Published On:Sabtu, 21 Januari 2012
Posted by Unknown
Monumen Michiels (1855)
Pernahkah
dunsanak membayangkan bahwa di Padang pernah berdiri sebuah monumen
terbesar di pulau Sumatera? Jika belum, mari tengok gambar di samping
ini. Namanya Michiels Monument atau Monumen Michiels bahasa kitanya.
Monumen ini didirikan pada tahun 1855 di Michielsplein (Lapangan Michiel) atau kira-kira berlokasi di Taman Melati sekarang. Terbuat dari besi tuangan dengan lantai marmer dan full relief di dinding luarnya. Dengan ujung-ujung yang meruncing yang terdiri dari beberapa tingkat, kesan bangunan Eropa kuno tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Berapa tingginya? Ambo belum menemukan referensi yang pasti. Tapi dari foto yang ditampilkan pada cover buku karangan Antropolog Belanda Freek Colombijn, dapat kita bandingkan ketinggian Michielsmonument dengan tinggi dua orang Meneer yang berpose-ria di depannya. Sekitar 8 kali. Jika ketinggian rata-rata orang Belanda pada waktu itu adalah 180 cm, maka ketinggian monumen ini adalah sekitar 14,4 meter atau setinggi gedung 5 lantai kurang lebih. Bisa dibayangkan?
Sebenarnya monumen yang bentuknya mirip seperti Monumen Michiels ini di Hindia Belanda ada 3 buah. Selain di Padang, juga ada di Batavia. Tepatnya di Waterlooplein (Lapangan Waterloo) atau sekarang dikenal dengan Lapangan Banteng. Posisinya kira-kira di sudut timur Mesjid Istiqlal sekarang. Sebagaimana terlihat di foto di samping ini, monumen ini terlihat lebih "gemuk" dibanding yang di Padang. Namanya? Sama. Michiel Monument juga. Dibangun juga pada kisaran tahun yang sama yaitu antara tahun 1853-1855.
Satu lagi berada di Surabaya. Meskipun di Surabaya, tapi namanya Bali Monument. Dibangun pada tahun 1869. Diberi nama Bali Monument karena dibangun untuk memperingati kemenangan Belanda di Bali pada tahun 1849. Sayang setelah mengobrak abrik dunia maya, ambo belum berhasil menemukan satupun fotonya. Posisinya sekarang kira-kira di depan kantor Polwiltabes Surabaya.
Lantas kenapa ada 3 monumen, bahkan 2 dengan nama yang sama? Kalau dirunut ke belakang, monumen-monumen ini mengacu kepada satu orang, yaitu Mayor Jenderal Andries Victor Michiels.
Generaal Majoor ini dianggap berjasa besar kepada pemerintah kolonial Belanda dan mempunyai prestasi yang gilang gemilang di tanah jajahan.
Lahir di Maastricht (Nederland), 23 April 1797, pertama kali mendarat di Jawa pada tahun 1817 dengan pangkat Letnan Satu. Setelah terlibat dalam perang Cirebon dan Diponegoro, pada 1831 ia dipindahkan ke Sumatra Utara. Selanjutnya diangkat menjadi komandan militer untuk Sumatera Barat dengan pangkat Letnan Kolonel. Ia dianggap berjasa dalam menaklukkan perlawanan Tuanku Imam Bonjol.
Atas keberhasilannya tersebut, pada 1837 pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel. Tahun 1838 ia ditugaskan sebagai Gubernur Sipil dan Militer di Sumatra Barat. Pada masa jabatan ini beberapa daerah dapat dikuasainya. Atas jasa-jasanya ini pada tahun 1843 pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Pada 1849, karirnya semakin menjulang dengan diangkat sebagai Komandan KNIL di Batavia. Ia lalu memimpin ekspedisi menumpas perlawanan di Bali. Ia tewas terbunuh disana pada tahun yang sama dan dimakamkan di pemakaman Kristen Kebon Jahe Kober, Kerkhof Laan (kini Jl Tanah Abang I), Jakarta Pusat. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Museum Taman Prasasti.
Untuk mengenang jasa-jasanya itulah pemerintah kolonial Belanda membangun ketiga monumen tersebut. Sayangnya tidak satupun dari ketiganya yang masih berdiri hingga kini. Berkemungkinan mereka dirobohkan pada zaman penjajahan Jepang atau pada awal-awal kemerdekaan.
Tinggallah foto-foto ini sebagai bukti keberadaan Michielsmonument di Padang...
Foto Atas : Tahun 1895
Foto Tengah : Tahun 1900
Foto Bawah : Tahun 1910
(Dari berbagai sumber, foto koleksi Tropen Museum, KITLV dan
Monumen ini didirikan pada tahun 1855 di Michielsplein (Lapangan Michiel) atau kira-kira berlokasi di Taman Melati sekarang. Terbuat dari besi tuangan dengan lantai marmer dan full relief di dinding luarnya. Dengan ujung-ujung yang meruncing yang terdiri dari beberapa tingkat, kesan bangunan Eropa kuno tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Berapa tingginya? Ambo belum menemukan referensi yang pasti. Tapi dari foto yang ditampilkan pada cover buku karangan Antropolog Belanda Freek Colombijn, dapat kita bandingkan ketinggian Michielsmonument dengan tinggi dua orang Meneer yang berpose-ria di depannya. Sekitar 8 kali. Jika ketinggian rata-rata orang Belanda pada waktu itu adalah 180 cm, maka ketinggian monumen ini adalah sekitar 14,4 meter atau setinggi gedung 5 lantai kurang lebih. Bisa dibayangkan?
Sebenarnya monumen yang bentuknya mirip seperti Monumen Michiels ini di Hindia Belanda ada 3 buah. Selain di Padang, juga ada di Batavia. Tepatnya di Waterlooplein (Lapangan Waterloo) atau sekarang dikenal dengan Lapangan Banteng. Posisinya kira-kira di sudut timur Mesjid Istiqlal sekarang. Sebagaimana terlihat di foto di samping ini, monumen ini terlihat lebih "gemuk" dibanding yang di Padang. Namanya? Sama. Michiel Monument juga. Dibangun juga pada kisaran tahun yang sama yaitu antara tahun 1853-1855.
Satu lagi berada di Surabaya. Meskipun di Surabaya, tapi namanya Bali Monument. Dibangun pada tahun 1869. Diberi nama Bali Monument karena dibangun untuk memperingati kemenangan Belanda di Bali pada tahun 1849. Sayang setelah mengobrak abrik dunia maya, ambo belum berhasil menemukan satupun fotonya. Posisinya sekarang kira-kira di depan kantor Polwiltabes Surabaya.
Lantas kenapa ada 3 monumen, bahkan 2 dengan nama yang sama? Kalau dirunut ke belakang, monumen-monumen ini mengacu kepada satu orang, yaitu Mayor Jenderal Andries Victor Michiels.
Generaal Majoor ini dianggap berjasa besar kepada pemerintah kolonial Belanda dan mempunyai prestasi yang gilang gemilang di tanah jajahan.
Lahir di Maastricht (Nederland), 23 April 1797, pertama kali mendarat di Jawa pada tahun 1817 dengan pangkat Letnan Satu. Setelah terlibat dalam perang Cirebon dan Diponegoro, pada 1831 ia dipindahkan ke Sumatra Utara. Selanjutnya diangkat menjadi komandan militer untuk Sumatera Barat dengan pangkat Letnan Kolonel. Ia dianggap berjasa dalam menaklukkan perlawanan Tuanku Imam Bonjol.
Atas keberhasilannya tersebut, pada 1837 pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel. Tahun 1838 ia ditugaskan sebagai Gubernur Sipil dan Militer di Sumatra Barat. Pada masa jabatan ini beberapa daerah dapat dikuasainya. Atas jasa-jasanya ini pada tahun 1843 pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Pada 1849, karirnya semakin menjulang dengan diangkat sebagai Komandan KNIL di Batavia. Ia lalu memimpin ekspedisi menumpas perlawanan di Bali. Ia tewas terbunuh disana pada tahun yang sama dan dimakamkan di pemakaman Kristen Kebon Jahe Kober, Kerkhof Laan (kini Jl Tanah Abang I), Jakarta Pusat. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Museum Taman Prasasti.
Untuk mengenang jasa-jasanya itulah pemerintah kolonial Belanda membangun ketiga monumen tersebut. Sayangnya tidak satupun dari ketiganya yang masih berdiri hingga kini. Berkemungkinan mereka dirobohkan pada zaman penjajahan Jepang atau pada awal-awal kemerdekaan.
Tinggallah foto-foto ini sebagai bukti keberadaan Michielsmonument di Padang...
Foto Atas : Tahun 1895
Foto Tengah : Tahun 1900
Foto Bawah : Tahun 1910
(Dari berbagai sumber, foto koleksi Tropen Museum, KITLV dan
Description: Monumen Michiels (1855)
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Monumen Michiels (1855)