Malam bainai
~ malam bainai ~
Sebuah lagu minang terkenal berjudul malam bainai, melukiskan betapa meriahnya suatu upacara perkawinan di Minangkabau. Secara harfiah “bainai “ artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita. Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku. Lazimnya dan seharusnya acara ini dilangsungkan pada malam hari sebelum keesokan paginya CPW/calon anak daro melangsungkan akad nikah.
Mengapa acara memasang inai pada kuku-kuku tangan calon anak daro menjadi acara yang berarti dalam upacara adat ?
Kegiatan suatu keluarga ketika mengawinkan anak gadisnya untuk pertama kali di Minangkabau, bukan saja dianggap sebagai suatu yang sangat sacral, tetapi juga kesempatan bagi semua keluarga dan tetangga untuk saling menunjukkan partisipasi dan kasih sayangnya kepada keluarga yang akan berhelat (baralek). Karena itulah, pada malam hari sebelum akad nikah dilangsungkan semua keluarga dan tetangga terdekat tentu akan berkumpul di rumah yang punya hajat. Sesuai dengan keakraban masyarakat agraris mereka akan ikut membantu menyelesaikan berbagai macam pekerjaan, baik dalam persiapan di dapur maupun dalam menghias ruangan-ruangan dalam rumah.
Pada acara malam bainai itu diselenggarakan, seluruh kerabat dan handai tolan dari orang tua calon anak daro, diberikan kesempatan untuk memberikan doa restunya untuk melepas dara yang akan melangsungkan pernikahan pada keesokan harinya.
Riwayat acara bainai :
Pada mulanya memasang inai tidak saja upaya menampilkan kecantikan pada bagian dari anggota tangan anak daro, namun juga menurut kepercayaan kat zaman dahulu, kegiatan memerahkan kuku-kuku jari calon anak daro ini juga mengandung arti magis. Ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, mempunyai kekuatan untuk melindungi si calon anak daro dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan si calon anak daro.
Kuku-kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama ia berada dalam kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap terlindung dari segala mara bahaya.
Setelah selesai melakukan pesta-pesta, warna merah pada kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa ia sudah berumah tangga sehingga bebas dari gunjingan kalau ia pergi berdua dengan suaminya kemana saja.
Saat kini, kepercayaan kuno yang tak sesuai dengan tauhid Islam ini, sudah ditinggalkan. Sekarang memasang inai, merupakan bagian dari perawatan dan upaya menampilkan asesoris kecantikan anak daro, dan tidak lebih dari itu. Memerahkan kuku jari, tidak memiliki kekuatan menolak mara bahaya apa pun, karena perlindungan diri dari pengaruh jahat yang mengancam si anak daro, berada pada kekuasan Allah SWT.
Busana pada Malam Bainai
Karena pada acara malam bainai seringkali digabungkan dengan upacara memandikan si anak daro, maka anak daro mengenakan busana khusus yang disebut baju tokah dan bersunting rendah. Tokah adalah semacam selendang yang dibalutkan menyilang di dada sehingga bagian-bagian bahu dan lengan nampak terbuka. Agar suasana upacara adat perkawinan ini menjadi meriah, maka para hadir terutama kaum wanita, akan mengenakan baju kurung – khas minangkabau. Sedangkan kaum pria menggunkan baju teluk belanga.
Dalam acara ini hadir pula teman-teman calon anak daro yang sengaja diberi berpakaian adat Minang untuk lebih menyemarakkan suasana.
Tata cara Bainai
Jika acara memandikan calon anak daro hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, maka acara melekatkan tumbuhan inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita Minang ini dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk para tamu yang dihormati malam itu, termasuk oleh keluarga calon besan.
Di beberapa kenagarian di Ranah Minang, acara bainai ini juga dapat dilakukan bersamaan dengan mengikutsertakan calon pengantin pria. Namun kedua calon pengantin (anak daro dan marapulai) tidak dipersandingkan. Jika akan dipersandingkan juga, maka posisi duduk calon pengantin pria (CPP), tidak di sebelah kanan, tetapi di sebelah kiri calon pengantin wanita (CPW). Kuku jari yang diinai sama juga dengan acara mandi-mandi, harus ganjil jumlahnya. Paling banyak sembilan.
Pada kesempatan upacara memasang inai ini, setiap orang tua yang diminta untuk melekatkan inai ke jari calon anak memberikan nasehat secara berbisik ke telinga calon anak daro. Bisikan-bisikan itu bisa berlangsung lama, bisa sangat singkat. Nasehat-nasehat yang sangat rahasia mengenai kehidupan berumahtangga, atau bisa juga hanya sekedar gurau agar si calon anak daro tidak cemberut saja dihadapan orang ramai. Pelaksanaan acara akan dipimpin oleh seorang pemandu yang mampu menhidupkan acara ba – inai.
Di daerah Pariaman wanita yang memandu acara disebut uci-uci, untuk daerah nagari lain, pemandu acara mungkin dilakukan oleh amai – amai atau mande-mande sesuai dengan kebiasaan setempat. Seringkali juga pada malam bainai ini acara dimeriahkan dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisional Minang.
Di wilayah pesisir meliputi Painan, Padang – Pariaman hingga Lubuk Basung, hiburan yang ditampilkan ialah musik gamat dengan irama musik Melayu serta disertai joget Melayu Deli. Semua acara ini mengundang tamu agar secara spontan tegak menari bersama. Dengan menggunkan selendang-selendang, penari wanita akan mengajak kaum pria agar menari melayu secara bersama.
Music Playlist at MixPod.com
Description: Malam bainai
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Malam bainai