Published On:Senin, 19 Desember 2011
Posted by Unknown
Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 2
11. Masjid Tuo Kayu Jao
Agama Islam di Kabupaten Solok, Sumatra Barat, telah berkembang sejak abad ke-16. Fakta sejarah ini dibuktikan dengan berdirinya Masjid Tuo Kayu Jao, berusia 400 tahun. Meski bangunan bergaya Masjid Demak, Banten, ini sempat dipugar tapi sebagian besar bangunan masjid masih asli.
Atap masjid ini terbuat dari ijuk, ciri khas atap rumah adat Minang. Tiang penyangga masjid berjumlah 27 buah, melambangkan jumlah suku dan golongan yang ikut mendirikan masjid ini. Selain itu terdapat sebuah mihrab yang masih utuh dan bedug yang diperkirakan berusia sama dengan masjid. Hingga saat ini Masjid Tuo Kayu Jao masih menjadi tempat beribadah warga setempat. Pemerintah Provinsi Sumbar telah menetapkan masjid ini sebagai cagar budaya, bukti sejarah penyebaran agama Islam di Solok.
13. Masjid Limo Kaum
14. Masjid Pincuran Gadang
Terdapat di Matur Hilir, persisnya terletak di Pincuran Gadang. Disinilah kitab mulai dikembang, ajaran Islam mulai difatwakan keseluruh anak negeri disekitar penghujung abad ke XVII oleh beliau Tuanku Abdul Hamid.
15. Masjid Raja Siguntur
Terletak di Dusun Ranah, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Bangunan masjid berada dalam satu kompleks dengan makam Raja-raja Siguntur dan rumah adat Siguntur. Di sebelah barat masjid mengalir Sungai Batanghari yang terkenal dengan peninggalan purbakala di sepanjang alirannya. Masjid Siguntur berdiri di atas tanah berukuran 21,7 x 19 m. Bangunan berdenah persegi panjang berdinding batu kali di semen, atap susun tiga dari seng. Masjid dikelilingi pagar beton di bagian depan dan pagar kawat duri di bagian samping dan belakang. Pintu masuk halaman terdapat di bagian timur terbuat dari besi, sedangkan pintu masuk masjid hanya satu buah terdapat di sisi timur. Ruang utama masjid berukuran 15 x 10 m, berdinding batu kali setebal 40 cm diplester semen. Lantai yang semula berkolong dan terbuat dari papan kayu, sekarang telah diurug dan disemen tanpa kolong. Masuk ruang utama melalui sebuah pintu di sisi timur berukuran 12,5 x 1 m terbuat dari kayu yang berwarna krem. Pintu tersebut mempunyai dua daun dan berbentuk jalusi, masing-masing berukuran 2,15 x 0,50 m.
Dalam ruang masjid juga terdapat delapan buah jendela berdaun dua terbuat dari kayu berwarna krem, berukuran 1,75 x 0,75 m. Setiap daun jendela berukuran 1,75 x 0,37 m. Bangunan masjid mempunyai lima tiang utama (sokoguru) berdiameter 0,40 m dan tinggi 7,85 m dari kayu ulin. Sedangkan tiang pembantu berjumlah 12 buah dengan bentuk berbagai segi setinggi 5 m. Selain itu, bangunan masih ditunjang oleh tiang semu (pilaster) berjumlah 12 buah dengan masing-masing sisi 3 buah yang berfungsi sebagai penahan beban atap. Bangunan mihrab menjorok keluar di sisi barat berukuran 1,22 x 2 m, terbagi dua dengan mimbar di sebelah kanan. Mimbar masjid Siguntur sekarang sudah tidak dimanfaatkan lagi karena dalam masjid ini tidak diselenggarakan sholat Jumat. Tempat wudlu (bangunan baru) terdapat di sebelah utara masjid berukuran 7 x 3 m yang terbagi dalam tiga ruangan. Bangunan terbuat dari batu semen. Dalam kompleks Masjid Siguntur terdapat makam Raja-raja Siguntur yang terdapat di sebelah utara bangunan masjid. Kompleks makam berdenah segi lima dengan ukuran panjang yang berbeda. Makam dibuat sangat sederhana, hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Dari sekian banyak makam hanya enam makam yang diketahui, yaitu makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali A. Tuangku Bagindo V dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.
Dalam ruang masjid juga terdapat delapan buah jendela berdaun dua terbuat dari kayu berwarna krem, berukuran 1,75 x 0,75 m. Setiap daun jendela berukuran 1,75 x 0,37 m. Bangunan masjid mempunyai lima tiang utama (sokoguru) berdiameter 0,40 m dan tinggi 7,85 m dari kayu ulin. Sedangkan tiang pembantu berjumlah 12 buah dengan bentuk berbagai segi setinggi 5 m. Selain itu, bangunan masih ditunjang oleh tiang semu (pilaster) berjumlah 12 buah dengan masing-masing sisi 3 buah yang berfungsi sebagai penahan beban atap. Bangunan mihrab menjorok keluar di sisi barat berukuran 1,22 x 2 m, terbagi dua dengan mimbar di sebelah kanan. Mimbar masjid Siguntur sekarang sudah tidak dimanfaatkan lagi karena dalam masjid ini tidak diselenggarakan sholat Jumat. Tempat wudlu (bangunan baru) terdapat di sebelah utara masjid berukuran 7 x 3 m yang terbagi dalam tiga ruangan. Bangunan terbuat dari batu semen. Dalam kompleks Masjid Siguntur terdapat makam Raja-raja Siguntur yang terdapat di sebelah utara bangunan masjid. Kompleks makam berdenah segi lima dengan ukuran panjang yang berbeda. Makam dibuat sangat sederhana, hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Dari sekian banyak makam hanya enam makam yang diketahui, yaitu makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali A. Tuangku Bagindo V dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.
Mesjid ini berlokasi sekitar 5 km dari Batu Sangkar Kabupaten Tanah Datar ke arah Baso Kabupaten Agam. Diperkirakan dibangun pada tahun 1913.
17. Masjid Jami' Batang Piaman, Pariaman
18. Masjid Raya Gantiang
Masjid Raya Gantiang berlokasi di jalan Gantiang Kecamatan Padang Timur Kota Padang, mulai dibangun pada 1805 atas prakarsa tiga tokoh masyarakat kota Padang yakni Angku Gapuak, Syekh Haji Uma, dan Syekh Kapalo Koto dan selesai pada 1810. Bangunan Utama Mesjid memiliki luas 30 X 30 meter dengan baranda berukuran 4 meter di sekeliling mesjid. Di dalamnya terdapat 25 tiang segi enam berdiameter 50 cm. Masing-masing tiang terpasang kaligrafi nama nabi dan rasul. Mulai dari Adam hingga Muhammad. Mesjid Raya Gentiang memiliki 8 pintu masuk dan 8 jendela. Delapan pintu masuk konon berarti ajakan untuk sholat di Mesjid dengan niat masuk pintu sorga yang jumlahnya delapan. Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid banyak memberikan andil. Pada tahun 1918 Para Ulama Sumatera Barat pernah menjadikan mesjid raya Gantiang sebagai tempat musyawarah pertama untuk pengembangan agama Islam dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan agama di Minangkabau. Pada zaman proklamasi dan revolusi 1945 Mesjid Raya Gantiang sering. dijadikan lokasi rapat pemuda pejuang.
19. Masjid Raya Pakandangan Pelok
Terletak di Nagari Pakandangan Kabupaten Padang Pariaman. Masjid yang sekarang dijadikan sebagai masjid nagari ini diperkirakan didirikan pada tahun 1865.
sumber : http://allaboutminangkabau.blogspot.com/
Description: Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 2
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Masjid Tua dan Bersejarah di Minangkabau : Bagian 2