari Payolansek dan  Datuk Siri Dirajo, Suku Melayu Daru  Payolansek. Lahan bangunan masjid  ialah menempati taah wakaf dari kaum  suku Bodi dan suku Simabur. Bangunan  atap bersusun tiga menyerupai pyramid, dan  berbahan dasar kayu dan  atap adun Kelap.Pemugaran atap juga dilakukan  dengan mengubah bentuk  atap menjadi Bagonjong dan berjendela. Ukuran  masjid menjadi 20 x 20 M,  Jumlah tiang sebanyak 48 buah dan terbuat dari  bahan kayu Juar, Lantai  terbuat dari papan yang mempunyai ketinggian  1,2 M dari tanah. Masjid  ini berbentuk panggung dan mempunyai satu pintu  keluar masuk jamaah.
25. Masjid Bingkudu
Masjid Bingkudu terletak di Dusun/Kampung Tigasuro, Desa Lima Suku Sawah, Kecamatan Empat Angkat Cadung, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Bangunan masjid terletak pada ketinggian 1.050 m di atas permukaan laut. Pada tahun 1957 dilakukan penggantian atap ijuk dengan atap seng oleh masyarakat setempat. Pada tahun anggaran 1991/1992 dilakukan pemugaran oleh Proyek Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat dengan jenis pekerjaan pembongkaran dan pemasangan kembali atap, plafon rangka atap, jendela, menara dan tangga menara. Kemudian pemugaran satu buah makam dan tempat wudlu, mimbar, mihrab, kolam, pemasangan penangkal petir pada menara, penataan lingkungan, pengecatan, serta pembuatan pintu gerbang. Masjid Bingkudu diperkirakan berdiri pada tahun 1823 diprakarsai oleh Inyik Lareh Candung gelar Inyik Basa (H Salam). Pendirian masjid merupakan hasil kesepakatan dari empat delegasi yang mewakili daerah sekitar Bingkudu, juga merupakan masjid yang tertua dan terbesar di daerah Bingkudu. Bangunan Masjid Bingkudu terletak di atas sebidang tanah yang lebih rendah dari sekitarnya berukuran 60 x 60 m, berdenah bujur sangkar dengan ukuran bangunan 21 x 21 m dan bangunan masjid aslinya berbahan kayu dan atap ijuk. Bangunan berbentuk panggung menggunakan konstruksi atap susun tiga. Tinggi keseluruhan dari permukaan tanah +- 19 m dan mempunyai kolong setinggi +- 1,50 m. Pintu masuk terletak di sebelah timur. Ruang utama Bangunan utama masjid berdenah bujur sangkar berukuran 21 x 21 m terbuat dari kayu (tiang) dan papan (dinding, lantai), beratap susun tiga dari ijuk. Bangunan berbentuk panggung dengan tinggi kolong 1,50 m dan tinggi bangunan sampai puncak 19 m. Di bagian depan terdapat teras yang menghubungkan dengan bangunan menara.
24. Masjid Balai Gadang Nan Duo
Masjid ini berlokasi di Kelurahan Blai Nan Duo, Kecamatan Payakumbuh. Masjid  ini populer dikalangan  masyarakat dengan nama masjid Gadang Balai Nan  Douo. Hal ini cukup  beralasan karena dahulu masjid ini berlokasi  ditengah-tengah negeri  berdekatan dengan Balai Adat Negari “Balai Nan  Duo”. Masjid ini  dibangun pertamakali pada tahun 1850  M, pada masaa pemerintahan Sultan  Chedoh dari Suku Koto. Panitia  pembangunan pada saat itu disebut Tukang  Nagari Nan Tigo baleh dan  dipimpin oleh 3 orang penghulu, yaitu :  Datuk Kuning Suku Kampai dari  Parit Ratang, Datuk Pangkai Sinaro, Suku  Piliang dari Payolansek dan  Datuk Siri Dirajo, Suku Melayu Daru  Payolansek. Lahan bangunan masjid  ialah menempati taah wakaf dari kaum  suku Bodi dan suku Simabur. Bangunan  atap bersusun tiga menyerupai pyramid, dan  berbahan dasar kayu dan  atap adun Kelap.Pemugaran atap juga dilakukan  dengan mengubah bentuk  atap menjadi Bagonjong dan berjendela. Ukuran  masjid menjadi 20 x 20 M,  Jumlah tiang sebanyak 48 buah dan terbuat dari  bahan kayu Juar, Lantai  terbuat dari papan yang mempunyai ketinggian  1,2 M dari tanah. Masjid  ini berbentuk panggung dan mempunyai satu pintu  keluar masuk jamaah.25. Masjid Bingkudu
Masjid Bingkudu terletak di Dusun/Kampung Tigasuro, Desa Lima Suku Sawah, Kecamatan Empat Angkat Cadung, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Bangunan masjid terletak pada ketinggian 1.050 m di atas permukaan laut. Pada tahun 1957 dilakukan penggantian atap ijuk dengan atap seng oleh masyarakat setempat. Pada tahun anggaran 1991/1992 dilakukan pemugaran oleh Proyek Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat dengan jenis pekerjaan pembongkaran dan pemasangan kembali atap, plafon rangka atap, jendela, menara dan tangga menara. Kemudian pemugaran satu buah makam dan tempat wudlu, mimbar, mihrab, kolam, pemasangan penangkal petir pada menara, penataan lingkungan, pengecatan, serta pembuatan pintu gerbang. Masjid Bingkudu diperkirakan berdiri pada tahun 1823 diprakarsai oleh Inyik Lareh Candung gelar Inyik Basa (H Salam). Pendirian masjid merupakan hasil kesepakatan dari empat delegasi yang mewakili daerah sekitar Bingkudu, juga merupakan masjid yang tertua dan terbesar di daerah Bingkudu. Bangunan Masjid Bingkudu terletak di atas sebidang tanah yang lebih rendah dari sekitarnya berukuran 60 x 60 m, berdenah bujur sangkar dengan ukuran bangunan 21 x 21 m dan bangunan masjid aslinya berbahan kayu dan atap ijuk. Bangunan berbentuk panggung menggunakan konstruksi atap susun tiga. Tinggi keseluruhan dari permukaan tanah +- 19 m dan mempunyai kolong setinggi +- 1,50 m. Pintu masuk terletak di sebelah timur. Ruang utama Bangunan utama masjid berdenah bujur sangkar berukuran 21 x 21 m terbuat dari kayu (tiang) dan papan (dinding, lantai), beratap susun tiga dari ijuk. Bangunan berbentuk panggung dengan tinggi kolong 1,50 m dan tinggi bangunan sampai puncak 19 m. Di bagian depan terdapat teras yang menghubungkan dengan bangunan menara.

Di dalam teras juga terdapat sebuah bedug berukuran panjang 3,10 m, diameter 60 cm, terbuat dari pohon kelapa. Mihrab masjid terdapat di sebelah barat menjorok keluar dari bangunan utama. Mimbar masjid tidak terdapat di dalamnya, tetapi terletak di depannya. Mimbar terbuat dari ukiran kayu dengan hiasan warna keemasan dibuat tahun 1906, berbentuk huruf 'L.' Memiliki tangga naik menghadap ke depan dan tangga turun mengarah kesamping. Pada bagian kiri dan kanan tangga tersebut terdapat pipi tangga berukir dengan motif sulur-suluran. Pada mahkota mimbar terukir kaligrafi, dan pada bagian atas juga ditemukan tulisan angka 1316 H (1906 M).Pintu masuk ruang utama terdapat di sebelah timur. Di dalamnya terdapat 53 buah tiang berdiameter antara 30-40 cm dengan bentuk segi duabelas dan enambelas, juga terdapat sebuah tiang sebagai tonggak macu yang terdapat di tengah-tengah berbentuk segi enambelas berdiameter 75 cm. Di dalam masjid terdapat sebuah lampu gantung kuno dan beberapa buah lampu dinding kuno yang terpasang pada tiang-tiang masjid. Hiasan ukiran terdapat pada tiang-tiang bagian atas dan pada balok pengikat antara satu tiang dengan tiang lainnya merupakan kekhasan Masjid Bingkudu. Menara Masjid Bingkudu berdiri pada tahun 1957, terletak di depan bangunan utama yang berbentuk segi delapan dengan atap kubah. Tinggi menara 11 m dan memiliki 21 anak tangga yang memutar ke arah kiri mengelilingi tiang utama yang terdapat di tengah-tengah. Menara tersebut merupakan menara pengganti (baru) yang sebelumnya terdapat terpisah di sebelah utara bangunan utama. Sedangkan menara lama dahulunya memiliki 100 anak tangga, karena tersambar petir, bangunan menara dipotong dan dinamai menara bulat dan difungsikan sebagai rumah garin dan tempat musyawarah tokoh masyarakat sekitarnya. Tempat wudlu terdapat di selatan masjid berbentuk segi panjang dan tertutup. Selain itu, di sebelah selatan dan barat terdapat kolam. Sebuah makam yang terdapat di kompleks masjid adalah makam seorang ulama yang berpengaruh di daerah ini yaitu Syekh Ahmad Taher meninggal pada tanggal 13 Juli 1962.
Sumber Narasi : dari wikimapia.com dan Kamus Minangkabau (2006)
Description: Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 3
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 3













