Published On:Jumat, 20 Januari 2012
Posted by Unknown
PERANG RAKYAT SILUNGKANG SUMATERA BARAT 1927
SEBUAH KENANGAN
Dengan
tenang dia bisa menikmati singgasana Residen Kedua di Padang pasca
kemerdekaan. Berbeda dengan rakyat yang ditindasnya dulu, para pejuang
dan turunannya harus berjuang jatuh bangun demi mempertahankan citra
diri.
Karena
perbuatan Demang Rusad inilah rakyat Silungkang merasa malu sekarang,
karena di belakang perang Rakyat Silungkang diberi embel-embel sebagai
yang diorganisasi bersama-sama dengan PKI.3)
Issue itu harus dibantah dengan menyodorkan bukti-bukti yang layak oleh seluruh warga Silungkang.
Ketika
peristiwa 1927 mengalami kegagalan total. Bencana yang tadinya tidak
pernah diperhitungkan menjadi kenyataan yang sangat pahit. Penangkapan,
penganiayaan, penistaan mencapai puncaknya hingga untuk mengingatnya
saja orang sudah tidak mampu. Traumanya membekas sangat dalam. Hingga
tidak pernah kita mendengar di sekolah di Silungkang, baik Silungkang
belum merdeka dan sesudah merdeka. Melupakan itulah satu-satunya
diusahakan.
Bagi bekas
para pejuang yang telah kembali dari pembuangan, uang serayo/rodi
merupakan tambahan penghinaan bagi mereka, sebab hal itulah salah satu
yang diperjuangkan lenyapnya sehingga terpaksa menjalani hukuman.
Rating: 4.5
Oleh : Anwar Sirin
PRAKATA
Peristiwa
heroik ini telah berlalu 75 tahun. Suatu masa panjang yang tidak
memungkinkan kita bisa mengingatnya dengan sepenuh kejelasan.
Hampir
semua pelakunya telah berpulang ke hadirat Illahi dan begitu pula
saksi-saksi mata utamanya. Yang kini tersisa hanyalah orang-orang tua
yang pada saat peristiwa itu meletus masih sangat belia dan tidak
terlibat langsung serta melihatnya secara menyeluruh. Catatan-catatan
tertulis yang bisa dijadikan bukti otentik tentang persiapan jalannya,
akibat dari peperangan itu boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Satu-satunya
yang lengkap mengenai peristiwa ini adalah Keputusan Pemerintah
Republik Indonesia yang menetapkan dan mengangkat sebagian dari
pejuang-pejuang itu sebagai pahlawan Pejuang Perintis Kemerdekaan.
Didirikan pula sebuah monumen yang diberi nama Tugu Perintis Kemerdekaan
yang diresmikan tahun 1947 oleh Wakil Presiden pada waktu itu Drs. Moh.
Hatta sebagai tanda bahwa di wilayah Silungkang dan sekitarnya pernah
terjadi perjuangan heroik.
Perjuangan
heroik ini diakui oleh negara sebagai salah satu mata rantai perjuangan
rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Karenanya
cerita tentang PRS 1927 kita miliki sekarang ini hanyalah berupa
sisa-sisa cerita dari mulut ke mulut yang disampaikan oleh para pelaku
dan saksi-saksi mata kepada anak cucunya.
Cerita-cerita
ini selama ini sudah dianggap sebagai sumber paling competen mengenai
PRS 1927 ini. Tak pernah dicoba menelaah cerita-cerita itu,
membandingkan kebenarannya. Hingga bisa ditarik sebuah kesimpulan yang
benar dan tepat serta seragam tentang :
a. Siapa yang menggerakkan perang ini
b. Apa sebab-sebab terjadi peperangan ini
c. Apa tujuan yang akan dicapai dengan perang ini
TERLUPA – MELUPAKAN – LUPA
TERLUPA
Wajar
kalau terlupa, apalagi peristiwa ini telah lama berlalu. Telah banyak
peristiwa-peristiwa yang dilewati. Begitu pula nasib yang menimpa Perang
Rakyat Silungkang 1927.
Telah
terlupa bagaimana tegar para pejuang pada malam gelap itu berangsur
bergerak menuju medan perang dengan semangat menggebu dan menggenggap
tekad, berjuang di jalan Illahi demi esok yang lebih cerah.
Terlupa
pada motivasi serta tujuan besar yang ingin dicapai oleh para pejuang
itu. Tujuan yang telah sanggup menggerakkan seluruh rakyat Silungkang
dan sekitarnya rela berkorban harta benda bahkan nyawa.
Orang-orang
terlupa pada Asisten Residen Kees dan seorang Indonesia yang lebih
Belanda dari Belanda, yaitu Demang Rusad yang keduanya waktu itu
bertugas di Sawahlunto. Tuan Demang inilah dengan cemeti di tangan dan
makian keji menyambut para pejuang yang tertangkap ketika dimasukkan ke
penjara Sawahlunto. Setiap lecutan cemeti ke tubuh ribuan
pejuang-pejuang itu disertai makian yang jika diterjemahkan ke bahasa
Indonesia akan berarti “Mampuslah kau semua komunis”1)
Terlupa
orang bahwa apa yang diucapkan oleh Demang Rusad itu adalah sebuah
kebohongan besar. Tiap orang pasti tahu bahwa setiap kebohongan seperti
yang dilontarkan oleh Demang ini, apabila diulangi berulang-ulang, lama
kelamaan akan diterima oleh pendengarnya dan masyarakat sebagai suatu
kebenaran. Demang Rusad pun tahu akan hal ini karena dia sangat rajin
melemparkan issue itu. Selain pembohong besar Demang Rusad pandai pula
mengambil keuntungan-keuntungan dari kesempitan orang lain, terutama
untuk menjaga citranya selamat sampai hari tuanya.
Dengan
melontarkan issue komunis kepada para pejuang PRS 1927 dia langsung
memetik keuntungan untuk masa yang panjang sampai akhir hayatnya.
Keuntungan-keuntungan itu ialah :
-
Pada tahun 1927 itu ia dapat menunjukkan sikap yang loyal dan sekaligus sebagai pembongkar latar belakang terjadinya PRS kepada majikannya, Belanda.
-
Dia menghilangkan kenyataan yang berada di masyarakat yaitu ketimpangan sosial-ekonomi-hukum antara si penjajah dan yang terjajah.
-
Ketika Indonesia telah Merdeka dia dengan mudah mengelakan tuduhan sebagai penindas pejuang-pejuang pra kemerdekaan dan mengemukakan alasan bahwa yang ditindasnya di Sumatera Barat itu dahulu bukanlah para pejuang tetapi kaum komunis yang di Sumatera Barat tidak pernah dapat tempat di hati masyarakat yang taat beragama ini, lebih-lebih masa sekarang.
MELUPAKAN
Bagi
rakyat yang terjajah tindak tanduknya harus selalu dijaga agar tidak
menyalahi peraturan-peraturan yang dibuat oleh si penjajah. Kalau berani
melanggarkan berarti menerima satu perlakuan yang kejam dari si
penjajah dan di Indonesia penjajah itu adalah Pemerintah Kolonial
Belanda.
Cara
apapun ditempuh oleh penjajah, intimidasi, teror dan paksaan-paksaan
agar si terjajah tunduk dan tidak bisa melawan. Rakyat Indonesia ratusan
tahun lamanya ditindas seperti ini termasuk juga rakyat Silungkang. Hal
ini menyebabkan rasa takut yang berlebih-lebihan hingga menimbulkan
suatu anggapan bahwa berurusan dengan pejabat hukum sudah merupakan aib
dan tabu. Lebih-lebih apabila mendapat hukuman badan langsung saja dicap
sebagai penjahat.
Tak
peduli apapun perbuatan yang dilakukannya, baik karena berbuat untuk
diri sendiri untuk orang banyak atau untuk satu perjuangan kemerdekaan.
Cap ini diturunkan pula pada anak cucunya dan selalu saja dibumbui
dengan cerita-cerita negatif tentang orang itu. Bagi masyarakat seperti
Silungkang hal itu sangat mengerikan dan menjadikan malu berkepanjangan.
Ada
sebuah cerita lucu bagaimana masih banyaknya orang Indonesia yang
setelah masa penyerahan kedaulatan dan merdekapun yang tidak mengerti
artinya merdeka itu dan tentu lebih-lebih lagi pra tahun 1927.
Pada
suatu rapat raksasa yang biasa diadakan tiap-tiap 17 Agustus di depan
Istana Merdeka massa telah berkumpul. Selain yang dikerahkan tentu
banyak pula yang datang atas kemauannya sendiri, seperti biasanya puncak
acaranya pidato Bung Karno. Di antaranya terselip seorang tua yang
berasal dari pinggiran kota Jakarta.
Betapa
hebatnya pidato Bung Karno tak sedikitpun orang tua itu tertarik dan
mengacuhkannya. Sehingga menarik perhatian seorang pemuda yang berdiri
di dekatnya. Karena tertarik akhirnya pemuda mencoba menanyain
sebab-sebab tidak tertarik sama sekali pada pidato Bung Karno itu.
Bertanya pemuda itu : “Bapak, apakah Bapak tidak tertarik pada pidato Bung Karno ini, Pak !”
Jawab orang itu : “Dari tadi saya memperhatikan pidato itu, tapi saya heran.”
“Apa yang Bapak herankan ?” tanya pemuda itu.
“Bung Karno dari tadi pidato tentang kemerdekaan melulu, coba anak tanyakan pada beliau itu, kapan kita ini merdekanya.”
Bukan
dimaksud lelucon ini untuk menyebabkan tertawa tapi untuk menunjukkan
apa yang tersirat dari lelucon ini bahwa setelah berlalu sekian tahun
kemerdekaan itu masih banyak rakyat Indonesia yang tidak mengerti yang
dimaksud dengan merdeka itu sebenarnya. Sudah pasti pada tahun 1927 itu
di Silungkang lebih banyak lagi yang tidak mengerti. Apa gunanya
berjuang untuk merdeka jika perjuangan hanya menimbulkan/menyebabkan
kesengsaraan. Tanpa kemerdekaan toh penghidupan telah berjalan sesuai
dengan garisnya, garis yang telah ditentukan Tuhan.
Jadi
dari uraian di atas bisa dilihat mengapa rakyat Silungkang itu berusaha
melupakan peristiwa tragis dari kekalahan perang 1927, ialah karena :
a. Takut
b. Malu
c. Tidak Mengerti
a. Takut
b. Malu
Anggapan
masyarakat bahwa orang yang pernah terhukum badan sebagai penjahat
menyebabkan rasa malu terutama bagi para pejabat pemerintahan pada masa
1927. Tak ada alasan apapun untuk memanfaatkan mereka itu, sekalipun
jelas-jelas apa yang mereka lakukan adalah satu perjuangan di jalan
Illahi dan yang diperjuangkan adalah hari esok yang lebih baik. Mereka
(pejabat-pejabat itu) mencoba melupakan akibat yang jelek dari perang
yang gagal itu.
Pejabat-pejabat
takut mereka-mereka itu mengulangi lagi perbuatan-perbuatan mereka yang
menurut pandangan pejabat-pejabat itu memalukan dan kalau dipakai
istilah sekarang sebagai penganggu stabilitas kampung halaman.
Pejabat-pejabat itu tak berani mengusir mereka secara kasar tetapi
diusahakan secara halus dengan antara lain membebaskan dari rodi/uang
serayo asal mereka mau pergi merantau.4)
Bagi satu masyarakat seperti Silungkang yang waktu itu masih sangat
terikat pada kaumnya pergi keluar wilayahnya sendiri bukanlah hal yang
enak. Lebih-lebih pada permulaan tahun 1930 itu momoh malaise
sedang mengancam perekonomian seluruh dunia dan tentunya Indonesia yang
pada waktu itu masih disebut Hindia Belanda tak ketinggalan. Hingga
selain bagi yang terlempar dari kampung halaman berjuang memperbaiki
kehidupan ekonominya merupakan hal yang sangat berat, bagi anak
isterinya lebih berat lagi.
Banyak yang akhirnya terpaksa pulang kampung dengan beban mental yang
lebih berat karena kenyataan bahwa mereka-mereka itu tak dapat meraih
apa yang diharapkannya.
c. Tidak Mengerti
Inilah akibat yang paling fatal dari segala macam usaha Rakyat
Silungkang dalam usahanya untuk tidak teringat pada Perang Rakyat
Silungkang 1927.
Ketidak mengertian bahwa dengan mencetuskan Perang Rakyat Silungkang
1927, rakyat telah menuliskan sejarah dan masuk dalam deretan para
pejuang-pejuang yang mencoba merampas kembali kemerdekaannya dari
penjajah Belanda yang telah bercokol ratusan tahun lamanya.
Tidak mengerti bahwa pejuang-pejuang itu hanya berumur pendek dan
sejarah itu tak bisa berakhir sekalipun rakyat yang melahirkan
pejuang-pejuang itu telah punah seluruhnya. Setiap kali ada orang-orang
yang akan mengkaji kembali dan memberikan atau menambahkan versi baru
pada sejarah itu.
Tiap kali ditambahkannya kebenaran-kebenaran yang pada waktu lalu belum terungkap.
Karena ketidak mengertian itu maka bukti-bukti otentik tentang
perjuangan besar rakyat Silungkang telah hilang begitu saja. Sehingga
segala issue negatif yang timbul sesudah perang itu tidak bisa disangkal
dengan persiapan bukti otentik. Selalu timbul keraguan tentang
kebenaran dari perjuangan yang telah meminta nyawa, harta, benda dan air
mata. Kesalahan ini tidak hanya dibuat oleh Rakyat Silungkang saja
tetapi juga oleh suku-suku Indonesia lainnya.
LUPA
Dimuka kita telah menandai tiga persoalan yang oleh RS lupa dibahas dan
disoroti secara layak selama ini. Belum pernah ditarik kesimpulan yang
seragam tentang ketiga persoalan ini.
Juga belum pernah sumber tentang PRS yang ada di Silungkang dan yang
telah dianggap sebagai kebenaran dibandingkan dengan sumber-sumber
otentik yang memang telah terbaku kebenarannya. Kita catat kembali
ketiga persoalan itu.
a. Siapa yang menggerakan perang ini ?
b. Apa sebab terjadi perang ini ?
c. Apa tujuan yang akan dicapai oleh perang ini ?
Ketiga persoalan di atas saling berkaitan karena itu untuk
membicarakannya secara terpisah sama sekali sangatlah sulit. Tapi disini
tetapi akan dicoba sejauh hal itu memungkinkan.
a. Siapa Yang Menggerakkan Perang Ini ?
Untuk bisa menjawab pertanyaan di atas kita harus kembali ke tahun 1908
yang oleh bangsa Indonesia dicatat sebagai permulaan bangkitnya
kesadaran Bangsa Indonesia tentang martabatnya sebagai manusia dan
bangsa. Peristiwa ditandai dengan didirikannya organisasi Budi Oetomo
tanggal 20 Mei 1908 oleh R. Soetomo, dan kawan-kawan di Jakarta.
Tujuan dari organisasi ini tidak tegas-tegas digariskan tetapi terasa
sekali dititik beratkan pada peningkatan pendidikan terutama di Jawa dan
Madura.
Boedi Oetomo berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka
budi pekertinya akan bertambah baik pula dan dengan demikian
kesadarannya sebagai manusia dan bangsa akan bertambah tinggi pula.
Kehadiran
Boedi Oetomo tahun 1908 itu sebenarnya telah didahului oleh sebuah
organisasi lainnya yang terutama bergerak di bidang perdagangan, yaitu
Sarekat Dagang Islam tahun 1905 di Solo oleh Bapak H. Samanhudi. Pada
tahun 1911 organisasi Dagang Islam ini dilebur menjadi Sarekat Islam
yang dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto dan cendikiawan Islam.5)
Berdirinya Sarekat Islam ini adalah satu isyarat bagi Muslim Indonesia
bahwa saatnya telah tiba untuk tampil kepermukaannya sebagai satu
kekuatan sosial, ekonomi dan politik untuk melawan sistem jajah dan
terjajah.
Ditinjau dari anggaran dasarnya SI ini bukanlah organisasi yang
mempunyai tujuan politik dan ketata-negaraan tapi dalam sepak terjangnya
di masyarakat jelas jangkauan politik dan ketata negaraannya ada.
Dalam periode pertamnya SI ini mencanangkan tindakan-tindakan gagah
berani dari sistem jajah-terjajah. Hal ini menyebabkan para anggotanya
selalu siap bertempur habis-habisan demi membela nusa, bangsa serta
agama dari segala penghinaan dan segala kecurangan.6)
Dengan manuver demikian itu serta ditambah lagi dengan sifat terbukanya
organisasi SI ini dengan mau menerima anggota dari seluruh lapisan
masyarakat jadilah organisasi ini sebagai organisasi massa yang pada
Kongres Nasional 1916 di Bandung telah punya 80 (delapan puluh) cabang
yang tersebar di seluruh Nusantara dengan anggota aktif + 400.000,- (empat ratus ribu orang).7)
Karena dalam waktu yang singkat SI telah menjadi satu organisasi yang
besar dan tersebar luas di Indonesia maka kendala yang dihadapi Serikat
Islam menjadi besar pula. Kendala-kendala itu dapat kita bagi dua
menurut dari mana asal datangnya.
- Kendala yang datang dari luar organisasi.
- Kendala yang datang dari dalam organisasi
-
Kendala Yang Datang Dari Luar Organisasi
Kendala-kendala yang datang dari luar organisasi itu sebenarnya sangat
banyak, tapi di sini hanya akan diungkapkan yang jelas saja dimana
setiap orang bisa mengetahuinya, dan merasakannya. Yaitu yang datang
dari Pemerintahan Jajahan Belanda yang pada waktu itu dipimpin oleh
Gubernur Jenderal Indenburg ini mensinyalir di dalam SI Terdapat
unsur-unsur revolusioner.
Sebelum ia mengambil putusan politik untuk SI dia menerima nasehat pada para residen lebih dahulu. Hasilnya ialah :
-
SI tidak boleh berupa organisasi yang punya pengurus besar.
-
SI hanya boleh berdiri secara lokal.8 )
-
Untuk tiap-tiap cabang diharuskan mempunyai badan hukum sendiri yang terlepas satu dengan yang lainnya.
Sebagai akibat dari peraturan itu ialah :
-
Hubungan hukum antara Pengurus Besar dan cabangnya serta antar cabang boleh dibilang tidak ada sama sekali. Tiap-tiap cabang punya kedaulatan sendiri-sendiri. Walaupun secara organisasi hubungan itu ada tapi dengan peralatan serta pengalaman mengelola organisasi yang dipunyai Indonesia saat itu sangat minimum maka kontrol oleh Pengurus Besar terhadap cabang-cabang itu sangat kurang dan tidak layak. Karenanya banyak tindakan-tindakan pimpinan-pimpinan lokal tidak dipertanggung jawabkan ke Pengurus Besar. Bahkan banyak instruksi-instruksi yang tidak terlaksana karena kendala-kendala setempat.
-
Pengaruh pimpinan-pimpinan lokal itu terhadap organisasi sangat dominan. Instruksi dari pusat sering diabaikan, sedangkan perintah pimpinan lokal walaupun bertentangan dengan instruksi PB dijalankan secara sungguh-sungguh.
-
Sebagai akibat dari kedua hal di atas maka terhadap penerimaan anggota pun kurang terseleksi. Lebih-lebih di mana kondisi organisasi pada waktu itu memungkinkan seseorang menjadi anggota beberapa organisasi sekaligus. Hingga banyak oknum yang punya maksud-maksud tertentu diterima menjadi anggota SI salah satu contohnya ialah apa yang terjadi di cabang SI Semarang ketika dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Sebenarnya kedua oknum tersebut adalah Kader H.O.S Tjokroaminoto, tetapi setelah di Semarang keduanya masuk Indische Social Democratische Vereniging (I.S.D.V) suatu organisasi yang didirikan oleh orang-orang Belanda di Indonesia dan berhaluan Marxis. Di kemudian hari kedua-oknum ini menjadi musuh S.I dan menyebabkan perpecahan di SI
-
Peraturan yang dikeluarkan oleh Penjajah mengandung bibit-bibit perpecahan yang dikemudian menjadi kenyataan, sesuai dengan harapan si pembuat undang-undang. Karenanya perjuangan Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya melemah pula.
- 2. Kendala Yang Datang Dari Dalam Organisasi
Sesudah Kongres SI 1916 dalam tubuh organisasi ini terjadi
kristalisasi. Mereka telah menentukan sikap dan cara-cara yang pasti
dalam menempuh perjuangan untuk mencapai cita-citanya. Dan G. Kachi
mengelompokkan mereka menjadi tiga.9)
-
Golongan Fanatik IslamKelompok ini mencoba menerapkan kaidah-kaidah Islam sejauh dimungkinkan dalam perjuangan mencapai cita-citanya.
-
Golongan ModeratKelompok ini tidak berkeberatan bekerja sama dengan Pemerintahan jajahan sebagai taktik untuk mencapai cita-cita perjuangannya.
-
Golongan KerasSikap frontal terhadap penjajah. Tapi disamping itu pemimpinnya banyak menyerap teori-teori marxis sebagai teori perjuangan untuk mencapai cita-citanya.
Pada periode permulaan walaupun ada perbedaan pendapat antara
kelompok-kelompok itu, belumlah mengakibatkan perpecahan. Ini terbukti
pada saat Islam dan Indonesia mendapatkan perlakukan tidak adil mereka
serentak bangkit dengan sikap sama menghadapinya. Ini juga berkat tali
kerohanian Islam yang masih kuat.
Tetapi sesudah periode 1917 – 1920 group keras yang dipimpin oleh
Semaun cs semakin tenggelam dalam ajaran Marxis. Semaun cs ini selain
menjadi Pengurus SI Semarang menjadi juga pimpinan PKI. Perpecahan naik
ke permukaan dan terlihat sebagai perbedaan ideologi.
Akhirnya terjadi dua pool yang berbeda ideologi. Pool yang satu
dipimpin oleh H. Agus Salim cs dan yang satu dipimpin oleh Semaun cs.
Yang dipimpin oleh H. Agus Salim berorientasi pada Islam Nasional dan
yang dipimpin oleh Semaun berfaham Marxis.
Dengan cara apapun kedua pool itu tak bisa disatukan sebagai akibatnya
timbul gagasan organisasi SI Untuk menegakkan disiplin. Dianut prinsip
setiap anggota SI tidak dibolehkan merangkap keanggotannya dengan
organisasi lain. Dalam kongres SI 6 April 1920 di Yogyakarta gagasan itu
dituangkan menjadi peraturan. Betapapun gigihnya golongan Semaun cs
untuk menolak gagasan itu tak berhasil sama sekali dan peraturan itu
telah jadi kenyataan.
Semaun adalah Kader Sarekat Islam yang digembleng langsung oleh H.O.S
Tjokroaminoto. Pada tahun 1916 dia dari Surabaya dipindahkan ke Semarang
untuk memperkuat cabang ini. Tugasnya di Semarang dilaksanakannya
dengan baik. Hingga dalam waktu yang singkat dia dapat melipat gandakan
anggotanya.
Kecakapan di bidang organisasi terlihat oleh ISDV yang pada waktu itu
dipercaturan pergerakan Nasional belum mendapat tempat dan sedang giat
berusaha menginfiltrasi SI untuk mendapatkan massa.
ISDV berhasil merekrut Semaun, bahkan tidak hanya sebagai anggota
tetapi sebagai Pengurus. Sebenarnya ISDV (singkatan dari Indische Social
Democratische Vereniging) adalah embrio dari Partai Komunis Indonesia.
Ini ternyata dalam Kongresnya yang ke VII tanggal 23 Mei 1920 namanya
diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan Semaun menjadi ketuanya. Pada
Kongres istimewa tanggal 24 Desember 1920 keputusan Kongres ke VII
dipertegas kembali dengan merubah namanya menjadi Partai Komunis
Indonesia.
Diputuskan pula untuk memasuki Komintern dan berapresiasi dengan
Komintern Asia. Sudah tentu dengan keputusan itu partai ini menjadi
partai yang kiblatnya tidak nasionalis lagi tetapi “kiblatnya” ke Moskow
sebagai Pusat Komunis sedunia.10).
Sudah tentu semua sepak terjangnya serta strategi perjuangannya disesuaikan dan tunduk pada perintah Moskow.
Ketika SI dalam Kongresnya tahun 1921 mengeluarkan larangan bagi
anggotanya untuk mempunyai keanggotaan rangkap dengan organisasi lain,
kedudukan Semaun di masyarakat sangat mapan dan punya karir yang kuat
baik di dalam ataupun di luar SI di dalam SI dia adalah Komisaris Cabang
SI Semarang dan di luar SI dia adalah Ketua Partai Komunis Indonesia
Pusat. Dalam kondisi yang demikian itulah Semaun cs dikeluarkan dari SI
Tetapi Semaun tidak tinggal diam.11)
Segera dia mengumpulkan cabang-cabang SI Yang bersimpati kepadanya
hingga pada tahun 1923 dia telah dapat mendirikan SI Merah untuk
menandingi SI asli yang disebut juga dengan SI putih. Di mana ada cabang
SI putih di situ didirikannya pula SI Merah. Sehingga keadaan pada
tahun-tahun itu keadaannya berimbang.
Ketika perkembangannya bertambah pesat, maka pada tahun 1924 SI Merah
ini diubah namanya menjadi Serikat Rakyat. Di samping itu didirikan pula
cabang PKI di mana ada cabang Serikat Rakyat. Maksud dari mendirikan
cabang-cabang itu merupakan alat kontrol bagi segala kegiatan Serikat
Rakyat serta juga merupakan persiapan untuk konsolidasi organisasi di
masa mendatang.
Akhirnya ketika PKI sudah merasa mantap maka pada Kongresnya di Kota
Gede Yogyakarta bulan Desember 1924 Serikat Rakyat dilebur masuk PKI.12)
Kami memberi garis tebal pada peleburan Serikat Rakyat di dalam tahun
1924 bulan Desember ini karena mulai tanggal itu seluruh Serikat Rakyat
mulai dari pusat dengan pengurus besarnya serta cabang – anak cabang –
rantingnya sudah tidak punya legalitas lagi dan tidak ada lagi. Ini
penting sekali terutama nanti ketika kita membicarakan legalitas dari
S.R. Silungkang.
Sumatera Barat dikenal juga dengan nama Minangkabau. Walaupun
Minangkabau ini mulanya adalah sebuah kerajaan, namun tatanan masyarakat
diatur secara demokrasi dan komunikasi dua arah merupakan tradisi.
Semua persoalan yang menyangkut apapun selalu saja diputuskan secara
musyawarah oleh semua pihak yang terkait dengan persoalan itu. Keputusan
yang diambil mengikat semua pihak baik yang setuju ataupun tidak setuju
denga keputusan itu.
Unsur agama Islam masuk dalam tatanan masyarakat Minangkabau/Sumatera
Barat secara dominan seusai Perang Padri, dan dengan itu pula Kerajaan
Minangkabau kehilangan legalitasnya.13) Jadi disini kita
melihat bahwa secara regional kesadaran sebagai manusia/bangsa di
Minangkabau sudah ada bahkan berakar ke segala lapisan masyarakat.
Tidaklah mengherankan jika gema kebangkitan berbangsa ke seluruh
Nusantara oleh Budi Utomo tahun 1905 dicanangkan di Jakarta disambut
dengan gegap gempita di Sumatera Barat. Bahkan di daerah pedalaman
seperti di Silungkang dan sekitarnya mendapat pengikut yang gigih,
berani dan tak kenal menyerah.
Silungkang adalah sebuah desa yang alamnya tidak ramah dan tidak
menjanjikan penghidupan santai dari pertanian. Walaupun desa ini dibelah
dua oleh sebuah sungai tetapi sungai itu tak bisa dimanfaatkan secara
maksimal, selain karena dihulunya bukitnya sudah gundul yang sering
menyebabkan banjir, juga di kedua sisi sungai tidak cukup tersedia
dataran.
Dataran yang sedikit di tepi sungai itu tidak memadai jangankan untuk
pertanian, untuk pemukiman saja tidak cukup hingga banyak warga yang
mendirikan rumahnya di perbukitan. Hal yang demikian itu menyebabkan
warga memilih penghidupan dari perdagangan dan pertenunan.
Dengan memilih penghidupan yang demikian maka wataknya pun mengikuti
pola penghidupannya. Ramah, sidik-midik, hemat, tekad, percaya diri
menjadi watak umum warga Silungkang sekalipun hanya pedagang makanan.
Tidak sidik dan midik pedagang tak akan mampu menilai dan melihat barang
apa yang laku pada masa itu.
Hemat harus dipakai agar modal tidak habis bahkan bertambah. Tekun,
percaya diri harus dipunyai oleh siapa pun yang ingin berhasil.
Karena itu warga Silungkang untuk mengambil suatu putusan atau pilihan,
dilalui proses pemikiran yang mendalam dihitung untung ruginya dari
segala segi dan pilihan atau putusan yang ditetapkan itu, apapun
akibatnya akan dihadapinya tanpa penyesalan.
Harus diakui bahwa dalam mengulas watak warga Silungkang ini banyak
kekurangannya tapi yang ingin ditonjolkan di sini dalam mengenang PRS
1927 warga Silungkang telah menunjukkan sifat tegarnya tidak mudah
terpengaruh dan tetapi pada pilihannya walaupun tahu bahwa itu akan
beresiko besar.
Begitu juga ketika warga Silungkang memilih Serikat Islam sebagai wadah
perjuangan untuk turut berjuang bersama seluruh bangsa Indonesia, dalam
satu perjuangan besar, mencapai Indonesia merdeka.
Pilihan ini bukan karena ingin ikutan-ikutan atau karena terpesona oleh
tindak-tanduk organisasi SI itu. Telah dilalui pemikiran yang mendalam
dan pemantauan cermat terhadap organisasi itu. Dipantau asas serta
tujuan serta cara-cara memperjuangkan tujuan itu. Bahkan para pendirinya
menyempatkan diri untuk melakukan lobbying ke Jawa untuk keperluan itu.
Kemudian ditariklah kesimpulan di mana SI dianggap cocok dengan
apresiasi warga Silungkang dalam menempuh perjuangan menuju kemerdekaan.
Pada tahun 1915 didirikanlah SI di Silungkang oleh Sulaiman Labay cs.14)
Sebelum itu SDI telah ada juga di Silungkang. Secara organisasi SDI
pada tahun 1911 di Jawa dilebur menjadi SI, tapi ini tak langsung
dikerjakan oleh warga di Silungkang. Empat tahun kemudian baru
terlaksana. Lagi ini suatu bukti berdirinya SI di Silungkang bukan tanpa
pemikiran dan pemantauan. Empat tahun cukup lama.
Kehadiran SI di Silungkang ini tidak langsung mendapat simpati dari
warganya. SI harus membuktikan dirinya sebagai sebuah organisasi yang
betul-betul berjuang demi kepentingan orang banyak, tanpa pembuktian
jangan harap mendapat simpati.
Kesempatan ini diperoleh Sulaiman Labay cs pada tahun 1918. ketika itu
terjadi kekurangan beras di Silungkang. Sulaiman Labay cs menyita dua
gerbong beras milik Belanda dan langsung membagi-bagikannya kepada
seluruh warga.15)
embagian
itu merata tanpa pilih-pilih. Semua yang datang ke tempat pembagian
mendapat bagiannya. Sejak peristiwa itu SI mendapat tempat di hati
masyarakat Silungkang dan kharisma Sulaiman Labay sebagai pimpinannya
menembus batas desanya dan dianggap sebagai pimpinan yang pantas jadi
panutan. Dengan kondisi dan situasi yang demikian Sulaiman Labay mulai
menggembleng kader-kader muda SI.
Pendidikan kader ini tidak hanya mengenai politik dan segala aspek yang
terkait untuk mencapai Indonesia merdeka, tapi juga mengenai agama.
Dengan gemblengan ini diubah cara memandang kehadiran Belanda di
persada Tanah Air ini. Kalau tadinya Belanda harus dianggap sebagai yang
dipertuan dan harus dipatuhi segala perintahnya dan dipenuhi segala
keinginannya, kini harus dianggap sebagai musuh dan penghisap darah
rakyat yang harus segera dienyahkan dari tanah air dengan segala cara
yagn diridhoi Tuhan sesegera mungkin.
Dipompakan keberanian dan ditingkatkan percaya diri. Banyak kader-kader
yang kurang militant dan mendapat pengaruh dari luar, tapi tak sedikit
pula kader-kader yang menjadi sangat militant. Lebih-lebih kader yang
hanya menerima pengemblengan dari Sulaiman Labay dengan secara langsung.
Kader-kader ini tidak menganggap Sulaiman Labay sebagai pimpinan SI
saja, tapi juga sebagai bapak – kawan – dan orang tua yang layak
menerima penghormatan dan tumpuan segala harapan di masa datang. Kader
ini dalam segala gerak perjuangan selalu berada paling depan, dan selalu
saja menjadi penumpas keraguan-raguan bila datang dalam hati
anggota-anggota SI lainnya.
Jika pada mulanya rasa ketidak-sukaan pada Belanda hanya ada dihati
perorangan saja maka kini rasa kebencian Belanda mengkristal sebagai
kebencian seluruh lapisan masyarakat terhadap penjajah Belanda dengan
segala sistem pemerintahannya.
Kemerdekaan menjadi semacam ilusi yang harus diperoleh dengan jalan apapun juga selekasnya.
Salah satu sebab Sulaiman Labay mau bergabung dengan SI ialah karena
sifat organisasi yang otonom. Hingga dia memiliki lebih banyak kebebasan
bergerak. Banyak ide-idenya tersalur dalam organisasi ini.
Salah satu contoh yang paling komplit ialah : penyitaan dua gerbong
beras milik Belanda di stasiun Silungkang. Dia tidak harus minta izin
lebih dahulu kepada induk organisasi, baik yang di Padang maupun di
Jawa. Bahkan tidak harus mempertanggungjawabkannya kepada induk
organisasinya, barangkali melaporkannya saja tidak. Ketika ia ditangkap
Belanda karena perbuatan itu ia pun tidak menunjuk siapapun yang
bertanggung jawab kecuali dirinya sendiri. Sifat-sifat otonom dari
organisasi oleh Pengurus SI dipertahankan terus walaupun terjadi
perpecahan dalam SI.
Walaupun SI Silungkang bergabung dengan SI Merah, dimana garis
organisasi diatur dari pusat, Silungkang tidak melakukannya. Ini
terbukti ketika diputuskan bahwa SI Merah diubah namanya menjadi Sarekat
Rakyat di mana ditentukan pula bahwa di setiap cabang SR harus
didirikan pula cabang PKI maka di wilayah Silungkang dan sekitarnya hal
itu tidak dilakukan. Bahkan ketika Sarekat Rakyat ini dilebur masuk PKI,
Silungkang tetap memakai nama Sarekat Rakyat untuk organisasi.
Di Jawa hal itu tak ada lagi, yang ada hanya PKI dengan
organisasi-organisasi yang tidak bersifat keagamaan. Di sini tampak
bahwa organisasi SR di Silungkang hanya luarnya saja yang bergabung
dengan SR lain, tetapi secara organisasi tidak melakukan instruksi
pusatnya bahwa seolah-olah lepas sama sekali.
Dalam memorinya Bung Hatta menulis bahwa Semaun pernah bercerita kepada
beliau bahwa cita-cita untuk memberontak terhadap Belanda diputuskan
konferensi PKI Desember 1925 di Prambanan. Rencana akan dilaksanakan
pada tahun 1926 dan itu disetujui oleh semua pengikut Kongres, kecuali
Tan Malaka (kehadiran Tan Malaka pada Kongres itu oleh Bung Hatta
diragukan karena waktu itu ia berada di Filipina).
Pertemuan Hatta – Semaun ini terjadi di Den Haag negeri Belanda.16) Untuk mendapatkan izin dari Moskow maka diutuslah Alimin/Musso dan berangkat dari Indonesia bulan Maret 1926.17) Dengan adanya keputusan itu maka suhu politik di Indonesia memanas.
Kegiatan luar biasa terjadi di seluruh Indonesia termasuk juga di
Silungkang di mana SR nya secara yuridis tidak berfungsi lagi setelah di
Kongres tahun 1924 dilebur masuk PKI. Sedangkan seperti kita lihat hal
itu tak pernah dilakukan SR Silungkang.
Dilakukan diskusi antar pimpinan SR di Silungkang dan wilayah sekitar
untuk mencari rumusan yang tepat bagaimana cara perlawanan yang
diadakan.18)
Disini nampak bahwa intruksi pemberontakan yang diterima SR Silungkang
dan sekitarnya tidaklah lengkap. Ketidak jelasan instruki ini menyangkut
beberapa sebab. Di antaranya ialah : ketidak jelasan status SR
Silungkang dan sekitarnya. Dan yang lain ialah : Konsep yang disusun
oleh pimpinan PKI pusat untuk berontak tidak lengkap, tidak dilandasi
suatu analisa pragmatis mengenai situasi dan kondisi
sosial-ekonomi-budaya masyarakat kala itu. Konsep itu disusun dengan
tergesa-gesa serta penuh agitasi.
Karena situasi yang demikian Belanda dan polisi rahasianya tidak
tinggal diam. Bocornya rahasia pemberontakan ini bukanlah satu hal yang
tidak logis, maka bersamaan dengan itu dimulai pulalah
penangkapan-penangkapan oleh Belanda terhadap tokoh-tokoh pimpinannya.
Hasil diskusi SR Silungkang dan wilayah sekitarnya ialah mengadakan
rapat gabungan. Rapat yang diselenggarakan di Padang Sibusuk itu
dihadiri 20-30 orang. SR Silungkang mengutus tiga orang ialah (1) Sdr.
Muchtar (Kutai), (2) Sdr. Thoib Onga dan (3) Sdr. H. Jalaludin.
Rapat dipimpin oleh Sdr. Muchtar (Kutai) dan berjalan seru, karena
sebagian utusan yang hadir beranggapan bahwa rapat ini tidak mempunyai
wewenang untuk mendirikan badan organisasi di dalam organisasi. Tapi
rapat dengan suara terbanyak memutuskan mendirikan Barisan Berani Mati
atau nama lain ialah Serikat Hitam.19) Lagi-lagi SR Silungkang mengambil
inisiatif sendiri dengan tidak menghiraukan hirarki pratai atau
organisasi.
Ketika keputusan rapat di Padang Sibusuk sekitar April 1926 dimintakan
pengesahan pada instansi organisasi yang lebih tinggi itu ditolak.
Sekali lagi SR Silungkang bertindak sendiir, yaitu dengan tidak
membubarkan Sarikat Hitam tapi membinanya secara intensif.
Sulaiman Labay sebagai pimpinan SR Silungkang seharusnya menyelesaikan
persoalan ini hingga tuntas, karena ia tak bisa terlepas dari tanggung
jawab. Lebih-lebih lagi bahwa Muchtar (Kutai) cs hadir dalam rapat April
1926 di Padang Sibusuk adalah sebagai wakil resmi dari SR Silungkang
dari jadi pimpinan rapat.20)
Penangkapan-penangkapan yang dilakukan oleh Belanda di berbagai tempat
di Indonesia akhirnya sampai juga di Silungkang, yaitu pada bulan Mei
1926. Pada bulan itu Sulaiman Labay cs ditangkap. Sarekat Rakyat
kehilangan pimpinan-pimpinan seniornya, dan kader-kader muda didorong ke
atas dan tampil kepermukaan. Mereka adalah kader-kader gemblengan lebih
fanatik, lebih bersemangat dan lebih muda dengan pengalaman yang masih
muda pula.
Demikian juga yang terjadi di SR Silungkang. Kader-kader Sulaiman Labay
cs tampil dan Thaib Onga yang dikenal sebagai pelopor pembentuk Sarekat
Hitam, kini jadi Ketua Sarekat Rakyat Silungkang.21) Dengan
sendirinya kehadiran Sarekat Hitam tak dipersoalkan lagi, malah berubah
menjadi kekuatan inti di wilayah Silungkang dan sekitarnya.
Seperti telah disinggung di atas bagi kader SR di Silungkang Sulaiman
Labay bukan hanya pimpinan SR tetapi juga sebagai panutan, bapak dan
saudara. Penangkapan terhadap beliau di mata mereka merupakan puncak
ketidak adilan dan puncak tantangan bagi mereka dari penjajah Belanda.
Hingga dalam perencanaan perang membebaskan tawanan politik dan
Sulaiman Labay cs dari penjara Sawahlunto dimasukkan ke dalam
perencanaan.22) Tekad untuk memerangi Belanda makin terkristal dan persiapan ke arah itu makin disegerakan.
Dari berbagai buku rujukan yang digunakan untuk menyusun karangan ini
tidak ada satupun yang menceritakan dari mana asalnya biaya digunakan
untuk mengadakan logistik yang sangat sederhana maka dana yang dimiliki
SR Silungkang dan sekitarnya jelas tidak pernah menerima bantuan dari
luar wilayah apalagi luar negeri.
Jadi dana itu dikumpul dari masyarakat sekitarnya saja dan disumbangkan
dengan keikhlasan yang tulus dan tidak minta dihargai atau mengharapkan
balasannya. Semua diamalkan demi menunjang perang sahid semata-mata.
Semua turut menyumbang sesuai dengan kemampuannya dan ini semua
diterima dan dipergunakan dengan sebaiknya. Ini juga sebagai bukti bahwa
Perang Rakyat Silungkang bukan hanya diingin oleh segelintir
pimpinan-pimpinan SR Silungkang dan sekitarnya, tapi memang hasrat dari
seluruh masyarakatnya dan orang-orang yang tidak menyetujui perang itu
hanya beberapa orang saja. Seluruh masyarakat ingin mendapatkan hari
esok yang lebih layak dan berkeadilan.
Memang semua perjuangan lebih-lebih bila itu menyangkut kepentingan
rakyat banyak, tanpa dukungan masyarakat jangan harap berhasil, tapi
sebaliknya setiap perjuangan dari semula sudah menyimpan kemungkinan
gagal walau pun didukung segenap lapisan masyarakat.
Saat
itu tekad seluruh lapisan masyarakat di Silungkang sudah bulat untuk
memerangi Belanda walau apapun yang menjadi taruhannya dan begitu juga
tekad pada pimpinan SR.
Yang menjadi soal kini ialah mendapatkan informasi yang bisa dipercaya
tentang hari D, sehingga perang yang akan dikobarkan, di Silungkang itu
bisa dilakukan serentak dengan perang di wilayah-wilayah lainnya di
Indonesia.
Untuk kepentingan itu diutuslah kurir-kurir ke Jawa, Padang dan Padang
Panjang, sedang di wilayah Silungkang sendiri konsolidasi dilakukan
terus menerus. Ketegasan tentang perang itu baru didiapat pada tanggal
21 Desember 1926 ketika H. Jalaludin kembali dari Padang dan informasi
itu disampaikan di muka rapat yang dihadiri + 30 orang utusan SR Silungkang dan wilayah sekitarnya.23)
Rapat itu bertempat di Ngalau Basurek Taratak Boncah yang memang sudah
beberapa waktu dijadikan markas Perang Rakyat Silungkang. Informasi yang
disampaikan antara lain :
-
Pemberontakan di Jawa gagal total dan seluruh organisasi PKI/SR dibubarkan oleh Pemerintah Belanda.
-
Mengingat situasi yang sedemikian itu maka Konferensi darurat di Koto Laweh berkeputusan tidak melakukan pemberontakan dan tidak menyetujui pemberontakan- pemberontakan SR cabang manapun juga di wilayah Minangkabau/Sumatera Barat. Ketentuan ini tentu juga berlaku bagi SR Silungkang dan wilayah sekitarnya.
Situasi itu menghadapkan SR Silungkang dan sekitarnya kepada dua alternatif, yaitu :
-
Melanjutkan rencana perang.
-
Tidak melanjutkan rencana perang.
Jika alternatif pertama yang diambil berarti SR Silungkang harus
berdiri sendiri menghadapi perang ini, baik secara moral maupun
material. Apapun alasan yang dipakai oleh SR Silungkang dan sekitarnya
untuk memerangi Belanda, SR wilayah Minangkabau lainnya tidak ikut
terlibat.
Sedang jika alternatif kedua yang diambil itu tidak sesuai dengan watak
yang dimiliki orang Silungkang, seperti yang diuraikan di atas. Watak
yang mandiri, tekun, serta percaya diri.
Ketika menghadapi situasi yang demikian inilah watak asli dari rakyat
Silungkang berperan mengambil keputusan. Putusan yang diambil, perang
yang persiapannya sudah dianggap masak dilanjutkan dan sekaligus
ditentukannya harinya, yaitu tanggal 1 Januari 1927 dan komando perang
diserahkan kepada Sdr. Thaib Onga. Putusan ini diambil secara aklamasi.
Suatu putusan yang gagah berani walaupun tahu bahwa putusan itu
mengandung resiko yang besar.
Tidak dilanjutkan cerita ini dengan jalannya peperangan, karena itu
bukan sasarannya. Tapi yang ingin diungkapkan dan dibuktikan di sini
ialah siapa yang sebenarnya menggerakkan Perang Rakyat Silungkang 1927
ini.
Apakah memang benar bahwa PKI ada turut andil dalam perang ini, baik
moral, material atau ideal ? Tapi sebelum memberi jawaban yang tegas
baiklah kita simpulkan uraian panjang lebar diatas.
Secara Moral
Putusan Konferensi darurat SR di Koto Laweh dengan tegas mengatakan
bahwa SR Sumatera Barat tidak menyetujui perang melawan Belanda pada
waktu itu dikobarkan di Minangkabau/Sumatera Barat pada umumnya dan
tentu juga di Silungkang dan sekitarnya khususnya.
Jika SR Silungkang dan sekitarnya akan melanjutkan juga perang melawan
Beladan, maka SR Pusat dari wilayah di luar Silungkang dan sekitarnya
menyatakan diri tidak terikat.
Baik secara organisasi atau secara perorangan pemberontakan yang akan
dilakukan oleh SR Silungkang dan sekitarnya sepenuhnya menjadi tanggung
jawab SR Silungkang dan sekitarnya.
Jadi jelas di sini bahwa Silungkang dan wilayah sekitarnya melakukan
perang tahun 1927 murni atas kemauan sendiri tanpa ada campur tangan
dari luar. Semua adalah tanggung jawab rakyat dan para pimpinannya.
Secara Material
Sejak semula perang Rakyat Silungkang 1927 segala biayanya diusahakan
secara swadaya. Tidak ada bantuan diterima dari dalam negeri ataupun
luar negeri. Baik dari induk organisasi di Sumatera Barat. Semua dana
yang diterima berasal dari dalam wilayah Silungkang dan sekitarnya.
Semua sumbangan masyarakat Silungkang dan sekitarnya. Jadi ketika
keputusan Koto Laweh disodorkan di Rapat SR Silungkang 21 Desember 1926
soal materi dan dana lainnya tidak mengubah rencana apa pun di bidang
ini. Sekali lagi kita membuktikan sifat kemandirian dari Perang Rakyat
Silungkang 1927 ini.
Secara Ideal
Ide untuk memberontak terhadap Belanda di Indonesia baru dimulai oleh
PKI/SR pada tahun 1925, yaitu di Konferensi Prambanan dan kemudian
ditularkan ke seluruh cabang-cabang PKI/SR di seluruh Indonesia. Tapi
rakyat Minangkabau termasuk rakyat Silungkang dan sekitarnya telah lama
memiliknya.
Ketika Belanda pertama kalinya menginjakkan kakinya di pantai Sumtera
Barat/Minangkabau rakyat mulai pula memeranginya dan semangat ini secara
berlanjut diwariskan dan pada tahun 1927 Rakyat Silungkang dan
sekitarnya sebagai pewaris mencetuskan perang melawan Belanda.
Kini barulah dijawab pertanyaan :
Siapa Yang Menggerakkan Perang Ini ?
Dengan uraian yang panjang lebar terbukti baik secara moral, material
dan ideal Perang Rakyat Silungkang 1927 secara murni digerakkan oleh
Rakyat Silungkang dan sekitarnya, tanpa bantuan dari pihak manapun. Jadi
tidak ada hak atau apapun pihak manapun yang juga bisa mengklaim bahwa
mereka turut berperan dalam perang itu. Tidak juga PKI, seperti yang
tertulis di buku halaman 54 yang diterbitkan Kementerian Penerangan,
juga tidak Demang Rusad.
Jadi tidaklah pula Rakyat Silungkang harus malu dan takut untuk
mengenang peristiwa itu, karena Perang Rakyat Silungkang 1927 “tidak ada
kaitannya” sama sekali dengan PKI.
Berbanggalah Rakyat Silungkang hendaknya. Negarapun mengakui kepahlawanan pejuang-pejuang tahun 1927 ini.
Apa Sebab Terjadi Peperangan Ini ?
Sumatera Barat sebelum masuk menjadi jajahan Belanda adalah sebuah
kerajaan demokratis dan berdaulat penuh. Silungkang sebagai salah satu
nagari dalam wilayahnya, termasuk dalam tatanan kerajaan itu dan
menyandang gelar Gajah Tongga Koto Piliang dan gelar itu tidak diberikan
kepada perseorangan, tetapi desa itu dan seluruh penduduknya dan ini
memberikan rasa kebanggaan yang besar bagi seluruh penduduknya.
Ketika penjajah menginjakkan kakinya di pasir pantai Kerajaan
Minangkabau, perlawanan terhadap Belanda ini pun dimulai pula.
Perlawanan ini berlangsung terus menerus dan dari generasi yang satu
diwariskan kepada generasi berikutnya dan juga kepada rakyat Silungkang
dan sekitarnya.
Penjajahan Belanda dengan segala daya mengikis habis segala perlawanan
rakyat Minangkabau ini dan celakalah siterjajah karena setiap kekalahan
memukul juga mental mereka dan semakin lama mereka semakin kerdil dan
penakut. Tapi disetiap ujung paling akhir dari ketakutan berdirilah di
situ keberanian dan kerelaan ditindas pada ujung terakhirnya ialah
perlawanan.
Begitu juga terjadi di Silungkang, ketika penderitaan dan penghinaan
terasa tak tertanggungkan lagi dan didorong oleh para cendekiawan dan
alim ulama, meletuslah perlawanan itu. Meletus bagai gunung berapi dan
siapapun tak sanggup lagi menghalanginya.
Pada tanggal 1 Januari 1927 berangkatlah putra-putra terbaik Silungkang
dan sekitarnya ke medan perang mengusir penjajah Belanda. Jadi dalam
Perang Rakyat Silungkang 1927 ini yang bicara ialah kesadaran sebagai
manusia dan bangsa serta hak untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai
bangsa yang pernah besar, berjaya dan merdeka.
Apa Tujuan Yang Akan Dicapai Dengan Perang Ini ?
Akan disitir dialog “dua orang” anak Indonesia dari Minangkabau.25)
Kedua anak Indonesia posisi dan kepentingannya berbeda. Yang satu
sebagai pejuang melawan penjajah Belanda. Yang lain berdiri dengan
pakaian dan tanda-tanda kebesarannya seorang kaki tangan Belanda yang
setia.
Yang kedua ini penuh kelicikan, kejam dan sanggup mengorbankan
bangsanya demi kenikmatan pribadinya. Manusia yang sempat menikmati
hasil kemerdekaan walaupun di tahun 1927 penindas pejuang kemerdekaan.
Ia menyandang gelar terhormat : Datuk Perpatih Baringek. Jabatan
terakhir Pembantu Gubernur Sumatera di Medan mulai 14 Maret 1946.26) Orang itu ialah Rusad yang pada tahun 1928 itu baru berpangkat Mantri Polisi dan bertugas di Sawahlunto.
Dihadapannya dalam pakaian terpidana dengan hukuman 28 tahun bersama
dengan kawan-kawannya. Pejuang yang diakui oleh seluruh rakyat Indonesia
dan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai pejuang Perintis
Kemerdekaan. Dialah Pejuang Tua Sulaiman Labay yang sampai akhir
hidupnya di penjara Ambarawa tanggal 14 Agustus 1945, tak pernah mau
mengkompromikan cita-cita kepada penjajah manapun juga, baik Belanda
maupun Jepang. Tempat peristiwa dialog : pelataran Kantor Penjara
Sawahlunto, tanggal tak jelas, bulan Maret 1928, jam 17.00.
Mantri Polisi Rusad berujar lebih dulu tentunya dalam bahasa daerah
Minangkabau, yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan
berarti sebagai berikut :
“Kamu
semua telah merasakan tanganku. Tentu kamu menaruh dendam kepadaku.
Tapi jangan harap kamu semua dapat membalas dendam itu. Sekalipun kini
ada Sukarno mengikuti jejak kalian yang hendak merdeka dan hendak
menjadi raja. Besok pagi kalian semuanya berangkat untuk jadi raja dan
rakyat di hotel prodeo di tanah Jawa.”27)
Ketika kepada para pejuang diberikan kesempatan untuk menyambut ejekan
ini, majulah Sulaiman Labay si Pejuang Tua. Diucapkannya terima kasih
atas ejekan itu dan baru dinyatakannya apa yang ada di dasar hatinya
yang paling dalam :
“Tidak
ada dendam kami terhadap pegawai dan amtenar bahkan terhadap Belanda
pribadi, kami hanya dendam terhadap penjajah Belanda.”
Jadi,
kalau kita mau menjawab “Apa tujuan yang hendak dicapai dengan perang
ini?”, kiranya cukup kompeten jawaban yang diberikan Pejuang Tua itu,
yaitu mengusir penjajah dan merdeka bagi Minangkabau khususnya Indonesia
umumnya.
Sebagai penutup kami kutipkan di sini sajak Chairil Anwar dengan judul
“Kerawang Bekasi”, tidak seluruh, tapi cukup sebagian saja yang sangat
mengena dalam mengenang peristiwa 1 Januari 1927.
Kami yang kini terbaring antara Kerawang Bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
terbayang kami maju dan berdegap hati
Kami sudah beri kami punyai jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memberi
arti 4-5 ribu jiwa
Kami hanya tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai-nilai tulang berserakan
Kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Teruskan teruskanlah perjuangan kami
Kenang-kenangkanlah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami yang terbaring antara Kerawang – Bekasi
***
Jadi
tidaklah perlu Rakyat Silungkang dan sekitarnya malu mengenang
peristiwa keruh 1 Januari 1927. Yang memang murni digerakkan oleh
rakyatnya. Tanpa dipengaruhi oleh siapapun atau aliran yang kini paling
tidak disukai di Indonesia yang punya Asas Pancasila.
Walaupun secara lokal Perang Rakyat Silungkang 1 Januari 1927 gagal
tetapi di tingkat nasional tidaklah demikian. Dia adalah salah satu mata
rantai perjuangan Indonesia serta seluruh rakyatnya dalam mencapai
kemerdekaannya.
LAMPIRAN CATATAN KAKI
1, 14, 15, 21, 22, 23, 24, 27
|
Lihat
A. Muluk Nasution; Pemberontakan Rakyat Silungkang Sumatera Barat
1926 – 1927; Terbitan Mutiara; Halaman 112, 47, 47, 91, 95, 137
dan 138, 137 – 138.
|
DAFTAR SINGKATAN-SINGKATAN
-
PRS : Perang Rakyat Silungkang
-
RS : Rakyat Silungkang
-
SI : Serikat Islam
-
PB : Pengurus Besar
-
ISDV : Indische Social Democratische Vereniging
-
PKI : Partai Komunis Indonesia
-
SR : Sarekat Dagang Islam
-
SDI : Hari dimulainya perang
DAFTAR BUKU BACAAN
-
Sejarah Nasional Indonesia jilid V, Edisi IV tahun 1984; Karangan Marwati Juned Pusponegoro dan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, cetakan Balai Pustaka.
-
Brosur terbitan Jawatan Penerangan Sumatera Tengah.
-
Saham H.O.S Tjokroaminoto Dalam Kebangunan Islam dan Nasionalisme; Karangan Drs. Masjhur Amin; Penerbit Nur Cahaya, cetakan ke II tahun 1983.
-
Rangkaian Peristiwa Pemberontakan Komunis di Indonesia 1926 – 1948 – 1965. Terbitan Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) cetakan II tahun 1988.
-
Pemberontakan Rakyat Silungkang Sumatera Barat 1926 – 1927; Penerbit Mutiara tahun 1985. Karangan A.M Nasution.
-
Pergerakan Rakyat Silungkang Dalam Pergerakan Kemerdekaan Republik Indonesia; disusun oleh H. Kamaruzaman Cs. 1984 (belum diterbitkan)
Description: PERANG RAKYAT SILUNGKANG SUMATERA BARAT 1927
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: PERANG RAKYAT SILUNGKANG SUMATERA BARAT 1927