Headlines
Published On:Selasa, 11 September 2012
Posted by Unknown

Ulama Besar Minangkabau: Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Khalidi (1871-1970)


oleh: al-Faqir Apria Putra
dari buku penulis, "Bibliografi Ulama Minangkabau" (Padang: Komunitas Suluah, 2011)

Maulana Syekh Sulaiman ar-Rasuli Candung

Syekh Sulaiman ar-Rasuli atau yang dikenal dengan Angku Canduang nan Mudo dan Inyiak Canduang ini ialah salah seorang diantara ulama besar Minangkabau yang begitu terkemuka. Setelah wafatnya ulama-ulama, seperti Syekh Muhammad Sa’ad Mungka dan Syekh Khatib ‘Ali, maka beliaulah yang dituakan dikalangan kaum Tua dan yang memimpinnya. Sangatlah besar perjuangan beliau, apakah dalam membentengi mazhab Syafi’i dan Ahlussunnah, dalam bidang pendidikan dan tak ketinggalan dalam medan perjuangan kemerdekaan. Dalam wadah ulama-ulama Tua, Perti, beliaulah yang menjadi sesepuhnya, disamping ulama-ulama besar lainnya. Dalam pendidikan, beliau telah membuat model baru lembaga pendidikan sebagai pelanjut surau, model ala Madrasah yang dinamai dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI), dan kemudian tersebar ratusan banyaknya diberbagai penjuru Minangkabau.

Syekh Sulaiman dilahirkan di Candung pada tahun 1871 dari keluarga yang religius. Ayah beliau, Syekh Muhammad Rasul, seorang ulama terkemuka yang digelari dengan Angku Mudo Pakan Kamis. Dimasa belianya, Syekh Sulaiman belajar al-Qur’an kepada Tuan Syekh Muhammad Arsyad Batu Hampar. Setelah menamatkan al-Qur’an, beliau kemudian belajar ilmu alat kepada Syekh Tuanku Sami’ Biaro. Beberapa lama di Biaro, beliau menuju Sungayang bersama guru tuo beliau Tuanku Qadhi Salo, ulama yang dituju di Sungayang ialah Tuan Syekh yang dimasyhurkan dengan Tuanku Kolok (nenek dari Prof. Mahmud Yunus), alim fiqih terutama dalam ilmu Faraidh. Wafat Tuanku Kolok, Syekh Sulaiman melanjutkan pelajarannya kepada Tuan Syekh Abdussalam Banuhampu. Beselang berapa lama, beliau pindah ke Sungai Dareh Situjuah Payakumbuh. Tak berapa lama di Situjuah, Syekh Sulaiman dengan isyarat guru dan ayahanda beliau berangkat ke Halaban. Ulama yang dituju ialah seorang alim yang masyhur dalam tigo luak, yaitu Tuan Syekh Abdullah “Beliau Halaban” (w. 1926). Lama beliau di Halaban, yaitu 7 tahun. Di sini beliau mendapat kepercayaan Syekh Abdullah untuk menjadi “guru tuo”, sampai beliau diambil menantu oleh Tuan Syekh tersebut. Oleh karena ilmu yang telah mumpuni, beliau disuruh pulang oleh Tuan Syekh Abdullah untuk mengembangkan ilmu yang telah didapat dikampung halamannya, Candung. Setelah itu Syekh Sulaiman pulang, mengajar di kampung selama 6 bulan lamanya, kemudian berangkat ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam ke lima dan menambah ilmu pengetahuan. Di Mekah, Syekh Sulaiman belajar kepada ulama-ulama kenamaan, yaitu Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Mukhtar ‘Atharid as-Shufi, Sayyid Ahmad Syatha al-Makki, Syekh Usman as-Sarawaki dan Syekh Muhammad Sa’id Ba Bashil Mufti Syafi’i. Adapun vak keilmuan yang beliau dipelajari di Mekah mencakup ilmu ‘Arabiyah (ilmu alat), Fiqih, Tafsir, Hadist, Tasawuf dan lainnya.

Pada tahun 1907 beliau pulang ke tanah kelahirannya, dan kemudian melakukan langkah perjuangan. Mula-mula beliau melanjutkan Halaqah di kampung halamannya. Halaqah ini berkembang pesat dengan didatangi oleh murid-murid yang ramai dari berbagai penjuru negeri. Pada tahun 1928, Halaqah ini kemudian beliau ubah menjadi Madrasah dengan nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Perobahan ini diikuti oleh halaqah-halaqah surau lainnya di Minangkabau. Selanjutnya beliau menfasilitasi pertemuan ulama-ulama Minangkabau di Candung pada tahun 1930. Pertemuan ini menelorkan kesepakatan untuk mendirikan PTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), cikal bakal Perti. Organisasi ini mencapai puncak kejayaannya hingga dasawarsa ke 7 abad XX. Hampir seluruh ulama-ulama Tua Minangkabau menjadi penyokong wadah persatuan ini. setelah zaman kemerdekaan, Perti ditingkatkan statusnya menjadi Partai Politik Perti dan berpusat di Jakarta. Pada waktu itulah Perti benar-benar dikenal luas dan keberadaannya menusantara.


Logo Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah

Foto: Foto bersama Ulama-ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah di waktu ulang Tahun pertama Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, pada tahun 1929 (buku “Perjuangan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, oleh Syarqawi Machudum, Jakarta: Perpustakaan Tarbiyah Islamiyah, 2011)

Disamping sebagai seorang ulama besar, beliau juga dikenal selaku ahli adat. Kepakaran beliau memang diakui oleh masyarakat luas, hingga beliau diundang oleh penguasa gunung Sahilan untuk menyelesaikan sengketa adat. Beliau, Syekh Sulaiman, merupakan pribadi yang disegani kawan maupun lawan. Oleh karenanya, para pejabat pemerintahan dan pimpinan Belanda merasa perlu merapatkan diri kepada Beliau.
Adapun dalam faham keagamaan, sangat besar perjuangan beliau dalam mempertahankan Mazhab Syafi’i, aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Tarikat Naqsyabandiyah. Mengenai poin terakhir, Tarikat Naqsyabandiyah, semula beliau merupakan seorang yang anti pula, sebagai gurunya Syekh Ahmad Khatib. Namun setelah pertemuannya dengan Tuan Syekh Arsyadi Batu Hampar, dan bertukar fikiran berapa lama, kemudian beliau menyatakan khilaf dan bertaubat dihadapam Tuan Syekh Batu Hampar tersebut dengan berlinang air mata. Setelah itu beliau bersuluk dengan bimbingan Syekh tersebut pada tahun 1341 H dan mendapat ijazah dalam istilah Naqsyabandiyah. Sepulang khatwat tersebut beliau keras mempertahankan Tarikat Naqsyabandiyah, apakah dalam tabligh-tabligh, karangan-karangan maupun dalam debat terbuka, seperti muzakarah dengan Syekh Thaher Jalaluddin al-Falaki di Mesjid Jami’ Pasia. Dalam wadah Perti, bersama ulama-ulama Minangkabau yang sehaluan, beliau berusaha kuat untuk membentengi faham lama itu dari rongrongan kaum muda tersebut.

Foto: Konferensi Alim Ulama di Singapura (1943): (duduk dari kiri) Syekh Sulaiman ar-Rasuli dan Syekh Ibrahim Musa Parabek; (berdiri dari kiri) Mahmud Yunus, AR Sutan Mansur dan H Sirajuddin Abbas (buku Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Jakarta: Hidakarya Agung, t. th)

Begitulah keulamaan Syekh Sulaiman ar-Rasuli. Disamping meninggalkan murid-murid yang banyak, Syekh Sulaiman juga mewariskan karya-karya yang banyak kepada generasi selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang seorang yang besar, selain masyhur dengan murid-murid yang ramai, beliau juga seorang yang sangat produktif menulis. Ada satu kekhasan dalam karya-karya beliau, disamping menulis dalam bahasa Arab dan bahasa Jawi-Minang, beliau gemar menulis dengan gaya sya’ir layaknya pujangga, sehingga jadilah karya-karya beliau disamping memiliki muatan keagamaan, juga merupakan bentuk sastra yang saat itu sangat laris. Sampai-sampai dalam surat-surat beliau, apakah kepada istri dan anak-anaknya ditulis dengan gaya bersyair ini. salah satunya kita tampilkan disini sebuah sya’ir beliau yang menerangkan keinginan untuk tinggal mengaji di Mekkah, namun mengingat ummi beliau yang tidak mau berpisah dengan beliau, niat itu beliau urungkan:

Waktu mengarang faqir khabarkan
Di negeri candung tinggallah badan
Hati terbang kesubarang lautan
Ke negeri Mekah biladul Aman

Sungguh nak pindah di dalam hati
Tetapi ada seorang ummi
Ibuku kandung belahan hati
Dimana mungkin meninggalkan negeri

Ibuku sakit tidaklah sehat
Dimana mungkin dibawa hijrat
Jalanpun jauh tidaklah dekat
Barangkali sembahyang dijalan tidaklah dapat

Seputar kaum Muda, Syekh Sulaiman juga banyak menulis bait-bait sya’ir untuk menyatakan fasad-nya faham mereka. Dengan nada sindiran, beliau menyerang sendi-sendi gugatan kaum muda tersebut. Dan tak ketinggalan menasehati kaum muslimin agar tidak terpedaya dengan faham yang seperti itu. Diantara ungkapan beliau ialah:

Sekarang ada orang yang ingkar
Sudah masyhur didengar khabar
Namanya tidak hamba mendengar
Entah siapa nama yang mu’tabar

Khabarnya sudah hamba dengarkan
Ushalli fardhuz zhuhr ianya ingkar
Ibarat ulama hambar naqalkan
Dibelakang ini hamba tuliskan

Wahai sahabat taulan yang nyata
Orang yang muqallid namanya kita
Mengikut mujtahid yang punya kata
Jangan diikut faham yang dusta

Jangan dicari ke dalam Qur’an
Hadistnya nabi-pun demikian
Mujtahid mutlak punya bahagian
Nasi yang masak hendaklah makan

Kita nan tidak tahu bertanak
Api dan kayu tungkupun tidak
Hendaklah makan nasi yang masak
Orang yang cerdik janganlah gagak

Jikalau batanak tidak bakayu
Demikian lagi tidak bertungku
Lambek menahun nasinya tentu
Itu misalnya fiqir olehmu


Karya-karya Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang telah teridentifikasi sebanyak 22 judul. Besar kemungkinan masih banyak karya-karya Syekh Sulaiman yang belum tercatat.

Foto: cover salah satu karya tulis Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang berjudul "al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Qur'an" (terbit pada tahun

Klik Bintang Untuk Voting Anda
Rating: 4.5
Description: Ulama Besar Minangkabau: Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Khalidi (1871-1970)
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Ulama Besar Minangkabau: Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Khalidi (1871-1970)


About the Author

Posted by Unknown on Selasa, September 11, 2012. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Unknown on Selasa, September 11, 2012. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

2 comments for "Ulama Besar Minangkabau: Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Khalidi (1871-1970) "

  1. Tanyo ciek uda, dima uda dapek sejarah2 minangkabau? Ambo tabantu bana, sadang mancari2 tentang miangkabau, btw salam kenal yo da :)

  2. Terima kasih kembali..kalo ada manfaat nya silah kan di nikmati....

    dan salam knal balik juga yaa Melia

Posting Komentar
Latest Posts :

Hotel

Kuliner

Wisata

Artikel Lainnya » » More on this category » Artikel Lainnya » »

Musik

Tari

Ukiran

Artikel Lainnya » » Artikel Lainnya » » Artikel Lainnya » »

Top Post

Coment

Adat

Artikel Lainnya»

Budaya

Artikel Lainnya »

Sejarah

Artikel Lainnya »

Tradisi

Artikel Lainnya »

Di Likee "Yaaa.." Kalau Postingan Di sini Sangat Bermanfaat Dan Membantu bagi Anda ..

VISITORNEW POST
PageRank Checker pingoat_13.gif pagerank searchengine optimization Search Engine Genie Promotion Widget ip free counter