Published On:Jumat, 20 Januari 2012
Posted by Unknown
Adat Minangkabau
Adat Minangkabau terbagi dalam 4 kategori. Menurut AA Navis1)
urutan kategorinya ialah : Adat yang sebenar adat; Adat istiadat; Adat yang diadatkan dan Adat yang teradat.
Berbeda dengan AA Navis,
maka Prof. Mr. M. Nasroen membikin urutannya : Adat yang sebenarnya
adat; Adat yang diadatkan; Adat yang teradat dan Adat istiadat. Sebagai
alasan dari Prof. Mr. M. Nasroen membagi urutannya semacam itu ialah :
“Adat istiadat kalau
telah dibiasakan akan meningkat menjadi Adat nan teradat dan Adat nan
teradat ini secara nyata dapat dijadikan Adat yang diadatkan dan Adat
yang diadatkan ini menurut keyakinan dan penerimaan masyarakat pada
suatu massa dapat menempati tingkat Adat yang sebenar adat.
“Dan menurut perputaran
zaman dan keadaan, bukanlah tidak mungkin ada dari Adat yang sebenar
adat itu sesuatunya yang akan merupakan Adat istiadat pula dan dengan
demikian akan terbukalah pula permulaan dari perputaran baru begitu
seterusnya” (hlm. 45).
Berbeda dengan urutan AA
Navis serta Prof. Mr. M. Nasroen maka penyusun membagi urutan sebagai
berikut : Adat yang sebenar adat; Adat yang teradat; Adat yang diadatkan
dan Adat Istiadat.
Jadi, persamaannya dengan
AA Navis dan Prof. Mr. M. Nasroen ialah yang pertamanya : Adat yang
sebenar Adat. Yang berbedanya dengan AA Navis ialah letak Adat istiadat
menurut AA Navis pada urutan kedua, sedang bagi penyusun termasuk yang
keempat. Sedang yang ketiganya sama : Adat yang diadatkan. Berbedanya
penyusun dengan Prof. Mr. M. Nasroen dalam urutannya ialah letak Adat
yang diadatkan baginya pada urutan kedua, sedang bagi penyusun urutan
ketiga. Sedang urutan keempat adalah sama.
Sebagai alasan dari
penyusun untuk menyusunnya seperti itu, karena menurut mamangan yang
dimaksud dengan Adat istiadat itu “Besarnya karena diambak dan tingginya
karena dianjung”. Dengan kata lain ia bukanlah subjek yang melahirkan
ketentuan-ketentuan hukum.
Berbeda dengan Adat
istiadat, maka Adat yang teradat melahirkan peraturan-peraturan itu
menjadi konsensus masyarakat memakainya. Dari musyawarah dan mufakat itu
juga lahir Undang-undang atau hukum yang bila dilanggar ada sanksinya.
Dengan kata lain Adat yang diadatkan, ada, setelah Adat yang teradat
menciptakannya. Barulah kemudian diatur cara-cara seremoni, misalnya
mengenai upacara perkawinan.
Jelasnya urutan tersebut sebagai berikut :
a. ADAT YANG SEBENARNYA ADAT
Adat yang sebenar adat
tidak lapuk oleh hujan tidak lekang oleh panas. Ia adalah hukum alam itu
sendiri. Dalam alam semesta ini tiap sesuatu tentu ada sebabnya
(bakarano bakajadian). Hukum alam menunjukkan bahwa setiap materi yang
terdapat dalam alam semesta ini senantiasa dalam keadaan gerak. Setiap
gerak membawa perubahan : perubahan kwantitatif ke perubahan kwalitatif.
Dengan perubahan terjadilah negasi dari negasi. Gerak terjadi karena
terdapatnya kontradiksi dalam setiap materi. Hukum gerak itu abadi.
Seperti juga sifat air membasahi, sifat api menghanguskan ia tetap akan
berlaku demikian. Hukum itu dicabut tidak akan mati, diasak tidak akan
layu.
Sebelum Islam masuk, Adat
Minangkabau “bersendi alur dan patut”. Sesudah Islam masuk terjadi
perubahan : “Adat bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah”.
Berhubung dengan bergantinya sendi daripada Adat (yaitu dari alur dan
patut menjadi Kitabullah) maka ada yang mengatakan bahwa Adat yang
sebenar adat itu ialah Al Quran dan Hadis.
Yang terakhir ini tentu
tidak bertentangan dengan pendapat Prof. Mr. M. Nasroen yang mengatakan :
“…. Tuhan memberikan rakhmadnya kepada nenek-moyang orang Minangkabau,
sebelum mereka beragama Islam membaca ayat-ayat Tuhan yang terdapat pada
alam dan berdasarkan ayat-ayat pada alam itu, maka nenek-moyang orang
Minangkabau menyusun Adat Minangkabau”. (hal. 25).
Bukankah di dalam kitab
suci Al Quran terdapat ayat yang mengatakan bahwa banyak ayat-ayat Tuhan
terdapat pada alam bagi siapa yang pandai membacanya !.
b. ADAT YANG TERADAT
Untuk mengamalkan Adat
yang sebenar adat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat tentu
diperlukan musyawarah- musyawarah. Sebagai buah dari musyawarah-
musyawarah itu lahirlah peraturan-peraturan atau konsensus masyarakat
memakainya. Misalnya di Silungkang tempo dulu sebagai hasil musyawarah
tercapai konsensus bahwa wanitanya tak boleh bersuamikan pria luar. Jika
ketentuan itu dilanggar tentu ada sanksinya.
Dengan kata lain yang
dimaksud dengan Adat yang teradat ialah peraturan-peraturan yang lahir
oleh musyawarah dan mufakat atau telah menjadi konsensus masyarakat
memakainya.
Jika termasuk dalam Adat
yang teradat ungkapan “Patah tumbuh hilang berganti”, seperti kedudukan
Penghulu dari Ninik turun ke Mamak dan dari Mamak turun ke Kemenakan.
c. ADAT YANG DIADATKAN
Yang dimaksud dengan Adat
yang diadatkan ialah Adat yang telah dijadikan Undang-undang atau hukum
yang berlaku. Dalam Undang-undang atau hukum yang berlaku ada yang
mengatur hubungan manusia dengan Nagari, misalnya keharusan bahwa nagari
itu babalai – bamusajik; basuku – banagari; bakorong – bakampuang;
bahuma – babendang; balabuah – batapian; basawah – baladang; bahalaman
bapamedanan.
Keharusan setiap orang
Minangkabau bersuku – bernagari dan sukunya menurut suku ibu menunjukkan
berlakunya sistem matrilinial. Mengenai sistem matrilinial ini ada
orang yang mengatakan ia termasuk dalam Adat yang sebenar adat. Padahal
sistem matrilinial ini adalah sistem bikinan manusia. Ia pernah tidak
ada, kemudian ada dan telah menerima pula sistem patrilinial dari agama
Islam, misalnya mengenai pembagian warisan. Kenyataan lain sistem
matrilinial itu terus digerogoti misalnya dengan di belakang nama
seseorang tidak dicantumkan nama ibunya, melainkan nama bapaknya.
Juga di dalam Adat yang
diadatkan diatur hubungan manusia dengan manusia. Misalnya soal
pewarisan, etik, moral dan nilai-nilai. Panggilan Datuk bagi pria
Silungkang yang lebih tua merupakan etika dan nilai sendiri. Di nagari
lain menurut Adat yang diadatkan mereka mengenai panggilan pria yang
lebih tua ada dengan “Uda”, “Ociek”, “Akak”, dan sebagainya.
Juga di dalam Adat yang
diadatkan terdapat Undang-undang Luhak dan Rantau. Luhak Bapanghulu,
Rantau Barajo. Juga ada Undang-undang Nan 20 : Nan 8 mengenai jenis
kejahatan (tikam-bunuh, upas racun, samun-sakar, siar-bakar,
maling-curi, daga-dagi, kicuh-kicung, sumbang-salah). Sedang Nan 12
terbagi dua : yang 6 berisi alasan untuk dapat menangkap dan menghukum
seseorang (tertumbang-terciak, tertanda-terbukti, tercengang- teregas,
terikat-terkebat, terlantar-terkejar, terhambat-terpukul). 6 yang lain
dinamakan Cemo (cemar). Sehingga ada alasan untuk memeriksa atau
menangkapnya, yaitu bersurih bagai sipasin; berjejak bagai bakiak;
enggang lewat atal jatuh; kecendurangan mata orang banyak; menjual
murah; berjalan tergesa-gesa dibawa pikat dibawa lalat.
d. ADAT ISTIADAT
Adat istiadat ialah
kebiasaan yang berlaku ditengah masyarakat umum. Ia besar karena diambak
dan ia tinggi karena dianjung. Yang termasuk dalam Adat istiadat ini
ialah hal-hal yang bersifat seremoni, misalnya mengenai upacara
perkawinan. Juga termasuk dalam Adat istiadat tingkah laku dalam
pergaulan yang bila dilakukan akan dianggap baik.
Mawardi Yunus Dt. Rajo Mangkuto2)
mengatakan untuk dapat dilestarikan Adat Minang itu, pertama-tama harus
jelas perbedaan mana yang dikatakan “Adat yang sabana adat, adat yang
teradat, Adat istiadat dan Adat yang diadatkan. Kalau tidak sanggup
membedakannya, akan mendatangkan kesalahan pandang terhadap nilai-nilai
Adat Minangkabau itu sendiri. Di samping itu perlu ditambah dengan
sejarah pertumbuhan keluarga kaum serta proses terjadinya nagari
masing-masing. Tanpa pengetahuan adat dan mengetahui sejarah kaum dan
nagari, sulit bagi seorang Ninik – Mamak untuk berperan di dalam kaum
dan sukunya serta di nagari pada umumnya. Bahkan sukar bagi Ninik –
Mamak untuk berperan dalam melestarikan nilai-nilai adat tersebut”.
Sumber : Buku Silungkang dan Adat Istiadat oleh Hasan St. Maharajo
Catatan kaki :
- AA. Navis : “Alam terkembang jadi guru”, hlm 88 – 89.
- Mawardi Yunus Dt. Rajo Mangkuto : “Peranan Ninik – Mamak dan era pembangunan” (Makalah dalam Seminar Adat Minangkabau di Jakarta November 1984).
Description: Adat Minangkabau
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Adat Minangkabau