Published On:Selasa, 06 Desember 2011
Posted by Unknown
Gunung Talamau Nan Rancak
Gunung Talamau yang berketinggian 2.982 mdpl terletak di Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat dan berdampingan dengan gunung Pasaman. Gunung tertinggi di Sumatera Barat ini merupakan gunung api tak aktif dan juga merupakan satu dari beberapa gunung yang mempunyai panorama alam yang menarik di daerah Minang Kabau.
Bagi mereka yang gemar wisata petualangan, mendaki gunung, mencoba keeksotisan gunung ini pasti memberi kesan tersendiri. Kawasan hutan yang masih perawan ditingkahi kicauan burung berpadu indah dengan puluhan telaga yang terserak di kawasan puncak, membuat perjalanan panjang ini terasa tak sia - sia. Menjadikannya sebagai laboratorium alam terlengkap sebagai kawasan hutan hujan tropis yang kaya dengan aneka sumberdaya alam.
Dibawah puncak gunung pada ketinggian sekitar 2.750 m, terdapat 13 telaga. Nama - nama telaga diambil berdasarkan beberapa cerita legenda yang diyakini oleh penduduk disekitar Gunung Talamau.
* Talago Biru.
* Talago Buluah Parindu.
* Talago Cindua Mato.
* Talago Imbang Langik.
* Talago Lumuik.
* Talago Mandeh Rubiah.
* Talago Puti Bungsu.
* Talago Puti Sangka Bulan.
* Talago Rajo Dewa.
* Talago Satwa.
* Talago Siuntuang Sudah.
* Talago Tapian Puti Mambang Surau.
* Talago Tapian Sutan Bagindo.
Selain itu, Gunung Talamau juga memiliki air terjun dengan ketinggian lebih dari 100 meter, bernama Air Terjun Puti Lenggo Geni.
Saat tawaran menjajal keelokan gunung ini datang, rasa was - was mucul dalam hati. Pasalnya, gunung tertinggi di Sumatera Barat ini terkenal angker dan tidak banyak orang yang pernah menggapai puncaknya. Apalagi, keberadaan harimau Campo, yang disebut - sebut menjadi penguasa tempat ini, konon kerap terlihat, saat pendaki tiba di puncak.
Dari daerah puncak Gunung Talamau kita bisa melihat dengan jelas Gunung Pasaman atau yang dikenal juga dengan sebutan sebagai "Puncak Rajo Imbang Langik" yaitu nama yang diambil dari nama seorang raja yang pernah bertahta di daerah Pasaman ini pada dulunya. Untuk mencapai puncak Gunung Talamau kita akan melewati 6 pos. Dari puncak gunung Talamau kita bisa menyadel atau turun dan naik ke Gunung Pasaman.
Penduduk disekitar gunung Talamau ini hidup dengan mata pencaharian bertani dan mayoritas beragama Islam. Gunung ini lebih terawat dibadingkan dengan Gunung Sorik Marapi dan Gunung Singgalang . Jauh lebih bersih, ini tidak lepas dari dedikasi penduduk setempat yang selalu menjaga keasrian dan kebersihan Gunung Talamau dari pendaki - pendaki yang tidak bertanggung jawab. Untuk Akomodasi yang ada dan tidak jauh dari gunung ini adalah Hotel Hamco dan Wisma Yanti di Padang Tujuh yang berjarak sekitar 3 km dari desa Pinaga.
Selain itu juga terdapat lokasi Camping Ground di Bukit Harimau Campo yang tidak jauh dari lokasi air terjun Puti Lenggo Geni. Selain keindahan alamnya gunung ini juga banyak menyimpan cerita - cerita menarik yang berasal dari legenda yang dipercaya oleh penduduk setempat. Seperti contoh saat kita memasuki Padang Siranjano, diwajibkan untuk membaca "Assalamualaikum" karena dipercaya didaerah tersebut dihuni oleh seorang Kyai. Dan juga nama - nama puncak dan telaga di gunung ini juga diambil berdasarkan beberapa cerita legenda yang diyakini oleh penduduk disekitar gunung Talamau ini.
RUTE
Dari kota Padang desa Pinaga yang merupakan desa titik awal pendakian bisa dicapai dengan menggunakan Bus "PERSADA". Ongkosnya adalah Rp.10.000,- Jika dari kota Bukit Tinggi, kita harus naik bus trayek Simpang Ampek dengan ongkos Rp.13.000,- kemudian dilanjutkan dengan menumpang "KERI" ( sejenis angkot ) dengan ongkos Rp.3.000,- dan jarak tempuhnya kurang lebih 10 km.
Jalur resmi menuju puncak Gunung Talamau adalah dari desa Pinaga akan tetapi juga ada pilihan jalur pendakian lainnya yang baru saja dirintis oleh "Kuncen" gunung itu yaitu Daniel Zulekha. Jalur ini berawal dari desa Malapah Pasaman Timur. Selain itu juga bisa dari Desa Durian Kandang Aia Maruek. Jalur ini akan menuju puncak Gunung Pasaman terlebih dahulu kemudian baru menyadel ke puncak Gunung Talamau. Jika kita mendaki dari desa Pinaga dan turun didesa Durian Kandang, akan memakan waktu kurang lebih 5 hari.
PENDAKIAN
Setibanya di Desa Pinaga, biasanya para pendaki akan ditawarin peta tematik sebagai penunjuk arah oleh penduduk. Walau kelihatannya aneh, karena bukan peta topografi, ternyata benda ini cukup membantu menggapai puncak, pasalnya tanda penunjuk arah mirip dengan kondisi sebenarnya. Setelah semua dirasa beres, perjalanan segera dimulai. Inilah awal petualangan yang sesungguhnya.
Dalam setiap pendakian, kondisi awal pasti menyiksa. Bagaimana tidak, rute yang lebar dan mulai menanjak, memaksa kami harus berjalan kaki selama 4 jam dengan beban ± 25 kg. Membuat butir - butir keringat mengalir begitu cepat. Tujuan berikutnya adalah Pondok Bang Danil. Danil adalah pendaki pertama yang berhasil menggapai puncak Talamau di tahun 1985.
Berhubung dia penduduk lokal, pemerintah setempat mempercayakan pengelolaan kawasan ini kepadanya. Itu sebabnya, setiap pendaki harus mendaftar disini, jika ingin mencapai puncak. Di pondok ini, kita harus membayar retribusi plus asuransi pendakian dan sebagai kenang - kenangan kita akan diberi cendramata oleh bang Danil.
Untuk mendaki gunung ini ternyata tak mudah, ada banyak syarat dan pantangan yang harus diperhatikan. Untuk syarat yang harus dipenuhi, antara lain: KTP / SIM, surat ijin dari orang tua dan surat ijin dari organisasi, jika dia punya organisasi pencinta alam. Semua surat - surat tadi di perlihatkan saat mendaftar. Selain itu, perlengkapan dan logistik yang dibawa akan di data jumlahnya. Ini perlu, untuk mengetahui jumlah sampah yang akan dibawa turun. Di tempat ini, sama seperti Gunung Gede - Pangrango di Jawa Barat, setiap sampah wajib dibawa turun. Aturan tersebut perlu untuk menjaga gunung ini tetap lestari.
Sedangkan larangan yang berlaku di gunung ini cukup banyak, antara lain: tidak dibenarkan merusak flora dan fauna, tidak dibenarkan membawa alat - alat musik, tidak dibenarkan membawa sabun / bahan - bahan yang bisa mencemari sumber air, tidak dibenarkan membawa minuman keras, tidak diijinkan berpencar - pencar, tidak diijinkan pendaki putra dan putri tidur dalam satu tenda, tidak boleh berteriak - teriak / bernyanyi keras, tidak boleh menyalakan api di daerah yang rawan kebakaran, tidak boleh memasuki kawasan telaga seperti mandi, mencuci, kecuali mengambil air untuk minum dan memasak, dilarang keras melakukan tindakan vandalisme, dilarang keras membuang kotoran disembarang tempat. Setiap pendaki harus menghormati adat - istiadat setempat. Pendaki harus mematuhi lama ijin pendakiannya serta melaporkan kejadian / kerusakan lainnya pada petugas lapangan atau posko.
Bagi pendaki yang baru tiba di posko pemeriksaan ( Posko Pondok Bukik Harimau Campo ), di ketinggian 710 mdpl, istirahat sejenak terasa begitu berarti. Apalagi tidak jauh dari lokasi ini bisa ditemukan sebuah air terjun yang cukup besar bernama air terjun Puti Lenggo Geni dengan tinggi 109 m. Lumayan, bisa melepas lelah sambil menikmati deburan air terjun.
Bila hari mulai senja, perjalanan di hentikan sementara. Berkumpul sambil bersenda gurau, menenggak coklat susu sambil melingkari api unggun yang mulai menyala, membuat suasana begitu akrab. Keesokan paginya, selepas sarapan dan berbenah, petualangan dilanjutkan kembali. Tujuan selanjutnya adalah Pondok Rindu Alam, terletak di ketinggian 1100 mdpl.
Jalur pendakian yang mulai menyempit dengan sekerumunan pacat pun mulai menampakkan diri. Walau ukuran mahluk penghisap darah ini kecil, tetapi tetap saja merepotkan. Selain bentuk yang menjijikkan, jumlahnya yang banyak, membuat pendaki enggan berlama - lama.
Dalam waktu 3 jam perjalanan, pos tersebut berhasil dicapai. Dari pos yang tidak berbentuk pondok ini, kita dapat mendengar suara aneka jenis burung. Kicauannya yang bersahut-sahutan terdengar begitu indah. Dari pengamatan sekilas, terlihat beberapa jenis burung, seperti: rangkong , sempidan sumatera , burung alap - alap , ayam hutam merah. Selain itu, di sebelah pondok kita dapat menemukan sungai kecil. Disinilah para pendaki mengisi kembali pundi - pundi airnya.
Rute yang mulai menanjak dengan rapatnya polulasi tanaman hutan dari famili Dipterocarpaceae, seperti; tumbuhan kemaduh , markisa , sirsak , senggani membuat jalur mulai samar dan sering terputus - putus. Untuk itu kewaspadaan diperlukan agar tidak tersesat. Tak terasa setelah 3 jam berjalan dengan tempo lambat, akhirnya tiba di Pos Bumi Sarasah ( 1860 mdpl ). Pos ini dinamakan demikian, karena banyaknya serasah hutan berpadu dengan tanaman perdu.
Pasti sesampai di tempat ini, lelah akan terasa melanda. Maka lebih baik membuka tenda dan nge camp di sini. Istirahat menjadi pilihan yang logis. Apalagi, sumber air yang tak terlalu jauh dari pos, membuat perasaan begitu nyaman. Tak perlu takut kehabisan air. Keesokan paginya, saat badan kembali bugar, perjalanan menuju puncak digelar kembali.
Kita bisa memulai pendakian. Jika kemarin, populasi tumbuhan hutan begitu mendominasi, berbeda dengan kawasan ini. Disini tumbuhan hutan diwakili famili lauraceae dan podocarpaceae, yang tumbuh merana dan diselubungi lumut. Di ketinggian ini, kondisi yang benar - benar lembab membuat pakaian yang melekat langsung basah saat melaluinya.
Dalam kawasan yang plasmanuftahnya melimpah, keberadaan hewan penunggu kawasan ini, kerap terlihat saat pagi dan sore hari. Pasalnya, disaat - saat tersebut, mereka turun mencari minum di sumber air. Adapun binatang yang sering terlihat, antara lain: babi jenggot, musang leher kuning, owa, lutung dahi putih, bajing tiga warna , dan tupai gunung, beruang madu, musang belang, kucing batu, rusa dan macan dahan yang sering disebut sebagai harimau Campo oleh masyarakat setempat.
Pelan saja kita sampai di Pos Peninjauan. Rute ke tempat ini lebih curam dibanding sebelumnya. Seringkali kita harus menggunakan tangan untuk membantu naik. Pasalnya, selain jalannya kecil, medan yang begitu licin, sering menyulitkan, jika tak hati-hati. Seperti sebelumnya, setiap pos punya pemaknaan tersendiri. Tempat ini bernama “peninjauan”, artinya kita bisa melepas pandang ke sekeliling. Dari sini, aroma puncak mulai kental terasa. Tumbuhan perdu dengan hawa dinginnya, membuat kita tak ingin berlama - lama.
Lepas dari istirahat tadi, perjalanan tahap akhir segera di mulai. Tujuan kali ini adalah Padang Siranjano ( 2880 mdpl ), yang banyak kalangan menyebutnya “Basecamp Rajawali Putih”. Dengan berjalan kaki sekitar 75 menit, kita bisa sampai disana. Lokasinya sangat terbuka dengan luas ± 40 ha. Hanya decak takjub yang bisa kita ucapkan. Akhirnya, semua penat dan beban dilampiaskan dengan masak dan mendirikan tenda, tak jauh dari telaga yang memang banyak di kawasan ini.
Dari sini juga puncak sejati Gunung Talamau tampak berdiri kokoh. Kabarnya, di puncak ini ( Tri Martha, 2982 mdpl ) terdapat titik triangulasi, yang seiring waktu patok beton tersebut hancur digerus jaman. Hanya sisa - sisanya yang bisa dinikmati. Jika diamati, ternyata kawasan ini memiliki 2 puncak lain dengan letaknya agak berjauhan, yaitu: Puncak Rajawali dan Puncak Rajo Dewa. Selain itu, telaga yang kabarnya ada 13, hanya beberapa yang bisa kita nikmati, itupun telah banyak yang tak berair lagi.
Puas rasanya jika telah sampai di puncak Talamau Nan Rancak Selain bisa mengenal alam dan masyarakat, kita pun mampu menakar diri. Rasanya, benar yang diucapkan Soe Hoek Gie, perihal kegilaannya mendaki gunung:
“…hanya pemuda yang sehat jiwa dan raganya bisa menilai arti nasionalisme. Nasionalisme tidak timbul dari slogan - slogan dan hipokrisi. Nasionalisme timbul ketika kita dekat dengan alam dan masyarakatnya. Itulah sebabnya, mengapa kami mendaki gunung”.
Bagi mereka yang gemar wisata petualangan, mendaki gunung, mencoba keeksotisan gunung ini pasti memberi kesan tersendiri. Kawasan hutan yang masih perawan ditingkahi kicauan burung berpadu indah dengan puluhan telaga yang terserak di kawasan puncak, membuat perjalanan panjang ini terasa tak sia - sia. Menjadikannya sebagai laboratorium alam terlengkap sebagai kawasan hutan hujan tropis yang kaya dengan aneka sumberdaya alam.
Dibawah puncak gunung pada ketinggian sekitar 2.750 m, terdapat 13 telaga. Nama - nama telaga diambil berdasarkan beberapa cerita legenda yang diyakini oleh penduduk disekitar Gunung Talamau.
* Talago Biru.
* Talago Buluah Parindu.
* Talago Cindua Mato.
* Talago Imbang Langik.
* Talago Lumuik.
* Talago Mandeh Rubiah.
* Talago Puti Bungsu.
* Talago Puti Sangka Bulan.
* Talago Rajo Dewa.
* Talago Satwa.
* Talago Siuntuang Sudah.
* Talago Tapian Puti Mambang Surau.
* Talago Tapian Sutan Bagindo.
Selain itu, Gunung Talamau juga memiliki air terjun dengan ketinggian lebih dari 100 meter, bernama Air Terjun Puti Lenggo Geni.
Saat tawaran menjajal keelokan gunung ini datang, rasa was - was mucul dalam hati. Pasalnya, gunung tertinggi di Sumatera Barat ini terkenal angker dan tidak banyak orang yang pernah menggapai puncaknya. Apalagi, keberadaan harimau Campo, yang disebut - sebut menjadi penguasa tempat ini, konon kerap terlihat, saat pendaki tiba di puncak.
Dari daerah puncak Gunung Talamau kita bisa melihat dengan jelas Gunung Pasaman atau yang dikenal juga dengan sebutan sebagai "Puncak Rajo Imbang Langik" yaitu nama yang diambil dari nama seorang raja yang pernah bertahta di daerah Pasaman ini pada dulunya. Untuk mencapai puncak Gunung Talamau kita akan melewati 6 pos. Dari puncak gunung Talamau kita bisa menyadel atau turun dan naik ke Gunung Pasaman.
Penduduk disekitar gunung Talamau ini hidup dengan mata pencaharian bertani dan mayoritas beragama Islam. Gunung ini lebih terawat dibadingkan dengan Gunung Sorik Marapi dan Gunung Singgalang . Jauh lebih bersih, ini tidak lepas dari dedikasi penduduk setempat yang selalu menjaga keasrian dan kebersihan Gunung Talamau dari pendaki - pendaki yang tidak bertanggung jawab. Untuk Akomodasi yang ada dan tidak jauh dari gunung ini adalah Hotel Hamco dan Wisma Yanti di Padang Tujuh yang berjarak sekitar 3 km dari desa Pinaga.
Selain itu juga terdapat lokasi Camping Ground di Bukit Harimau Campo yang tidak jauh dari lokasi air terjun Puti Lenggo Geni. Selain keindahan alamnya gunung ini juga banyak menyimpan cerita - cerita menarik yang berasal dari legenda yang dipercaya oleh penduduk setempat. Seperti contoh saat kita memasuki Padang Siranjano, diwajibkan untuk membaca "Assalamualaikum" karena dipercaya didaerah tersebut dihuni oleh seorang Kyai. Dan juga nama - nama puncak dan telaga di gunung ini juga diambil berdasarkan beberapa cerita legenda yang diyakini oleh penduduk disekitar gunung Talamau ini.
RUTE
Dari kota Padang desa Pinaga yang merupakan desa titik awal pendakian bisa dicapai dengan menggunakan Bus "PERSADA". Ongkosnya adalah Rp.10.000,- Jika dari kota Bukit Tinggi, kita harus naik bus trayek Simpang Ampek dengan ongkos Rp.13.000,- kemudian dilanjutkan dengan menumpang "KERI" ( sejenis angkot ) dengan ongkos Rp.3.000,- dan jarak tempuhnya kurang lebih 10 km.
Jalur resmi menuju puncak Gunung Talamau adalah dari desa Pinaga akan tetapi juga ada pilihan jalur pendakian lainnya yang baru saja dirintis oleh "Kuncen" gunung itu yaitu Daniel Zulekha. Jalur ini berawal dari desa Malapah Pasaman Timur. Selain itu juga bisa dari Desa Durian Kandang Aia Maruek. Jalur ini akan menuju puncak Gunung Pasaman terlebih dahulu kemudian baru menyadel ke puncak Gunung Talamau. Jika kita mendaki dari desa Pinaga dan turun didesa Durian Kandang, akan memakan waktu kurang lebih 5 hari.
PENDAKIAN
Setibanya di Desa Pinaga, biasanya para pendaki akan ditawarin peta tematik sebagai penunjuk arah oleh penduduk. Walau kelihatannya aneh, karena bukan peta topografi, ternyata benda ini cukup membantu menggapai puncak, pasalnya tanda penunjuk arah mirip dengan kondisi sebenarnya. Setelah semua dirasa beres, perjalanan segera dimulai. Inilah awal petualangan yang sesungguhnya.
Dalam setiap pendakian, kondisi awal pasti menyiksa. Bagaimana tidak, rute yang lebar dan mulai menanjak, memaksa kami harus berjalan kaki selama 4 jam dengan beban ± 25 kg. Membuat butir - butir keringat mengalir begitu cepat. Tujuan berikutnya adalah Pondok Bang Danil. Danil adalah pendaki pertama yang berhasil menggapai puncak Talamau di tahun 1985.
Berhubung dia penduduk lokal, pemerintah setempat mempercayakan pengelolaan kawasan ini kepadanya. Itu sebabnya, setiap pendaki harus mendaftar disini, jika ingin mencapai puncak. Di pondok ini, kita harus membayar retribusi plus asuransi pendakian dan sebagai kenang - kenangan kita akan diberi cendramata oleh bang Danil.
Untuk mendaki gunung ini ternyata tak mudah, ada banyak syarat dan pantangan yang harus diperhatikan. Untuk syarat yang harus dipenuhi, antara lain: KTP / SIM, surat ijin dari orang tua dan surat ijin dari organisasi, jika dia punya organisasi pencinta alam. Semua surat - surat tadi di perlihatkan saat mendaftar. Selain itu, perlengkapan dan logistik yang dibawa akan di data jumlahnya. Ini perlu, untuk mengetahui jumlah sampah yang akan dibawa turun. Di tempat ini, sama seperti Gunung Gede - Pangrango di Jawa Barat, setiap sampah wajib dibawa turun. Aturan tersebut perlu untuk menjaga gunung ini tetap lestari.
Sedangkan larangan yang berlaku di gunung ini cukup banyak, antara lain: tidak dibenarkan merusak flora dan fauna, tidak dibenarkan membawa alat - alat musik, tidak dibenarkan membawa sabun / bahan - bahan yang bisa mencemari sumber air, tidak dibenarkan membawa minuman keras, tidak diijinkan berpencar - pencar, tidak diijinkan pendaki putra dan putri tidur dalam satu tenda, tidak boleh berteriak - teriak / bernyanyi keras, tidak boleh menyalakan api di daerah yang rawan kebakaran, tidak boleh memasuki kawasan telaga seperti mandi, mencuci, kecuali mengambil air untuk minum dan memasak, dilarang keras melakukan tindakan vandalisme, dilarang keras membuang kotoran disembarang tempat. Setiap pendaki harus menghormati adat - istiadat setempat. Pendaki harus mematuhi lama ijin pendakiannya serta melaporkan kejadian / kerusakan lainnya pada petugas lapangan atau posko.
Bagi pendaki yang baru tiba di posko pemeriksaan ( Posko Pondok Bukik Harimau Campo ), di ketinggian 710 mdpl, istirahat sejenak terasa begitu berarti. Apalagi tidak jauh dari lokasi ini bisa ditemukan sebuah air terjun yang cukup besar bernama air terjun Puti Lenggo Geni dengan tinggi 109 m. Lumayan, bisa melepas lelah sambil menikmati deburan air terjun.
Bila hari mulai senja, perjalanan di hentikan sementara. Berkumpul sambil bersenda gurau, menenggak coklat susu sambil melingkari api unggun yang mulai menyala, membuat suasana begitu akrab. Keesokan paginya, selepas sarapan dan berbenah, petualangan dilanjutkan kembali. Tujuan selanjutnya adalah Pondok Rindu Alam, terletak di ketinggian 1100 mdpl.
Jalur pendakian yang mulai menyempit dengan sekerumunan pacat pun mulai menampakkan diri. Walau ukuran mahluk penghisap darah ini kecil, tetapi tetap saja merepotkan. Selain bentuk yang menjijikkan, jumlahnya yang banyak, membuat pendaki enggan berlama - lama.
Dalam waktu 3 jam perjalanan, pos tersebut berhasil dicapai. Dari pos yang tidak berbentuk pondok ini, kita dapat mendengar suara aneka jenis burung. Kicauannya yang bersahut-sahutan terdengar begitu indah. Dari pengamatan sekilas, terlihat beberapa jenis burung, seperti: rangkong , sempidan sumatera , burung alap - alap , ayam hutam merah. Selain itu, di sebelah pondok kita dapat menemukan sungai kecil. Disinilah para pendaki mengisi kembali pundi - pundi airnya.
Rute yang mulai menanjak dengan rapatnya polulasi tanaman hutan dari famili Dipterocarpaceae, seperti; tumbuhan kemaduh , markisa , sirsak , senggani membuat jalur mulai samar dan sering terputus - putus. Untuk itu kewaspadaan diperlukan agar tidak tersesat. Tak terasa setelah 3 jam berjalan dengan tempo lambat, akhirnya tiba di Pos Bumi Sarasah ( 1860 mdpl ). Pos ini dinamakan demikian, karena banyaknya serasah hutan berpadu dengan tanaman perdu.
Pasti sesampai di tempat ini, lelah akan terasa melanda. Maka lebih baik membuka tenda dan nge camp di sini. Istirahat menjadi pilihan yang logis. Apalagi, sumber air yang tak terlalu jauh dari pos, membuat perasaan begitu nyaman. Tak perlu takut kehabisan air. Keesokan paginya, saat badan kembali bugar, perjalanan menuju puncak digelar kembali.
Kita bisa memulai pendakian. Jika kemarin, populasi tumbuhan hutan begitu mendominasi, berbeda dengan kawasan ini. Disini tumbuhan hutan diwakili famili lauraceae dan podocarpaceae, yang tumbuh merana dan diselubungi lumut. Di ketinggian ini, kondisi yang benar - benar lembab membuat pakaian yang melekat langsung basah saat melaluinya.
Dalam kawasan yang plasmanuftahnya melimpah, keberadaan hewan penunggu kawasan ini, kerap terlihat saat pagi dan sore hari. Pasalnya, disaat - saat tersebut, mereka turun mencari minum di sumber air. Adapun binatang yang sering terlihat, antara lain: babi jenggot, musang leher kuning, owa, lutung dahi putih, bajing tiga warna , dan tupai gunung, beruang madu, musang belang, kucing batu, rusa dan macan dahan yang sering disebut sebagai harimau Campo oleh masyarakat setempat.
Pelan saja kita sampai di Pos Peninjauan. Rute ke tempat ini lebih curam dibanding sebelumnya. Seringkali kita harus menggunakan tangan untuk membantu naik. Pasalnya, selain jalannya kecil, medan yang begitu licin, sering menyulitkan, jika tak hati-hati. Seperti sebelumnya, setiap pos punya pemaknaan tersendiri. Tempat ini bernama “peninjauan”, artinya kita bisa melepas pandang ke sekeliling. Dari sini, aroma puncak mulai kental terasa. Tumbuhan perdu dengan hawa dinginnya, membuat kita tak ingin berlama - lama.
Lepas dari istirahat tadi, perjalanan tahap akhir segera di mulai. Tujuan kali ini adalah Padang Siranjano ( 2880 mdpl ), yang banyak kalangan menyebutnya “Basecamp Rajawali Putih”. Dengan berjalan kaki sekitar 75 menit, kita bisa sampai disana. Lokasinya sangat terbuka dengan luas ± 40 ha. Hanya decak takjub yang bisa kita ucapkan. Akhirnya, semua penat dan beban dilampiaskan dengan masak dan mendirikan tenda, tak jauh dari telaga yang memang banyak di kawasan ini.
Dari sini juga puncak sejati Gunung Talamau tampak berdiri kokoh. Kabarnya, di puncak ini ( Tri Martha, 2982 mdpl ) terdapat titik triangulasi, yang seiring waktu patok beton tersebut hancur digerus jaman. Hanya sisa - sisanya yang bisa dinikmati. Jika diamati, ternyata kawasan ini memiliki 2 puncak lain dengan letaknya agak berjauhan, yaitu: Puncak Rajawali dan Puncak Rajo Dewa. Selain itu, telaga yang kabarnya ada 13, hanya beberapa yang bisa kita nikmati, itupun telah banyak yang tak berair lagi.
Puas rasanya jika telah sampai di puncak Talamau Nan Rancak Selain bisa mengenal alam dan masyarakat, kita pun mampu menakar diri. Rasanya, benar yang diucapkan Soe Hoek Gie, perihal kegilaannya mendaki gunung:
“…hanya pemuda yang sehat jiwa dan raganya bisa menilai arti nasionalisme. Nasionalisme tidak timbul dari slogan - slogan dan hipokrisi. Nasionalisme timbul ketika kita dekat dengan alam dan masyarakatnya. Itulah sebabnya, mengapa kami mendaki gunung”.
sumber : http://www.belantaraindonesia.org/ Rating: 4.5
Description: Gunung Talamau Nan Rancak
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Gunung Talamau Nan Rancak