Published On:Selasa, 08 Februari 2011
Posted by Unknown
bundo kanduang nan mangirok ka langik `
Ditulis dan dianalisa oleh : Zulfadli
(http://tambominangkabau.wordpress.com
Dalam mencermati tambo, beberapa hal yang perlu kita cermati adalah karakter dari bahasa tambo itu dan karakter penulisnya sendiri. Ini mirip metodologinya memperlajari bahasa Arab untuk memahami ayat ayat alquran dan hadist. Untuk tambo versi bahasa indonesia bisa dibaca di link ini.
OK, sekarang kita mulai. Orang Minang dari dahulu sampai sekarang terbiasa menggunakan kiasan, perumpamaan dan analogi. Ini telah saya ulas pada frase bugih lamo = kain lama = bekas istri = janda. Selain itu kalau Anda perhatikan di tambo, ada gelar-gelar seperti Kucing Hitam, Harimau Campo, Kambing Hutan dan Anjing Mualim yang sebenarnya adalah manusia yang diibaratkan memiliki tingkah laku seperti hewan itu.
Untuk menterjemahkan kiasan, salah satu metode yang dipakai adalah mencari frase yang menggunkan kosakata yang sama dengan kalimat yang akan ditafsirkan. Kemungkinan perbedaan tafsiran pasti ada, namun tidaklah akan terlalu besar penyimpangan artinya.
OK, sekarang saya cuplikkan dua buah kasus, seperti terurai dibawah ini :
1. “Sajak gunuang marapi sagadang talua itiak” (Sejak gunung marapi sebesar telur itik).
Ini maksudnya adalah gunung marapi yang terlihat masih jauh dari tengah laut (dari atas kapal), yang dilihat oleh para imigran pertama nenek moyang orang Minang yang diperkirakan datang dari sekitar India Selatan dan Langgapuri (Ceylon/Srilanka)
2. “Bundo Kanduang, Dang Tuanku dan Putri Bungsu mangirok kelangit” (Bundo Kanduang, Dang Tuanku dan Putri Bungsu menghilang/terbang/moksa kelangit).
Kalimat ini ditemukan dalam Kaba Cindua Mato. Dalam konteks cerita itu diketahui bahwa pada saat itu Ranah Pagaruyung akan ditaklukkan oleh Tiang Bungkuak (Raja Sungai Ngiang), yang berada di rantau timur. Diperkirakan lokasinya di Jambi/Hilir sungai Batang Hari/Kerajaan Melayu Kuno). Pagaruyung cuma tinggal menunggu kalah saja karenatidak punya tentara. Bahkan sebelum negeri ditaklukkan, Dang Tuanku telah menceritakan mimpinya bahwa dia sekeluarga tidak akan lama lagi ada didunia.
Kutipannya sebagai berikut :
“Pada suatu malam, saat menunggu serangan Tiang Bungkuak, Dang Tuanku bermimpi bertemu seorang malaikat dari langit yang berkata dia, Bundo Kanduang dan Puti Bungsu sudah waktunya meninggalkan dunia yang penuh dosa ini. Pagi harinya Dang
Tuanku mengisahkan mimpinya pada Bundo Kanduang dan Basa Ampek Balai. Mengetahui waktu mereka sudah dekat, mereka mengangkat Cindua Mato sebagai Raja Muda.”
Selain analisa diatas, juga dilihat dari konteks bahasa, maka kutipannya sebagai berikut :
“ Cindua Mato menunggu Tiang Bungkuak di luar Pagaruyung, namun dalam duel yang berlangsung dia tak mampu membunuh Tiang Bungkuak. Cindua Mato lalu menyerah pada kesatria tua itu, dan mengikutinya ke Sungai Ngiang sebagai budak. Pada saat yang sama sebuah kapal terlihat melayang di udara membawa Dang Tuanku dan anggota keluarga kerajaan lainnya ke langit.
Bundo Kanduang sekeluarga moksa kelangit. Ini adalah kiasan dari meninggal dunia dalam konteks Buddha. Ingat, agama saat itu adalah Buddha.
Jadi terjemahannya, Keluarga Kerajaan Pagaruyung Tewas dalam penaklukan oleh Kerajaan Sungai Ngiang itu yang kala itu dipimpin Tiang Bungkuak.
sumber : http://bundokanduang.wordpress.com Rating: 4.5
Description: bundo kanduang nan mangirok ka langik `
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: bundo kanduang nan mangirok ka langik `