Headlines

Sambah Manyambah

Posted by Unknown | Rabu, 09 Februari 2011 | Posted in

Sambah-manyambah adalah satu tata cara menurut adat istiadat Minangkabau, yang mengatur tata tertib dan sopan santun pembicaraan orang dalam sebuah pertemuan. Kata-kata sambah yang dalam bahasa Indonesia berarti sembah, diambil dari semacam sikap awal yang dilakukan oleh setiap orang yang akan melaksanakan pasambahan. Sebelum memulai pembicaraannya ia harus terlebih dahulu mengangkat dan mempertemukan kedua telapak tangannya lurus diantara kening dan hidung bagaikan orang menyembah. Begitu pula sebaliknya sikap yang dilakukan lawan bicara ketika menerima sembah.

Sikap ini saja sudah menjelaskan intu hakikat dari acara tersebut, yaitu bagaimana masing-masing pihak yang bertemu dalam satu pertemuan bisa saling menghormati saling memperlihatkan adat sopan santun dan budi bahasa yang baik, termasuk dalam mengatur kata-kata yang akan diucapkan. Dan dalam sambah-manyambah ini bahasa Minang yang dipergunakan memang agak berbeda dengan bahasa yang diucapkan orang sehari-hari. Bahasa yang dipakai diambil dari bahasa kesusasteraan Minang lama yang liris prosais, penuh pepatah petitih dan dalam kalimat-kalimatnya banyak menjajarkan berbagai ungkapan dan sinonim untuk mempertegas maksud yang disampaikan.

Didalam aturan adat Minangkabau, tata cara sambah manyambah ini justru diletakkan sebagai lembaga pertama tentang adab sopan santun basa basi yang harus dilakukan oleh setiap orang yang bertemu dalam satu musyawarah. Sebagaimana gurindam adat menyebut :

Tasasak putiang ka huluDibawah kiliaran tajiAso mulo rundiang dahuluTigo limbago nan tajali

Partamo sambah manyambah, kaduo baso jo basi, katigo siriah jo pinang. Sambah manyambah dalam adaik, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih, muluik manih talempong kato, baso baiak gulo dibibia, pandai batimbang baso-basi, pandai bamain ereng gendeng, di dalam adaik nan bapakai, banamo adaik sopan santun.


Tiga Tingkat Pasambahan

Untuk zaman sekarang dengan mobilitas dan dinamika kehidupan yang begitu tinggi, terutama bagi orang-orang yang sudah biasa dikejar-kejar waktu dikota-kota besar, mendengarkan orang melakukan sambah-manyambah dalam bentuknya yang masih asli seperti yang terdapat dikampung-kampung di Sumatera Barat, sering mengundang kebosanan karena panjang dan lamanya.

Namun menurut tata cara sambah-manyambah tidak ada peraturan yang menetapkan bahwa orang yang akan melakukan pasambahan harus bisa melafaskan tambo, yaitu sejarah nenek moyang dan pepatah petitih Minang didalam pembicaraannya. Karena tujuannya yang utama adalah untuk melihatkan basa-basi sopan-santun. Jika sikap itu sudah tidak tercermin dalam tiga-empat kalimat prosais yang disampaikan secara tepat, maka itupun sudah sah disebut sebagai pasambahan.

Didalam tata cara sambah-manyambah disebutkan ada tiga macam tingkat pasambahan dengan tiga macam gaya yang dapat dilakukan dalam tiga acara yang berbeda pula.

Pertama, pidato adat, kedua pasambahan penghulu dan ketiga pasambahan pangka batang.

Pidato adat. Ini adalah tingkat yang paling tertinggi yang umumnya cuma dikuasai oleh para ahlinya dikalangan Penghulu Pucuk. Pembicara bukan saja sangat mengetahui tentang Undang-undang dan Hukum Adat Minangkabau tetapi juga sangat hafal mengenai tambo dan sejarah serta sangat fasih menyebut pepatah petitih lama. Penyampaian kalimat-kalimatnya pun selain mengikuti gaya liris prosais Minang dengan empat-empat suku kata tiap kalimat, sering juga mampu membawakannya dalam gaya setengah senandung.

Pidato adat ini biasanya ditampilkan dalam musyawarah-musyawarah besar para penghulu yang diadakan dibalairung adat. Yang menguasai gaya dan kemahiran ini nampaknya sekarang ini tidak banyak lagi bisa ditemukan di Sumatera Barat.

Pasambahan Penghulu. Walaupun kemampuan melakukan pasambahan penghulu ini dahulunya merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang penghulu adat, tapi kenyataan sekarang tidak semua orang Minang yang menyandang gelar Datuk bisa melakukannya. Beberapa acara sesuai dengan siklus kehidupan manusia sejak dari kelahiran sampai kematian, terutama yang menyangkut kehidupan seorang penghulu, di Minangkabau upacaranya juga harus dilakukan oleh para penghulu. Akan sangat janggal rasanya jika di dalam upacara semacam itu ada penghulu yang tidak mampu melakukan pembicaraan dalam gaya pasambahan. Sehingga lahir idiom lama yang mengatakan Indak panghulu manulak sambah.

Apalagi dalam upacara pengangkatan seorang atau sejumlah penghulu baru yang sering dilakukan secara istimewa di kampung-kampung, maka kemahiran seorang Datuk dalam sambah-manyambah akan sangat teruji di gelanggang tsb. Malah sering kali gelanggang semacam itu menjadi ajang bagi para penghulu untuk saling memperagakan kemahiran masing-masing.

Untuk acara adat batagak penghulu inilah, tata cara sambah-manyambah memang diharuskan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan sesuai dengan peraturan yang berlaku menurut luhak adat masing-masing. Dan sering bagi orang awam nampak panjang bertele-tele, karena tidak mengerti peraturannya.

Setiap pembicaraan harus disampaikan kepada sejumlah orang yang menerima pembicaraan harus selalu mengulangi pembicaraan orang itu, setiap menyampaikannya kepada orang lain lagi. Dan pemulangan jawabannya pun harus melalui siklus yang sama sehingga sampai kembali kepada pembicara pertama. Inilah yang didalam pepatah-petitih disebut :

Lamak kato dipakatokan,Lamak samba dikunyah-kunyah,Bakato indak sadang sapatah,Bajalan indak sadang salangkah

Pasambahan Pangka Batang. Ini adalah gaya bahasa pasambahan yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Dan bisa ditampilkan dalam acara-acara lain yang bukan acara batagak penghulu misalnya seperti dalam acara perkawinan. Menurut kebiasaan yang berlaku sejak dulu di Minangkabau, kewajiban untuk melakukan sambah-manyambah dalam acara perkawinan tidaklah terpikul kepada Datuk-datuk tetapi merupakan kewajibana para menantu atau orang-orang semenda baru yang ada di atas rumah. Mereka inilah yang lazim diberi tugas untuk menjemput calon mempelai pria, dan akrena itu pulalah mereka harus menguasai tata tertib berbicara menurut alur persembahan walaupun secara sederhana. Tata cara yang sederhana inilah yang didalam kategori sambah manyambah disebut pangka batang. Artinya menguasai bagian-bagian yang pokok saja.

Pengertian pokok disini, adalah dalam cara menyampaikan maksud dan tujuan. Pembicara tidaklah perlu harus mengungkapkan tambo sejarah nagari, hukum adat dll yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan maksud dan tujuan pembicaraan. Tetapi kalimat-kalimat yang menyiratkan keramahan, tata tertib, basa basi dan sopan santun, tetap harus dipertahankan sesuai dengan esensi adat sambah manyambah itu sendiri.


(Sumber : Tata Cara Perkawinan Adat Minangkabau)

http://adat-budaya-minang.blogspot.com/

Randai dalam sejarah Minangkabau

Posted by Unknown | | Posted in , , ,

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas




Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.
Randai ini dimainkan oleh pemeran utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran utama ini bisa berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut.
Sekarang randai ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah Darek (daratan).
Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. namun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.Jadi, Randai pada awalnya adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika Randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara.
Setiap anak randai punya gaya sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khusus-mempunyai pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk, tapi serempak. "Hep...ta... Dugudung-dak-dik-dung.
Dialog jeda sejenak, anak randai kembali ber-hepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang.
"Kehadiran randai dalam upacara-upacara dan pesta rakyat selain mempertebal rasa ketradisian juga memberi kesempurnaan terhadap adat istiadat Minangkabau itu sendiri. Kuat dan lemahnya lembaga adat Minangkabau menentukan bangkit dan tenggelamnya kesenian randai,"
Randai dalam bentuknya yang sekarang, merupakan hasil dari suatu proses akulturasi yang panjang antara tradisi kesenian Minangkabau dengan bentuk-bentuk sandiwara modern seperti tonil, yang mulai dikenal masyarakat Minangkabau sejak awal abad ke-20.
"Sebelum randai menjadi semacam teater seperti yang berkembang saat ini, dulunya adalah tari randai. Tari randai dipelihara dalam perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek terutama di daerah pesisir (Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang kontemporer dewasa ini, ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai,"

Keunikan Alat Musik Tiup Bansi Dan Saluang Dari Minangkabau

Posted by Unknown | | Posted in ,






Keinginan untuk mengetahui kekayaan peninggalan zaman dulu memang takpernah berhenti sejak saya mengetahui bahwa Indonesia dipenuhi dengan corak bdaya dan adat yang berbeda. Setelah mengetahui alat tradisional sunda, jawa, dan bali saya tertarik untuk mempelajari alat musik tiup yang berasal dari tanah andalas yaitu Padang (Minangkabau).

Disana ada alat musik tiup yang mungkin bagi masyarakat sana sudah tak asing lagi yaitu Saluang dan Bansi. Sebetulnya kalau boleh saya ambil kesimpulan, asal nama saluang itu mungkin dari suling, tetapi beda tempat dan pelafalan sehingga berubah menjadi saluang. Akan tetapi, untuk bansi sendiri entah dari mana nama itu berasal.

Ketertarikan saya tentang kedua alat musik itu tidak berhenti sampai disana. Kebetulan Icha ayahnya sering bolak balik padang jakarta jadi saya coba memesan saluang dan bansi tersebutlangsung dari sana.

Dengan sarana penitipan kilat akhirnya seminggu menunggu datanglah saluang dan bansi itudi tempat, senangnya. Setelah diteliti lebih dalam ada ke uinikan dari kedua alat tersebut.

Rata PenuhSaluang

*Bentuknya panjang dan memiliki 4 lubang untuk nada

*Lubang untuk meniupnya polosalis plong.. (berbeda dengan suling yang ada biasanya)

*Cara mainnya yang sulit karena suaranya tidak boleh putus (pernafasan hidung)

Bansi

*Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang

*Bansi dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern karena memiliki nada standar

Setelah tahu bentuknya lalu saya coba untuk belajar bansi terlebih dahulu karena mudah, saya bawakan musik bansi yang ada dalam tari pasambahan, dan alhamdulillah lumayan mudah. Untuk saluang, sampai saat ini masih belajar dengan keras karena saya anggap orang yang mahir di saluang berarti untuk alat musik tiuplainnya pasti mudah.

Saat ini saluang lah yang saya anggap mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam memainkannya. Hanya orang-orang yang mempunyai perasaan yang lembut dan menjiwai terhadap apa yang di bunyikannya.

Saya berharap anak muda indonesia mau memperdalam budaya indonesia. Saya bangga jadi orang Indonesia.

sumber : http://indramunawar.blogspot.com

Saluang

Posted by Unknown | | Posted in

Dari Wikipedia bahasa Indonesia
Saluang.jpg
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia......dst

Pakaian Adat Budaya Minangkabau

Posted by Unknown | | Posted in

Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat.
Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain.
Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian kebesaran.


Pakaian Penghulu

datuak.jpgPakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari

1. Deta

Deta  adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya.
Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun).
Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan.
Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

2. Baju

Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis).
Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

3. Sarawa

Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran).
Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang berpatutan.

4. Sasampiang (Sesamping)

Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian diatas kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin diatas yang benar.
Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

5. Cawek (Ikat Pinggang)

Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah.
Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai.
Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung.
Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

6. Sandang

Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.

7. Keris

Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya.
Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.

8. Tungkek (Tongkat)

Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo.
Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang

bundokanduang.jpgLambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.
1. Baju Batabue (baju bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.

2. Minsie

Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

3. Tingkuluak (tengkuluk)

Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.

4. Lambak atau Sarung

Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.

5. Salempang

Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan tanggungjwab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

6. Dukuah (kalung)

Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.
7. Galang (Gelang)
Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini.
Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan batas kemampuan.
Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago, galang basa”.

8. Palaminan

Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.


sumber : http://aldi74.wordpress.com/

Tigo Tungku Sajarangan sebagai Sistim Kepemimpinan di Minangkabau

Posted by Unknown | | Posted in


Diperlukan penata yang memiliki sikap perilaku Madani, yang FAST (Fathanah, Amanah, Shiddiq dan Tabligh-dialogis) itu.

Rakyat di nagari-nagari kini, memang mulai mengalami pergeseran pola hidup di bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya, mulai menjadi sasaran dari budaya westernisasi.

Hal ini terjadi, ketiadaan bekal dalam pemahaman adat dan syarak. Lebih kentara karena pengamalan agama Islam mulai melemah, maka kehidupan beradat sopan santun pun menjadi terabaikan.


Pemerintahan Nagari dibingkai undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasinya di nagari-nagari sebenarnya diperkuat oleh Perda tentang Pemerintahan Nagari. Maka di nagari-nagari juga dapat dibuatkan Peraturan Nagari (Perna), sehingga adat dan syarak di nagari terlaksana dengan baik.


Hubungan berpemerintahan di tingkat Nagari, adalah hubungan pemerintahan dan masyarakat yang timbal balik, dan semestinya berbasis kepada adat istiadat setempat, atau adanya perinsip “adat selingkar nagari, pusako selingkar kaum”.



Adat harus benar-benar dikuasai oleh semua aparat pemerintahan Nagari.Adat tidak semata sebagai kekayaan sains (ilmu pengetahuan) ke-Minangkabau-an.



Adat harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan hubungan bermasyarakat.
Ka lauik riak ma hampeh, ka  karang  rancam ma aruih, ka pantai ombak ma mamacah.
Jiko ma ngauik kameh-kameh, jiko mancancang putuih-putuih, Alah salasai mangkonyo sudah.

Kekekrabatan dijaga oleh ninik mamak dan penghulu yang dihimpun dalam KAN, dengan satu sistem pandangan banagari, cinta kepada Nagari dan kegiatan dalam membangun yang dipersamakan.
13. Harapan untuk Generasi Minangkabau
Generasi Minangkabau harus dibina memiliki budaya yang kuat, dinamik, relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi, mengamalkan nilai-nilai agama Islam.
Konsep Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah kristalisasi dari ajaran hukum alam yang bersumber dari Islam. Generasi penerus harus taat hukum.
Beberapa langkah dapat dilakukan ;
1. memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga,
2. memperkokoh peran orang tua, ibu bapak ,
3. fungsionalisasi peranan ninik mamak dan unsur masyarakat secara efektif,
4. memperkaya warisan budaya, setia, cinta dan rasa tanggung jawab patah tumbuh hilang berganti .
5. menanamkan aqidah shahih (tauhid),
6. istiqamah pada agama yang dianut,
7. menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.
8. menanamkan kesadaran, tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah.
9. penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam .
10. melazimkan musyawarah dengan disiplin, teguh politik, kukuh ekonomi.
11. bijak memilih prioritas , sesuai puncak budaya Islam yang benar.
14. Khulasah
Pemberdayaan kekuatan dakwah ; dengan manajemen pendidikan berbasis umat yang lebih accountable, baik dari sisi pertanggungan jawab keuangan maupun organisasi, sehingga menjadi viable (dapat hidup terus, berjalan, bergairah, aktif dan Giat), dan juga durable (dapat tahan lama) sesuai perubahan dan tantangan zaman.
Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya menjadi landasan dasar pengkaderan di nagari-nagari di Minangkabau dengan kewajiban,
a). Memelihara dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,
kaluak paku kacang balimbiang, sayak timpuruang lengang-lenggangkan,
anak di pangku kamanakan di bimbiang, urang kampuang di patenggangkan.
b). Mengupayakan berlangsungnya timbang terima kepemimpinan dalam kaum dan nagari secara alamiah,
Ingek sabalun kanai, kulimek sabalun abih,
Agak-agak nan ka pai, ingek-ingek nan ka tingga,
Patah tumbuah hilang ba ganti.
c). Teguh dan setia melaksanakan pembinaan dan mengajarkan adat istiadat kepada anak kemenakan dan menjaga lingkungan dengan baik.
‘ Handak kayo badikik-dikik, Handak mulie tapek i janji,
Handak tuah ba tabue urai, Handak namo tinggakan jaso,
Handak luruih rantangkan tali, Handak pandai rajin baraja,
Handak bulieh kuek mancari,
Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek ka parak, Nan munggu ka pandam pakuburan,
Nan rawang ranangan itiek, Nan padang kubangan kabau,
Nan bancah jadikan sawah, Nan gauang ka tabek ikan,
Artinya ada kemauan kuat melakukan perubahan, dan memanfaatkan alam sesuai dengan tata ruang yang jelas, karena segala tindakan dan perbuatan akan disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.
Moga ini dapat berguna di dalam menyongsong KKM2010 yang hendaak digelar pada Agustus 2010 yang akan datang.
Hendaknya pula pada Generasi muda di UI mampu menjadi pendorong untuk menjadikan Minangkabau maju dengan berbasis adat budayanya yang unik dan mampu duduk sama rendah serta tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di persada bumi ini.
Insyaallah.
Wassalam


sumber : http://blogminangkabau.wordpress.com/

Falsafah Pakaian Pangulu

Posted by Unknown | | Posted in



Kasuri Tuladan Kain, Kacupak Tuladan Batuang Falsafah Pakaian Pangulu Untua Dipakai Hiduik Banagari.
Sakapua Siriah, Pengantar kata
Kaganti siriah nan sakapua –
umpamo rokok nan sabatang –
tacinto bajawek tangan –
jo diri dunsanak nan basamo –
kok untuang pambari Allah –
kasuri tuladan kain –
kacupak taladan batuang –

Akan ganti sekapur sirih, umpama rokok yang sebatang, maksud hendak berjabatan tangan, dengan masing-masing diri dunsanak bersama Jika ada untung pemberian Allah, akan menjadi suri teladan kain, menjadi cupak teladan acuan bersama.
Tulisan nan ambo buekko –
sabab ba alah dek baitu –
aluran badan diri ambo –
tantangan tulih manulih –
aka singkek pandapek kurang –
ilimu di tuhan tasimpan nyo –
tapi samantangpun baitu –
bapalun paham nan haluih –
dek ujuik manantang bana –
jan kalah sabalun parang –
dipabulek hati nurani –
untuang tasarah bagian –
walau ka angok angok ikan –
bogo ka nyawo nyawo patuang –
patah kapak batungkek paruah –


namun nan niaik dalam hati –
mungkasuik tatap basampaian –


Jika di ungkapkan dalam bahasa Indonesia, isinya kira-kira sebagai berikut ; (Tulisan yang hamba bikin ini, sebab karenanya, setentang badan diri, sehubungan tulis menulis, akal masih pendek dan pendapat masih kurang, ilmu di Tuhan tersimpannya. Tapi, sungguhpun demikian, bersimpul keinginan yang halus, karena ingin mengujudkan yang benar, agar jangan kalah sebelum perang, di bulatkan hati nurani, untuang terserah pada bagian (nasib), walau sangat susak sebagai ikan bernafas, walau dalam keadaan sulit bernafas sekalipun, patah sayap bertongkat paruh, namun yang tersirat di dalam hati, maksud tetap akan disampaikan).
Dalam ungkapan bahasa budaya Minangkabau ini, tampak jelas bahwa ada ada pengakuan dan sekaligus rasa tawadhu’ atau tidak menyombongkan diri, bahwa sebagai manusia ilmu tetap kurang. Yang maha berilmu itu hanya Allah semata sebagai di ungkapkan “aka singkek pandapek kurang – ilimu di tuhan tasimpan nyo – artinya, akal masih pendek dan pendapat masih kurang, ilmu di Tuhan tersimpannya.”
Pengakuan terhadap kekurangan diri ini menjadikan seseorang tetap berupaya untuk maju. Dorongan untuk berbuat lebih baik itu, terungkap di dalam kalimat “tapi samantangpun baitu – bapalun paham nan haluih – dek ujuik manantang bana – jan kalah sabalun parang jan kalah sabalun parang – dipabulek hati nurani – untuang tasarah bagian –.
Maknanya sungguhpun banyak kekuarangan dan keterbatasan yang dipunyai, ada bersimpul keinginan yang halus yang ternukil dalam nurani, karena ingin mengujudkan yang benar, agar jangan kalah sebelum perang, di bulatkan hati nurani, untung terserah pada bagian (nasib)”.
Di sini kita lihat ada pemahaman dan tekad yang bulat hendak meraih keberhasilan mesti diikuti oleh tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kesadaran akan kekurangan diri, manakala memiliki tekad kuat di dalam hati, diiringi dengan usaha sekuat tenaga untuk meujudkan keinginan hati tersebut, serta
dipandu oleh tawakkal kepada Allah, adalah modal utama untuk maju. Di sini terletak nilai kearifan lokal Minangkabau, agar setiap generasi itu memikili cita-cita tinggi, rajin bekerja, dan bertawakkal kepada Allah.
Di cubo juo bagulambek –
hanyo harapan dari ambo –
kapado dunsanak bakuliliang –
kok basuo kalimaik nan ndak jaleh –
titiak jo koma nan salah latak –
usah dicacek langkah sumbang –
sabab baitu kato ambo –
dalam diri ambolah yakin –
sadonyo dunsanak nan datangko –
tantu bakandak tabu nan manih –
kok tabu tibarau tasuo –
itu nan ado diambo –
pado manjadi upek puji –
jan jatuah dihimpok janjang –


nak jan mambarek ka akiraik –
ambo nak mintak di ma’afkan.


Indonesianya (Dicoba pelan-pelan berangsur-angsur, menjadi harapan dari hamba, kepada dunsanak sekeliling, jika bertemu kalimat yang tidak jelas, titik dan koma salah letak, janganlah di cari langkah yang sumbang letaknya. Sebab demikian harapan hamba, dalam diri hamba ada keyakinan, bahwa semua dunsanak yang datang ini, tentu semua berkehendak tebu yang manis. Kalau tebu tibarau, yang tersua, karena itulah yang ada pada hamba. Daripada menjadi umpat puji, agar jangan jatuh ditimpa tangga, agar jangan memberati di akhirat, hamba lebih dahulu hendak meminta dimaafkan).
Dalam bertutur kata ada kaidah di Minangkabau “bakato di bawah-bawah”yang mengandung makna ada keharusan tidak boleh membanggakan diri. Kearifan ini adalah termasuk ajaran syarak, yaitu “kullu dzi ‘ilmin ‘alimun” artinya
setiap yang berilmu, masih ada yang lebih berilmu.
Dalam ungkapan keseharian kini disebutkan, di atas langit masih ada langit.
Takabur dan menyombongkan diri satu sikap tercela di dalam tata pergaulan Masyarakat
Adat.
Sikap tawadhu’ atau tidak menyombongkan diri itu, terlihat dari cara berucap dan
menyampaikan maksud tujuan. Di sini kita melihat kekuatan kata di Minangkabau itu.

Seperti di ungkapkan di atas, kita belum tentu dapat memenuhi kehendak semua orang.
Walau semua orang yang datang mengharapkan sesuatu yang menyenangkan dan
memuaskan hatinya.
Seperti di ungkapan “sadonyo dunsanak nan datangko – tantu bakandak tabu nan
manih” –
Adalah satu keniscayaan bahwa semua semua berkehendak tebu yang manis.
Namun dalam realita kehidupan, tidak semuanya manis. Ada juga yang hambar tidak
berasa. Di sinilah terletak kearifan itu, bahwa “ kok tabu tibarau tasuo – itu nan ado
diambo –.
Kalau tebu tibarau, yang tersua, karena itulah yang ada pada hamba.
Agar tida terjadi umpatan, yang dapat berakibat kepada putusnya hubungan atau rusaknya
kekeluargaan dan kekerabatan, maka rela dan maaf sangat diperlukan.

Umumnya orang akan memulai pembicaraannya dengan kalimat seperti di ungkapan ini, “pado manjadi upek puji – jan jatuah dihimpok janjang – nak jan mambarek ka akiraik – ambo nak mintak di ma’afkan”. Kemaafan berkaitan dengan kebahagiaan di dunia, karena hubungan silaturahim tetap baik, dan di akhirat juga mendapatkan pahala. Kalimat ini, menjadi bukti bahwa di dalam bertutur kata, orang Minangkabau tidak semata memikirkan wujud duniawi semata, tapi juga berfikir untuk kehidupan akhiratnya.

Barieh balabeh minangkabau -sanitiak tiado hilang -sabarih bapantang lipua ­nan salilik gunuang Marapi -sa edaran Sago jo Singgalang -salingka Talang jo Kurinci ­sampai kalauik nan sabideh -warih nan samo kito jawek -kato pusako nan diganggam ­ka ateh ta ambun jantan -kabawah ta kasik bulan -niniak moyang punyo hulayaik -hak nyato bapunyo -ganggam nyato ba untuak -salaruik salamo nangko -namo nyo kito urang minang -dek ketek kurang pangana -lah gadang aka pailang -jalanlah dialiah urang lalu -cupak dipapek rang panggaleh -dek elok kilek loyang datang -intan tasangko kilek kaco -disangko bulek daun nipah -kiro nyo picak ba pasagi -diliek lipek ndak barubah -dikambang tabuak tiok ragi -pado wakatu iko kini -lalok sakalok ba rasian -pikia nan palito hati -nanang nan baribu aka -dalam tanang bana mandatang ­paham tibo aka baranti -bana lah timbua sandiri nyo -asah kamudi disamoan -jikok padoman dibatua an -samo mancinto ka nan baiak -kok indak tajajak tanah tapi -indak kudaraik dari kito - hanyo kuaso dari tuhan - sasek suruik talangkah kumbali - pulang nyo ka balabeh juo -baitu adaik nan bapakai -kok sasek diujuang jalan -ba baliak ka pangka jalan -kito pilin aka nan tigo -suatu nan jahia janyo aka -kaduo mustahia janyo aka ­katigo nan wajib janyo aka -baiyo iyo jo adi -ba tido tido jo kako -barundiang jo niniak mamak -sarato nan tuo cadiak pandai -langkok jo imam jo tuangku -nan mudo arih budiman -bundo kanduang samo di dalam -asah lai duduak jo mupakaik -nak dapek bulek nan sagoloang -nak buliah picak nan salayang -saukua kito nan basamo -kito babaliak ba nagari.
Melah nyo barih dek pangulu
Nan mudo utang mamakai
Kok lah janiah aia di ulu
Tando muaro kasalasai
Manuruik pitua minangkabau - kalau rang mudo tanah minang - tantu sajo tabagi duo -nan partamo namo nyo anak bujang -nan kaduo namo nyo anak gadih -kalau di gabuang kaduonyo -jo caro bahaso ibu -sabutan nyo uda jo uni -surang bujang nan surang gadih -imbauan sarupo itu -bapakai sajak lahia kadunia -sampai kapado nyo lah kawin -kutiko lubuak alah bapancang -nan padang alah barajok -nan bujang lai pai ka rumah urang - nan gadih lah naiak rang sumando - kalau nan sipaik anak bujang - paliang indak tabagi tigo -partamo bujang Parisau -nan kaduo bujang Pangusau -nan katigo bujang Pusako -buliah dipiliah salah satu -bujang nan ma kakito pakai. Kalau nan untuak anak gadih - buliah dibagi tigo pulo - nan partamo gadih Alang alang - nan kaduo gadih Bungo malua -nan katigo gadih Bungo cangkeh -kok dicaliak mamangan minangkabau -nan tapakai di anak gadih -mancaliak batihnyo sajo lai sulik -apo lai mancaliak muko -kok diambiak arati kato -gadih pusako tanah minang -tasimpan di kasah rumin -nan diam di ateh anjuang -umpamo padi ranik jintan -nan tumbuah dilereang bukik -sacotok usah dek ayam -satangkai usah dek pipik -pandai manjaik manarawang - kok tanun nan inyo kacak - sarik lah kain tabangkalai - kok dicaliak masak kamasak -lah cukuik sadonyo ragam gulai -jokok dicaliak salampih lai -di zaman maso saisuak -niniak mamak mambuek rumah -asah banamo rumah gadang -labiah banyak marusuak jalan -kok indak mambalakang bana -ka jalan gadang nan lah ado -indak sarupo maso kini -dicaliak urang mambuek rumah -basasak an katapi jalan -dek sabab karano itu. Dicaliak ma’ana kato -dirunuik kato nan tadi -anak gadih di minangkabau ­indak buliah manjadi cover -samisa iyasan sampul majalah -nan banyak kito caliak kini -sabab ba alah dek baitu -padusi di minang kabau -nan di imbau jo bundokanduang ­bamulia an sapanjang adaik -lah rintang duduak jo sukatan -dek sabutan untuak baliau ­ambun puro ganggaman kunci -kok harato lah tibo ateh rumah -padi lah naiak kateh lumbuang -kunci baliau nan mamacik -pasak baliau nan mangungkuang -pandai mambagi samo banyak -bijak manimbang samo barek -mahia maukua samo panjang ­walau dicaliak maso kini -dek laku satangah niniak mamak -bakato kareh tiok hari -ma hariak ma antam tanah -batampuak buliah nyo jinjiang -batali buliah nyo irik -buliah nyo itam nyo putiahan -bulek sagolek kato inyo -dek sabab karano itu -lah banyak sawah nan tagadai -baiak tasando jo tajua -lah tandeh sawah jo ladang -gurun caia taruko tandeh -itu pulo pangka bala nyo -lah banyak padusi nan marasai -langkah lah banyak nan takabek - nan indak untuak nan nyo tariak - nan indak baban nan inyo pikua ­lah pai manjawek upah -baiak manumbuak jamua urang -atau pai basiang parak -ado nan pai batanam - komah lah samo kito caliak - dek harato lah licin tandeh - kutiko badan lah gaek -pai ma unyi panti jompo -anak indaklo ma acuahan -kok lai juo bapusako ­tantu indak co itu bana.
Sabuah lai nan takana -ka uda jo uni maso kini -falsafah pakaian lah nyo tuka ­nan lai manuruik adaik -falsafah pakaian minangkabau -pakaian palampok tubuah ­pakaian pandindiang tubuah -pakaian panutuik malu -pakaian panutuik auraik -kok pakaian palampok tubuah -tantu lah bisa kito caliak -apobilo barang nan dilampok ­jaleh ndak bisa kito caliak -dari subaliak nan malampok -kok pakaian pandindiang tubuah - tantu sajo baitu pulo - barang nan kito dindiang - lah jaleh indak kanampak - dari baliak nan mandindiang -kok pakaian panutuik malu -nan kamambuek kito malu ­
paralu ditutuik rancak rancak -agak saketek buliah mewah -nak tatutuik malu dari kaum
-indak kamungkin do raso nyo -kalau kito pai baralek -jo pakaian nan alah cabiak ­
kaum kito sato dapek malu - tapi kini dek uni jo uda - guno pakaian pambungkuih tubuah
-lah bisa kito bayangan -kalau barang nan kito bungkuih -lah jaleh samo bantuak nyo ­
jo bantuak bungkuih nan dilua -kok dapek uni jo uda -nan ado diranah minang -ijan
tabao rendoang pulo - nan sasuai jo bunyi pantun.
Barakik rakik ka hulu Baranang ranang katapian Basakik sakik daulu Basanang sanang kamudian
Elok nagari dek pangulu Rancak nyo kampuang dek nan tuo Elok musajik dek tuanku Rancak tapian dek nan mudo
Falsafah Pakaian Pangulu Dalam Pantun Adaik

Saluak :
Takanak saluak palangai Bayangan isi dalam kulik Panjang ndak dapek kito ukua
--Nan sipaik baliau cadiak pandai
-- Walau batenggang di nan rumik
-- Bapantang langkah ka talanjua
Leba ndak dapek kito bidai Tiok karuik aka manjala Tiok katuak budi marangkak
--Jadi pangulu kok lai pandai
-- Pandai bacupak di nan data
-- Indak namuah bakisa tagak
Dalam lilik baundang-undang Salilik lingkaran kaniang Ikek santuang dikapalo
--Kalau nyo langkah nan lah sumbang
-- Tando nyo paham lah bapaliang
-- Dunia akiraik kabinaso
Tampuak dek paham tiok lipek Lebanyo pandindiang kampuang
Panjang pandukuang anak kamanakan --Suko pangasiah ka nan ketek -- Batu ketek acok manaruang -- Ukua lah langkah ka bajalan
Hamparan rumah nan gadang Paraok gonjoang nan ampek Payuang panji marawa basa
--Kok tumbuah bana basilang -- Kok datang sudi jo siasek -- Indak bakisa di nan bana
Tampek bataduah kahujanan Tampek balinduang kapanasan Iyo dek anak kamanakan
--Tibo dimato indak bapiciangan -- Tibo diparuik indak bakampihan -- Nan bana samo ditagak-an
Nan sapayuang sapatagak Dibawah payuang dilingkuang cupak Manjala masuak nagari
--Tapijak dibaro hitam tapak -- Tapijak didarah sirah tapak -- Warih nan samo dironggohi
Kapa-i tampek batanyo Kapulang bakeh babarito Kusuik nan kamanyalasai
--Walau ba-a coba an tibo -- Baiman taguah didado -- Bapantang kusuik ndak salasai
Karuah nan kamanjaniahi Hukum adia katonyo bana Sapakaik warih mandiri-an
--Nak aman koto jo nagari -- Lahia jo batin jan batuka -- Indak manampuah rusuak jalan

Baju :
Babaju hitam gadang langan Langan tasenseang ndak pambangih Pa apuih miang dalam kampuang  --Kalau mambimbiang kamanakan -- Mamahek jan dilua garih -- Nak jan bacacek dalam kampuang
Pangipeh hangek nak nyo dingin Siba batanti baliak balah Baturap jo banang makau
--Indak bakucak lahia batin -- Kok tasuo gadang baralah -- Ukua jo jangko ndak talampau
Basuji jo banang ameh Panutuik jahik pangka langan Tando mambuhua ndak mambuku
--Pangulu kok lai tangkeh -- Tantu santoso kamanakan -- Nagari nan indak dapek malu
Langan balilik suok kida Basisiak makau ka amasan Gadang basalo jo nan ketek
--Pangulu paham kok caia -- Uleh jo buhua kok mangasan -- Bak kayu lungga pangabek
Tando rang gadang bapangiriang Tagak ba apuang jo aturan Ba ukua jangko jo jangkau
--Tagak pangulu kok bapaliang -- Unjuak kok indak babarian -- Pantangan adaik Minangkabau
Unjuak ba agak ba inggoan Lihia nyo lapeh ndak bakatuak Babalah sa hinggo dado
--Indak namuah bapangku tangan -- Walau kurang dapek ditukuak -- Taserak dikampuangan nyo
Rang gadang alam nyo leba Rang cadiak padang nyo lapang Indak karuah aia dek ikan
--Indak bakisa di nan bana -- Walau ba a coba an datang -- Bapantang guyah sandi iman Indak rusak gunuang dek kabuik
Paik manih pandai malulua
--Jan takuik ma elo suruik
-- Kalau nyo langkah lah talanjua
Tagang nyo bajelo-jelo Kanduanyo badantiang-dantiang Hati lapang paham saleso Pasiah lidah pandai barundiang

Sarawa :
Sarawa hitam gadang kaki Kapanuruik labuah nan luruih Panampuah jalan nan pasa
--Nan sipaik pangulu di nagari
-- Malu kok indak katahapuih
-- Tando nyo budi lah tajua
Kadalam koroang jo kampuang Sampai ka koto jo nagari Langkah salangkah baliak suruik
--Tagak pangulu kok nyo tangguang -- Tando bamain aka budi -- Bak gunuang dilampok kabuik
Pado pai suruik nan labiah Langkah salasai baukuran Ma agak kuku jan tataruang
--Pakai lah paham tulak raiah -- Simpai nan taguah diganggaman -- Itu pitua bundokanduang
Mangko sarawa kain hitam Paham hakikaik tahan tapo Manahan sudi jo siasek
--Buruak baiak pandai mangganggam -- Ba iman taguah didado -- Curiang barih dapek diliek
Mananti bandiang kok tibo
Kumuah bapantang kalihatan
--Tando nyo kapa banankodo
-- Mangko nyo turun kalautan
Walau sagadang bijo bayam
Jadi pantangan salamonyo --Saciok bak anak ayam -- Tandonyo pangulu lah sakato

Sisampiang :
Basisampiang sahinggo lutuik Kayo jo mikin alamaik nyo Patuik dalam ndak buliah senteang
--Malu kok indak katatutuik -- Ka runtuah adaik jo pusako -- Lah ilang ereang jo gendeang
Kok senteang ndak buliah dalam Mungkin jo patuik ka ukuran Lakeknyo impik kakida
--Cadiak pandai kok ndak bapaham -- Budi kok nyampang kalihatan -- Jadi sampik alam nan leba
Satantang jo ampu kaki Tandonyo lurih batujuan Suduik seroang manikam jajak
--Tando nyo kito lai babudi -- Kok tumbuah silang jo bantahan -- Pandai manimbang jo manggamak
Langkah bak cando bapatingkek
Alam satapak bakeh diam --Kok bak kayu lungga pangabek -- Kamanakan ka andam karam
Alun bakilek alah takalam
Bulan disangko tigo puluah --Alun diliyek lah tapaham --Lah tantu tampek bakeh tumbuah

Cawek :
Caweknyo suto bajumbaian Jumbai nan tangah tigo tampok Kapalilik anak kamanakan
--Walau bak mano pasakitan -- Nan buruak samo dipaelok -- Taserak namuah mangampuangan Kapangabek sako jo sangsako Nak kokoh lua jo dalam Guyahnyo bapantang tangga
--Paham guyah iman ndak ado
-- Ibaraik bajalan di nan kalam
-- Tando nyo budi lah tajua
Kokohnyo murah diungkai
Kabek sabaliak buhua sentak
--Jadi pangulu kok ndak pandai
-- Dalam aia jajak lah nampak
Rapek nagari nak ma ungkai Tibo nan punyo tangga sajo Rasio buhua dek pangulu
--Nan bak katidiang rarak bingkai -- Tangga ciek larak sado nyo -- Pantangannyo bana dek pangulu

Karih :
Tasisik karih di pinggang Sisik nyo tanaman tabu Latak nyo condoang kakida
--Kalau lah tagak mangupalang -- Runuik lah kato nan daulu -- Muluik jo hati jan batuka
Dikesoang mangko dicabuik Gambonyo tumpuan puntiang Tunangan ulu kayu kamaik
--Jan takuik maelo suruik
-- Dalam bulek usah basandiang
-- Bogo kamati dalam niaik
Kokohnyo indak dek ambalau Guyahnyo bapantang tangga Tagoknyo murah dicabuik
--Kalau nan adaik minangkabau -- Asah bacupak di nan data -- Malu kasamo kito japuik
Bengkok nan tangah tigo patah Luruihnyo manahan tiliak Bantuak dimakan siku-siku
--Nyampang ratak mambao pacah  -- Batin tasimpan jan tabatiak -- Runuik lah paham jo ilimu
Raso nan dibawo naiak Pareso nan dibawo turun Alua patuik jalan batampuah
--Batin tasimpan kok tabatiak -- Alua patuik sinan bahimpun -- Pasak kungkuang paham nan taguah
Bamato baliak batimba Sanyawa pulo jo gombanyo Tajam nan indak mangalupang
--Kalau barasak dinan bana -- Suok kida badai manimpo -- Tando nyo langkah nan lah sumbang
Kok tajam indak maluko-i
Jajak ditikam kanai juo --Nan salah samo di ubahi -- Pulang nyo kabalabeh juo
Alah bakarih samporono
Pakirin rajo majopahik --Tuah basabab bakarano --Pandai batenggang di nan rumik

Tarompa :
Takanak tarompa kulik kalaf Kapananai sangsako nak nyo tagok Sako nak tatap jo enggeran
--Bogo manusia basipaik kilaf -- Nan buruak samo dipaelok -- Usah manguntiang dilipatan
Kapanuruik labuah nan goloang Panampuah jalan nan pasa Sampai ka koto jo nagari
--Walau didunia toloang manoloang -- Usah barasak di nan bana -- Pado tacemo dinagari
Panuruik anak kamanakan Mancaliak parik nan ta-ampa Adokoh rando dapek malu  --Nyampang tatampuah di nan bukan -- Tando nyo budi lah tajua -- Babaliak ka kato nan daulu
Kok jauah kamancaliak-caliak Jikok ampiang manyilau-nyilau Jikok malam danga-danga an
--Kok lai mancinto ka nan baiak
-- Indak baniaik nak mangacau
-- Samo mancari ridha tuhan
Bajalan ba aleh tapak Malenggang babuah tangan Manuruik adaik jo limbago
--Bogo kamalah ka di asak
-- Kato bana jadi padoman
-- Baitu adaik nan biaso

Tungkek :
Tungkeknyo dari kayu kamaik Ujuang tanduak kapalo perak Kapanupang sako jo sangsako --Walau kamati dalam niaik -- Indak namuah bakisa tagak
-- Itu pakaian salamonyo
Kapanahan sako nak jan rabah Panueh sangsako nak jan lipua Sako nak tatap jo enggeran
--Jiko tapijak di nan salah -- Tando nyo langkah lah talanjua -- Bak rumah gadang katirihan
Ingek samantaro balun kanai
Kulimek sabalun habih
--Walau tatungkuik tagulampai
-- Nan miang samo kito kikih
Malantai sabalun lapuak
Maminteh sabalun hanyuik
--Kok nyampang bakisa duduak
-- Kato nan bana ka disabuik
Gantang tatagak jo lanjuangnyo Sumpik tatagak jo isinyo
Adaik tatagak jo limbago --Kok nyampang paham basangketo -- Nak jan tumbuah cacek binaso -- Cari lah ujuang jo pangka nyo
Adaik nan batalago buek Cupak nan tarang samato Taga dek sipaik nan badiri
--Warih nan samo kito jawek -- Pusako samo ditarimo -- Baitu adaik nan usali

Undang Duo Puluah :
Undang undang nan duo puluah
Yaitu tabagi duo --Mintak didanga sungguah sungguah --Nak dapek paham ma’ananyo
Duo baleh untuak panuduah
Salapan untuak pancemo --Hiduik didunia kok ndak sungguah --Di akiraik antah bak mano
Anggang lalu atah pun jatuah
Pulang pagi babasah basah --Pangulu kok lai satubuah --Tantu rakyaik jadi sabingkah
Bajalan bagageh gageh
Bajua bamurah bamurah --Tungganai nagari kok lai tangkeh --Gunuang nan tinggi jadi randah
Talacuik tapakuak mati
Talalah takaja pulo --Nan mudo kok lai barani --Mungkasuik sampai kasadonyo
Putuih tali ditangah jalan
Batimbang kato dek manjawok --Alim ulama kok sapaham --Apo dibuek jadi tagok
Tacancang bariang lah luko Tabayang batubuah nampak  --Pangulu kok lai sakato
--Manuruik rakyaik nan banyak
Kacondoangan mato rang banyak
Tibo pikek langau tabao --Parik paga kok lai bijak --Nagari aman jo santoso
Itulah undang duo baleh
Nak samo kito mamahami --Pakailah rundiang nan bakieh --Kito tapuji dinagari
Kok hanyo undang nan salapan
Mari nak samo kito liek --Nak jan tatampuah di nan bukan --Salah tampuah buliah di ambek
Dago dagi mambari malu
Sumbang salah laku parangai --Tapati kato nan daulu --Mangkonyo kusuik kasalasai
Maliang curi ka liang lantai
Tikam bunuah padang badarah --Walau tatungkuik tagulampai --Usah bakisa di nan bana
Sia baka sapotoang suluah
Upeh racun tabang basayok --Bogo hancua bogo kaluluah --Nan buruak samo dipaelok
Samun saka tagak dibateh
Umbuak umbi budi marangkak --Suok kida ombak ma ampeh --Usah bakisa tampek tagak
Itulah undang nan salapan
Nak samo kito mamahami --Kunci lah biliak kaimanan --Nak jan tacemo dinagari

Falsafah Pakaian Bundo Kanduang
Tingkuluak :
Takanak tingkuluak dikapalo Bantuak lahia bayangan isi Panjang ndak dapek kito ukua Leba ndak dapek kito bidai Tiok lipek akak manjala Tiok katuak budi marangkak Gonjoang ateh baliak batimba Lambang nareco bayang adaik Adaik nan basandi syarak Syarak nan basandi kitabullah Walau kabek buliah dibukak Nan buhua ndak buliah guyah Ujuangnyo duo bajumbai Sajumbai dimuko kaniang Jadi sumandan dalam kampuang Sajumbai jatuah kabalakang Panampin niniak jo mamak Salilik lingkaran kaniang Ikek santuang dikapalo Tampuak dek paham tiok lipek Lebanyo pandindiang kampuang Panjang pandukuang anak katurunan Hamparan rumah nan gadang Paraok gonjoang nan ampek Bakeh bataduah kahujanan Bakeh balinduang kapanasan Iyo dek anak katurunan Nan sapayuang sapatagak Dibawah payuang lingkungan cupak Manjala masuak nagari Kapai tampek batanyo Kapulang tampek babarito Kusuik nan ka manyalasai Karuah nan kamanyaniahi Hukum adia katonyo bana Sapakaik warih mandiri an

Baju :
Babaju kuruang gadang langan Pa apuih miang dalam kampuang Pa ngipeh angek nak nyo dingin Siba batanti timba baliak Batabua perak ba ukia Baturap jo banang ameh Basuji jo banang makau Panutuik jahik pangka langan Tando mambuhua ndak mambuku Ma uleh indak mangasan Langan balilik suok kida Basisiak makau ka amasan Gadang basalo jo nan ketek Tandonyo bundo bapangiriang Tagak ba apuang jo aturan Ba ukua jangko jo jangkau Unjuak ba agak bainggokan Lihianyo lapeh tak bakatuak Babalah sahinggo dado Bundo kanduang alamnyo leba Bundo kanduang padangnyo lapang Ndak kruah aia dek ikan Ndak rusak gunung dek kabuik Pahik manih pandai malulua

Dukuah :
Takanak dukuah dilihia Dukuah pinyaram bungo inai Bagalang salingkaran tangan Ba cincin sa ukuran jari Tumpuan subang ka talingo Tumpuan canggai ka kalingkiang Alua patuik sinan bahimpun Latakan suatu di tampeknyo Didalam cupak jo gantang Ma hawai jan sapanjang tangan Unjuak ba agak bahinggokan Kalau malabiahi ancak ancak Jikok manurangi sio sio

Kokdek :
Bakodek kain balambak Ba ukia ba mego mego Ukia basalo pucuak rabuang Kaluak paku galuang galuangan Aka cino jangkau jangkau an Saiak ajik mamacah ragi Dibawah itiak pulang patang Basalo jo bada mudiak Di tangah bungo kiambang Dalamnyo diateh tumik Patuik dalam ndak buliah senteang Kok senteang tak buliah dalam Mungkin jo patuik ka ukuran Lakeknyo impik ka kida Tandonyo luruih batujuan Suduik seroang manikan jajak Langkah bak cando bapatingkek Alam satapak bakeh diam Mamakai raso jo pareso Raso nan dibawo naiak Pareso nan dibawo turun Alua patuik jalan ditampuah Bajalan si ganjua lalai Pado pai suruik nan labiah Samuik tapijak indak mati Alu tataruang patah tigo Tibo di lasuang ramuak rampak Alun bakilek lah bakalam Bulan disangko tigo puluah Alun diliek lah tapaham Lah tantu tampek tumbuah

Salempang :
Salempang suto bajumbaian Panjangnyo tangah tigo kaco Bajumbai perak baukia Baukia bapucuak rabuang Basuji jo banang ameh Baturap jo banang makau Pucuak paku galuang galuangan Aka cino jangkau jangkauan Kapalilik anak kamanakan Pangabek sako jo pusako Nak kokoh lua jo dalam Kabek sabalik buhua sentak Rapek nagari nak maungkai Tibo nan punyo tangga sajo

Tarompa :
Takanak tarompa kulik kalaf Kapananai sako jo sangsako Kapanuruik labuah nan luruih Panampuah jalan nan pasa Baiak ka dalam koroang kampuang Sampai ka koto jo nagari Bajalan ba aleh tapak Malenggang babuah tangan Malangkah jan salelo kaki Ma agak kuku jan tataruang Ingek sabalun kanai Kulimek sabalun habih Maminteh sabalun hanyuik Malantai sabalun lapuak Padang, Juni 2007. Maaf alun sudah Alun dikoreksi.

Adaik nan Sabana Adaik
  1. 1.     Adalah kaedah alam, sifatnya sudah “given” tidak berubah sepanjang masa – sebagai rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa --, yang disebut dalam istilah hokum “ indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan “, inilah yang disebut “Sunnatullah”, yaitu ketentuan Allah Pencipta Alam semesta, yang telah diterima oleh manusia secara menyeluruh (universal), yang dalam istilah ilmu disebut “fenomena alam”.

  1. 2.     Dipakai sebagai timbangan asli (cupak usali) karena begitulah sifat alam (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, tanah, api, angin) diciptakan oleh Allah SWT. Sifat ini tidak akan berubah, dalam tubuh manusia/hewan/tumbuhan dibawa oleh “gen” yang berupa struktur RNA dan DNA yang nyatanya tidak sama pada setiap individu.

  1. 3.     Cupak usali dalam bahasa hukum disebut yurisprudensi, yaitu pedoman untuk memepat atau menorah cupak buatan (yakni hokum yang di buat oleh manusia), yang oleh kita dikenal selama ini dengan istilah “alam takambang jadi guru”, dalam bahasa filsafat ilmu disebut “analogi”, pengungkapannya dilafatkan dalam pahatan “kato” (yaitu kalimat pendek yang luas maknanya), itulah “kato dahulu”, nilainya berada pada domein hakikat.
sumber : http://www.pandaisikek.net/

Silat Bayang Buayo

Posted by Unknown | | Posted in

Asal Usul
Silat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip oleh (Maryono, 2000:5), adalah permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Lebih khusus lagi, silat diartikan sebagai “permainan yang didasari ketangkasan menyerang dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata”, sedangkan bersilat bermakna “bermain dengan menggunakan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri” (Kompas, 1996: 18). Lepas dari berbagai devinisi itu yang jelas bahwa gerakan-gerakan silat mengandung keindahan (seni). Oleh karena itu, silat sering disebut dengan “seni bela diri”.
Di pesisir selatan Sumatera Barat (Indonesia), tepatnya di daerah Bayang, ada sebuah seni bela diri yang disebut sebagai  Silat Bayang Buayo. Salah seorang pendekarnya, Haji Nasrul, mengatakan bahwa nama silat tersebut sangat erat kaitannya dengan jurus-jurus khas yang ada di dalamnya. Jurus-jurus itu sebagian besar diambil dari gerak-gerik seekor buayo (buaya) ketika sedang  menyerang musuh atau mangsanya. Oleh karena jurus-jurusnya menyerupai gerakan seekor buayo dan hanya ada atau berasal dari daerah Bayang, maka silat tersebut kemudian diberi nama “Silat Bayang Buayo”.
Jurus-jurus yang ada di dalam seni bela diri ini tergolong memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena tidak hanya memerlukan kecepatan dan ketepatan, tetapi juga keberanian menyerang lawan. Belum lagi, harus mempraktekkan teknik yang menjadi salah satu ciri khasnya, yaitu kombinasi antara melompat, jatuh berguling yang disertai dengan tendangan dan atau tangkapan. Selain itu, harus melakukan improvisasi gerak yang disesuaikan dengan reaksi dari lawannya. Oleh karena itu, seseorang baru dapat dikatakan mahir jika menguasai jurus-jurus dan teknik-teknik tersebut.
Teknik-teknik Khas Silat Bayang Buayo
Ada dua jenis teknik atau gerakan yang dianggap paling “mematikan” dalam Silat Bayang Buayo. Teknik pertama, pesilat berada dalam posisi rebah menyamping dan bertumpu pada sikut kiri, sementara lawan yang berpisau menyerang dari arah atas (foto 1). Untuk menghindari serangan, pesilat merebahkan diri ke balakang kemudian menyilangkan kedua kakinya (menyerupai gunting), dengan maksud menahan lajunya tangan kanan lawan yang memegang pisau (foto 2). Kemudian pesilat memutar pergelangan kaki kanan ke arah kanan, sementara kaki kiri mengunci lipatan sikut kanan penyerang. Akibat gerakan ini penyerang terpelintir dan jatuh ke samping kiri (foto3). Untuk mengantisipai agar tidak jatuh cidera, lawan menggulingkan tubuhnya ke samping, sehingga posisinya menjadi telentang dan siap melakukan serangan balasan (foto 4). Kemudian, lawan melakukan tendangan dengan kaki kiri ke arah muka pesilat, namun hal itu disambut dengan tangkapan dan kuncian dengan tangan kanan, sementara tangan kiri merebut pisau dari tangan lawan (foto 5). Sambil tetap mengunci kaki, pesilat mengakhirinya dengan menjambak rambut lawan dan sekaligus menempelkan pisau ke leher bagian belakang lawan (foto 6).
Teknik kedua, pesilat menanti serangan lawan dengan posisi di bawah, sementara lawan dengan pisau terhunus siap melakukan serangan (foto 7). Lawan melakukan sabetan ke arah leher pesilat, namun dapat dielakkan dengan cara merendahkan badan sambil memiringkan dan menurunkan kepala (foto 8). Pesilat kembali ke posisi semula, sementara lawan siap untuk melakukan serangan berikutnya (foto 9). Kali ini lawan melakukan tusukan ke leher pesilat sambil sedikit merendahkan kuda-kudanya, namun hal itu dapat dihindari oleh pesilat dengan cara memiringkan badan ke samping kanan sehingga pisau hanya sampai di dekat mulut saja (foto 10). Pesilat dengan sigap menggigit pisau, sementara tangan kirinya memegang pangkal telapak tangan lawan (foto 11). Setelah pisau terlepas dari genggaman penyerang, pesilat melanjutkan serangannya dengan memelintir tangan kanan lawan ke arah kiri, sehingga badan lawan menjadi miring ke kanan (foto 12). Karena keseimbangan badan lawan sudah hilang, maka dengan hanya sekali dorong, penyerang jatuh telentang (foto 13). Jika hendak mencelakakan lawan, maka pesilat dapat melakukan serangan balasan dengan menyabetkan pisau ke leher penyerang (foto 14 dan 15).
Nilai Budaya
Silat Bayang Buayo sebagai seni bela diri yang ada di daerah Bayang (Sumatera Barat), jika dicermati di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain: kesehatan, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan sportivitas.
Nilai kesehatan tercermin dari gerakan jurus-jurus dan teknik-teknik yang dilakukan, baik ketika sedang berlatih maupun bertanding. Gerakan-gerakan itu dapat disamakan dengan olah raga karena otot-otot akan menjadi kuat dan aliran darah pun menjadi lancar, sehingga tubuh menjadi kuat dan sehat. Tubuh yang sehat, sebagaimana kata peribahasa (Mensana in Korporesano), di dalamnya terdapat jiwa yang sehat pula. Ini artinya, kesehatan merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo.
Nilai kerja keras tercermin dari usaha untuk menguasai jurus-jurus dan teknik-teknik yang ada dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo. Untuk dapat menguasainya dengan baik, maka diperlukan kerja keras, baik ketika berlatih maupun dalam pertandingan yang sebenarnya. Tanpa kerja keras, mustahil jurus-jurus dan teknik-tekniknya yang rumit itu dapat dikuasai secara sempurna. Tanpa kerja keras pula mustahil kemenangan dapat diperoleh dalam suatu pertandingan. Bertolak dari pemikiran itu, maka kerja keras merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo.
Mempelajari seni bela diri Silat Bayang Buayo berarti mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan, baik demi keselamatan dirinya maupun orang lain yang memerlukan pertolongannya. Dengan menguasai seni bela diri Silat Bayang Buayo, seseorang akan menjadi percaya diri dan tidak takut dengan gangguan dan atau ancaman dari pihak lain. Bahkan, ia akan rela menolong orang yang tertindas. Bertolak dari pemikiran ini, maka kepercayaan diri merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo.
Mempelajari seni bela diri Silat Bayang Buayo juga memerlukan kedisiplinan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap aturan-aturan persilatan. Tanpa kedisiplinan diri dan taat serta patuh kepada aturan-aturan persilatan, mustahil jurus-jurus dan teknik-teknik yang ditekuni dapat dikuasai dengan sempurna. Malahan, bukan hal yang mustahil dikeluarkan dari perguruan. Ini artinya, kedisiplinan merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo.
Untuk “mengasah” ilmu silat setiap muridnya, pada umumnya di dalam sebuah perguruan silat diadakan latih-tanding dan pertandingan. Dalam latih-tanding atau pertandingan tersebut, tentu diperlukan adanya sikap dan perilaku yang sportif dari para pelakunya, sebab akan ada pesilat yang kalah dan menang. Nilai sportivitas tercermin dari pesilat yang kalah akan mengakui keunggulan lawan dan menerimanya dengan lapang dada. Oleh karena itu, sportivitas merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam seni bela diri Silat Bayang Buayo. (AG/bdy/47/7-07)
Sumber:
http://www.duel.melsa.net.id
Maryono, O’ong. 2000. Pencak Silat. Yogyakarta: Galang Press.

Tenun Songket Pandai Sikek

Posted by Unknown | | Posted in

Pandai Sikek adalah sebuah daerah yang berada di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Di daerah ini ada sebuah kerajinan tenun yang disebut “Tenun Songket Pandai Sikek”. Konon kabarnya, tenunan dari daerah ini kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan tentunan Silungkang (Kabupaten Sawahlunto) dan tenunan Kubang-Payakumbuh (Kabupaten Lima Puluh Kota).

Produk kerajinan tenun songket Pandai Sikek tidak hanya terbatas pada berbagai macam pakaian seperti baju kurung dan destar, tetapi juga berbagai kelengkapan upacara adat dan perkawinan, seperti: kodek songket, saruang balapak, saruang batabua, selendang songket atau selendang batabua tingkuluak tanduak (tutup kepala wanita), dan sesamping (perlengkapan penghulu). Songket bagi masyarakat Minangkabau merupakan jenis pakaian yang tinggi nilainya (sangat dihargai). Oleh karena itu, pemakaiannya terbatas pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan tertentu, seperti: perkawinan, batagak gala (penobatan penghulu), dan penyambutan tamu-tamu penting.

Berdasarkan tujuannya, pembuatan tenun songket dapat dibedakan menjadi dua, yaitu untuk keperluan sendiri dan untuk diperdagangkan. Jika pembuatannya hanya untuk keperluan sendiri dan atau sanak-saudara (kerabat), maka biasanya dilakukan setelah pulang dari sawah atau setelah pekerjaan rumah tangga selesai. Akan tetapi, jika untuk diperdagangkan, maka pembuatannya dilakukan dari pagi hingga sore hari oleh tenaga kerja yang umumnya adalah kaum perempuan. Diantara para pekerja itu ada yang sebelumnya magang (belajar) kemudian, setelah menguasai, menjadi tenaga kerja di tempat yang bersangkutan. Tetapi pada umumnya adalah orang-orang yang telah menguasai teknik pembuatan songket. Penguasaan atau kepandaian itu umumnya diperoleh dari orang tuanya. Sebagai catatan, pekerja dan pengusaha tenun songket Pandai Sikek adalah kaum perempuan karena kaum lelaki menganggap bahwa kegiatan itu lebih cocok dilakukan oleh kaum perempuan. Jadi, jika ada lelaki yang terlibat, maka hanya sekedar membantu saja. Hal-hal yang bersifat pokok tetap dilakukan oleh kaum perempuan.

Peralatan dan Bahan
Peralatan tenun songket Pandai Sikek dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu. Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai “panta”. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan (suatu alat yang digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), sisia (suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh benang tenunan), pancukia  (suatu alat yang digunakan untuk membuat motif songket, dan turak  (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar). Panta yang ditempatkan pada suatu tempat yang disebut pamedangan (tempat khusus untuk menenun songket) itu, di depannya diberi dua buah tiang yang berfungsi sebagai penyangga kayu paso. Gunanya adalah untuk menggulung kain yang sudah ditenun. Sedangkan, yang dimaksud dengan peralatan tambahan adalah alat bantu yang digunakan sebelum dan sesudah proses pembuatan songket. Alat tersebut adalah penggulung benang yang disebut ani dan alat penggulung kain hasil tenunan.

Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang disebut benang lusi atau lungsin. Benang tersebut satuan ukurannya disebut palu. Sedangkan, hiasannya (songketnya) menggunakan benang makao atau benang India. Benang yang  satuan ukurannya disebut pak ini didatangkan dari Singapura melalui Tanjungpinang.

Sebagai catatan, di masa lalu jika pengrajin menginginkan suatu warna tertentu, maka benang yang akan diwarnai itu dicelupkan ke air panas (mendidih) yang telah diberi warna tertentu, kemudian dijemur. Di masa kini hanya sebagian yang masih melakukannya. Sebagian lainnya langsung membeli benang-warna yang telah diproduksi oleh suatu pabrik.

Teknik Tenun
Pembuatan tenun songket dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penenunan kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos. Caranya benang-benang yang akan dijadikan kain dasar (ditenun) dihubungkan ke paso. Posisi benang yang membujur ini oleh masyarakat Pandai Sikek disebut “benang tagak”. Setelah itu, benang-benang tersebut direnggangkan dengan alat yang disebut palapah.

Pada waktu memasukkan benang-benang yang arahnya melintang, benang tagak direnggangkan dengan alat yang disebut palapah. Pemasukkan benang-benang yang arahnya melintang ini menjadi relatif mudah karena masih dibantu dengan pancukia dengan hitungan tertentu menurut motif yang akan dibuat. Setelah itu, pengrajin menggerakkan karok dengan menginjak salah satu tijak-panta untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga ketika benang pakan yang digulung pada kasali yang terdapat dalam skoci atau turak dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang karok) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan karok yang bersuri akan membentuk kain dasar.

Tahap kedua adalah pembuatan ragam hias dengan benang mas. Caranya agak rumit karena untuk memasukkannya ke dalam kain dasar mesti melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian yang menggunakan benang lusi ditentukan dengan alat yang disebut pancukie yang terbuat dari bambu. Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang lusi/lungsin itu harus dihitung satu persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Setelah jalur benang mas itu dibuat dengan pancukie, maka ruang untuk meletakkan turak itu diperbesar dengan alat yang disebut palapah. Selanjutnya, benang mas tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan.

Sebenarnya lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung jenis pakaian yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Bahkan, seringkali lebih dari satu bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5--10 sentimeter.

Sebagai catatan, kain songket tidak boleh dilipat harus digulung dengan kayu bulat yang berdiammeter 5 cm. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar bentuk motifnya tetap bagus dan benang mas-nya tidak putus, sehingga songketnya tetap dalam keadaan baik dan rapi.

Motif Ragam Hias Tenun Songket Pandai Sikek
Pada dasarnya motif-motif yang terdapat dalam tenun songket Pandai Sikek adalah cukie dan sungayang. Cukie adalah sebuah pola yang mengisi bagian-bagian dari kain. Misalnya, cukie untuk badan kain, cukie untuk kepala kain, cukie untuk tapi atau pola pinggir kain, dan cukie untuk biteh yang membatasi antarbeberapa motif (cukie). Nama-nama cukie tersebut pada umumnya dicontoh dari kain-kain tua yang masih tersimpan dengan baik dan hanya digunakan pada saat ada upacara adat, diantaranya adalah: cukie barantai, cukie bakaluak, cukie bungo tanjung, cukie kaluak paku, cukie barayam pucuak rabuang, cukie barayam tali-tali burung, cukie kaluak, lintadu bapatah, cukie bugis barantai, cukie bungo batang padi, ula gerang, cukie basisiak batali burung, cukie kaluak bungo sikakau, cukie bareh randang, arai pinang baakar cino, pucuak rabuang bajari, cukie pucuak rabuang bungo sikakakau, cukie bugis batali, cukie bungo sitaba, cukie batang padi, lintadu bararak, cukie kaluak babungo, cukie tapak manggis batali, cukie barayam talang-talang, cukie ulek sipadiah, tupuak manggis barantai, itik pulang patang, bijo antimun dan bungo tanjuang, tali burung, talue burung, cukie kaluak ampek puluah, cukie barakar, ayam tadie ilalang, cukie baayam baakar, cukie basisiak batang pinang, bareh randang dan biku-biku.

Sedangkan sungayang adalah corak keseluruhan kain tenun atau songket. Nama-nama motif sungayang diantaranya adalah: Saik Kalamai, Buah Palo, Balah Kacang, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Simasam, dan Silala Rabah. Untuk lebih jelasnya contoh-contohnya di bawah ini.
.
Saik kalamai
Buah palo
Balah kacang
Barantai putiah
Barantai merah
Tampuak manggih
Salapah
Kunang-kunang
Api-api
Cukie baserak
Sirangkak
Simasam
Silala rabah
Nilai Budaya
Tenun Songket Pandai Sikek jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.

Nilai kesakralan tercermin dari pada pemakaiannya yang pada umumnya hanya digunakan pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan dan batagak gala (penobatan penghulu). Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah tenun songket yang bagus. (AG/bdy/50/7-07)

Sumber:
http://www.tenun-pusako.com.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Khasanah Budaya Nusantara VII. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Latest Posts :

Hotel

Kuliner

Wisata

Artikel Lainnya » » More on this category » Artikel Lainnya » »

Musik

Tari

Ukiran

Artikel Lainnya » » Artikel Lainnya » » Artikel Lainnya » »

Top Post

Coment

Adat

Artikel Lainnya»

Budaya

Artikel Lainnya »

Sejarah

Artikel Lainnya »

Tradisi

Artikel Lainnya »

Di Likee "Yaaa.." Kalau Postingan Di sini Sangat Bermanfaat Dan Membantu bagi Anda ..