Published On:Rabu, 04 Januari 2012
Posted by Unknown
Mengenang Sejarah Orang Rantai
Lobang Tambang Mbah Soero dulunya dinamakan Lubang
Soegar. Lubang ini merupakan lubang pertama di kawasan Soegar yang
dibuka oleh Kolonial Belanda pada tahun 1898. Pada lubang ini terdapat
kandungan batubara yang paling bagus (Kalori 7000) dibandingkan dengan
daerah-daerah lainnya, seperti Sungai Durian, Sigalut, Parambahan dan
Tanah Hitam. Hal ini disebabkan karena kawasan Soegar terletak dilapisan
patahan paling bawah dari permukaan Bumi.
Untuk membuka lubang ini, Belanda mendatangkan buruh paksa dari berbagai penjara di nusantara, seperti Medan, Jawa, Sulawesi dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Pelabuhan Emmahaven sekarang Teluk Bayur dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari Pelabuhan Emmahaven menuju Sawahlunto.
Sesampainya para buruh ini di Sawahlunto, mereka langsung dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka dipekerjakan membuka lobang tambang Soegar dengan posisi kaki dirantai, makan seadanya dan menerima upah sangat kecil. Namun, tenaga mereka dikuras habis untuk menyelesaikan konstruksi lobang tambang.
Setelah lobang tambang selesai dibuka sebanyak dua buah sebagai lobang angin (ventilasi udara), maka Belanda mulai melakukan eksplotasi batubara atau emas hitam yang sangat berkualitas tersebut. Jumlah produksi batubara yang dihasilkan oleh orang rantai pada tahun 1892 sebanyak 48 ribu ton. Kemudian dengan adanya lobang Soegar ini, produksi batubara meningkat menjadi 196 ribu ton lebih, pada tahun 1900. Hal ini membuktikan keberadaan Lobang Soegar sangat berpengaruh pada produksi batubara.
Meningkatnya produksi batubara juga mendatangkan penderitaan bagi buruh paksa, nasib mereka sangat menyedihkan, disamping mendapatkan hukuman cambuk, rata-rata tiga kali setahun, juga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari rekannya sendiri, seperti perkelahian antar etnis, juga dipaksa menjadi nanak jawi (homo seksual).
Kejadian ini dibiarkan oleh mandor tambang, dengan syarat jumlah produksi tidak berkurang dari 6 ton/ shift setiap kelompok. Tidak hanya sesama buruh, para mandorpun menyukai anak jawi, hal ini disebabkan karena tidak adanya perempun disekitar kawasan tambang. Tidak mengherankan jika sering terjadi perkelahian untuk memperebutkan barang-barang langka seperti rokok, uang dan seks yang menimbulkan tidak sedikit korban jiwa. Hampir setiap hari ditemukan mayat serta potongan bagian anggota tubuh manusia yang terbawa bersama batubara ke kawasan saringan.
Pada awal abad ke-20, orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa, salah satunya Mbah Soero, ia diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawal penambang di lobang Soegar ini. Dalam kesehariannya ia dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.
Selanjutnya lobang ini ditutup pada tahun 1920-an, karena adanya perembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas methan yang terus meningkat . Kemudian pada tahun 2007, sesuai dengan visi dan misi Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang yang berbudaya, maka objek bekas tambang kembali dibenahi, salah satunya yaitu Lobang Soegar. Untuk penghargaan kepada mandor Mbah Soero, yang dianggap sebagai pahlawan pekerja dimasa buruh paksa (orang rantai), maka Lobang Soegar ini lebih populer ditengah masyarakat Sawahlunto dengan sebutan Lobang Tambang Mbah Soero.
Ketika waktu lobang kembali dibuka, hanya tiga meter dari mulut lobang yang tidak digenangi air, tepatnya pada pintu kedua waktu melakukan konservasi awal dalam lobang tambang ditemukan ada beberapa kejadian yang aneh-aneh di alami oleh beberapa anggota tim, seperti terdengarnya sayup-sayup suara gamelan jawa, serta suara orang-orang berbicara dalam bahasa Jawa. Didalam lobang juga ditemukan beberapa peralatan tambang dan potongan tulang panggul manusia, dan pada lokasi yang berbeda didalam lobang tambang atau tepatnya pada lobang ventilasi udara yang mengarah ke Batang Lunto, tim konservasi juga menemukan tumpukan belulang tengkorak manusia. Namun penggalian disini tidak dilanjutkan, itu sebabnya lobang jalur kiri ventilasi udara ini ditutup.
Anggota konservasi yang menemukan tulang panggul manusia, selama tiga hari berturut-turut mengalami mimpi-mimpi yang sangat aneh. Dalam mimpi mereka dia didatangkan oleh seseorang yang tidak mereka kenal dan meminta tulang tersebut dikebumikan seperti layaknya manusia dan dikuburkan di sebelah makam Jaya Sentana. Jaya Sentana adalah seorang buruh tambang yang meninggal pada tahun 1960 dalam usia 120 tahun dan dikuburkan pada pemakaman orang rantai. Setelah ditelusuri, akhirnya tim konservasi menemukan makam Jaya Sentana, dan kemudian tulang belulang panggul manusia itupun dikuburkan disebelah makam Jaya Sentana tersebut
Kini sejarah bekas Lobang Tambang Mbah Soero yang dibangun Belanda dengan tangan-tangan anak bangsa secara paksa yang sangat menyedihkan itu, banyak dikunjungi masyarakat sebagai objek wisata sejarah.
Objek wisata sejarah ini dibuka pada hari Senin-Minggu mulai Jam 9.00 s/d 17.30 WIB dengan harga karcis masuk Rp7.500/ orang. Untuk memasuki lobang tambang Mbah Soero harus mematuhi prosedur dan ketentuan yang tidak boleh dilanggar, mengingat pengalaman yang tidak diingini sering terjadi jika kita melanggarnya, seperti: menitipkan barang bawaan apa saja termasuk alas kaki, sandal dan sepatu, menggunakan alat pengaman/ safety yang disediakan sepatu, helm dan kostum, masuk lobang tambang minimal sebanyak 20 orang/ rombongan, jika masuk mulai dari pintu lobang utama (LBU) dan keluar melalui lobang vetilasi udara, dan selama berada di dalam lobang tambang pengunjung dilarang menyentuh material lobang tambang, mengambil material batubara, jangan memisahkan diri dari pemandu/ guide dalam rombongan, kemudian buang air besar dan kecil, serta jangan berbicara atau mengeluarkan kata-kata kotor.
(Har/yul)
Sumber : http://padang-today.com/
Gambar : Penelusuran Google
Untuk membuka lubang ini, Belanda mendatangkan buruh paksa dari berbagai penjara di nusantara, seperti Medan, Jawa, Sulawesi dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Pelabuhan Emmahaven sekarang Teluk Bayur dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari Pelabuhan Emmahaven menuju Sawahlunto.
Sesampainya para buruh ini di Sawahlunto, mereka langsung dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka dipekerjakan membuka lobang tambang Soegar dengan posisi kaki dirantai, makan seadanya dan menerima upah sangat kecil. Namun, tenaga mereka dikuras habis untuk menyelesaikan konstruksi lobang tambang.
Setelah lobang tambang selesai dibuka sebanyak dua buah sebagai lobang angin (ventilasi udara), maka Belanda mulai melakukan eksplotasi batubara atau emas hitam yang sangat berkualitas tersebut. Jumlah produksi batubara yang dihasilkan oleh orang rantai pada tahun 1892 sebanyak 48 ribu ton. Kemudian dengan adanya lobang Soegar ini, produksi batubara meningkat menjadi 196 ribu ton lebih, pada tahun 1900. Hal ini membuktikan keberadaan Lobang Soegar sangat berpengaruh pada produksi batubara.
Meningkatnya produksi batubara juga mendatangkan penderitaan bagi buruh paksa, nasib mereka sangat menyedihkan, disamping mendapatkan hukuman cambuk, rata-rata tiga kali setahun, juga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari rekannya sendiri, seperti perkelahian antar etnis, juga dipaksa menjadi nanak jawi (homo seksual).
Kejadian ini dibiarkan oleh mandor tambang, dengan syarat jumlah produksi tidak berkurang dari 6 ton/ shift setiap kelompok. Tidak hanya sesama buruh, para mandorpun menyukai anak jawi, hal ini disebabkan karena tidak adanya perempun disekitar kawasan tambang. Tidak mengherankan jika sering terjadi perkelahian untuk memperebutkan barang-barang langka seperti rokok, uang dan seks yang menimbulkan tidak sedikit korban jiwa. Hampir setiap hari ditemukan mayat serta potongan bagian anggota tubuh manusia yang terbawa bersama batubara ke kawasan saringan.
Pada awal abad ke-20, orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa, salah satunya Mbah Soero, ia diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawal penambang di lobang Soegar ini. Dalam kesehariannya ia dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.
Selanjutnya lobang ini ditutup pada tahun 1920-an, karena adanya perembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas methan yang terus meningkat . Kemudian pada tahun 2007, sesuai dengan visi dan misi Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang yang berbudaya, maka objek bekas tambang kembali dibenahi, salah satunya yaitu Lobang Soegar. Untuk penghargaan kepada mandor Mbah Soero, yang dianggap sebagai pahlawan pekerja dimasa buruh paksa (orang rantai), maka Lobang Soegar ini lebih populer ditengah masyarakat Sawahlunto dengan sebutan Lobang Tambang Mbah Soero.
Ketika waktu lobang kembali dibuka, hanya tiga meter dari mulut lobang yang tidak digenangi air, tepatnya pada pintu kedua waktu melakukan konservasi awal dalam lobang tambang ditemukan ada beberapa kejadian yang aneh-aneh di alami oleh beberapa anggota tim, seperti terdengarnya sayup-sayup suara gamelan jawa, serta suara orang-orang berbicara dalam bahasa Jawa. Didalam lobang juga ditemukan beberapa peralatan tambang dan potongan tulang panggul manusia, dan pada lokasi yang berbeda didalam lobang tambang atau tepatnya pada lobang ventilasi udara yang mengarah ke Batang Lunto, tim konservasi juga menemukan tumpukan belulang tengkorak manusia. Namun penggalian disini tidak dilanjutkan, itu sebabnya lobang jalur kiri ventilasi udara ini ditutup.
Anggota konservasi yang menemukan tulang panggul manusia, selama tiga hari berturut-turut mengalami mimpi-mimpi yang sangat aneh. Dalam mimpi mereka dia didatangkan oleh seseorang yang tidak mereka kenal dan meminta tulang tersebut dikebumikan seperti layaknya manusia dan dikuburkan di sebelah makam Jaya Sentana. Jaya Sentana adalah seorang buruh tambang yang meninggal pada tahun 1960 dalam usia 120 tahun dan dikuburkan pada pemakaman orang rantai. Setelah ditelusuri, akhirnya tim konservasi menemukan makam Jaya Sentana, dan kemudian tulang belulang panggul manusia itupun dikuburkan disebelah makam Jaya Sentana tersebut
Kini sejarah bekas Lobang Tambang Mbah Soero yang dibangun Belanda dengan tangan-tangan anak bangsa secara paksa yang sangat menyedihkan itu, banyak dikunjungi masyarakat sebagai objek wisata sejarah.
Objek wisata sejarah ini dibuka pada hari Senin-Minggu mulai Jam 9.00 s/d 17.30 WIB dengan harga karcis masuk Rp7.500/ orang. Untuk memasuki lobang tambang Mbah Soero harus mematuhi prosedur dan ketentuan yang tidak boleh dilanggar, mengingat pengalaman yang tidak diingini sering terjadi jika kita melanggarnya, seperti: menitipkan barang bawaan apa saja termasuk alas kaki, sandal dan sepatu, menggunakan alat pengaman/ safety yang disediakan sepatu, helm dan kostum, masuk lobang tambang minimal sebanyak 20 orang/ rombongan, jika masuk mulai dari pintu lobang utama (LBU) dan keluar melalui lobang vetilasi udara, dan selama berada di dalam lobang tambang pengunjung dilarang menyentuh material lobang tambang, mengambil material batubara, jangan memisahkan diri dari pemandu/ guide dalam rombongan, kemudian buang air besar dan kecil, serta jangan berbicara atau mengeluarkan kata-kata kotor.
(Har/yul)
[ Red/Revdi Iwan Syahputra ]
Gambar : Penelusuran Google
Description: Mengenang Sejarah Orang Rantai
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Mengenang Sejarah Orang Rantai