Published On:Selasa, 08 Februari 2011
Posted by Unknown
Buku yang mengulas tentang perkawinan di minangkabau
Judul: Tata Cara Perkawinan Adat Istiadat Minangkabau
Karangan: Nazif Basir dan Elly Kasim
Penerbit: Elly Kasim Collection 1997
Harga: Rp. 150.000
Karangan: Nazif Basir dan Elly Kasim
Penerbit: Elly Kasim Collection 1997
Harga: Rp. 150.000
Pengalaman selama hampir dua puluh tahun dalam usaha mengurus perkawinan orang-orang Minang di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia, memberanikan seorang Elly Kasim beserta suami menyusun buku ini.
“Setiap kali menghadapi pekerjaan tersebut, kami selalu dihadapkan kepada persoalan dan pertanyaan yang sama dari orang-orang yang punya hajat,” demikian ditulis suami istri ini dalam Prakata Penyusun.
Pertanyaan itu seperti, “bagaimana tata cara perhelatan perkawinan menurut adat Minangkabau itu?”, “Apa saja yang disiapkan dan dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengawini anaknya?, “Bagaimana cara melaksanakan malam bainai?”, “Menjemput calon marapulai?” dan lain-lain.
Berbeda dengan daerah-daerah lain seperti Jawa dan Sunda yang sudah membakukan dan membukukan tata cara perkawinan adat mereka, Elly maupun Nazif menilai belum ada rujukan tentang adat tanah kelahiran mereka. Mengingat banyaknya tata cara perkawinan di Sumatera Barat. Bukan saja antar luhak adat dengan luhak adat lainnya, bahkan antara nagari-nagari yang sama dalam satu luhak adat saja berbeda-beda tata caranya. Kondisi inilah yang dianggap sulit untuk bisa menetapkan satu pola yang diharapkan bisa diterima dan diakui oleh semua kelompok adat di Minangkabau.
Seiring perkembangan zaman dimana orang-orang Minang pada merantau, tidak lagi terlalu fanatik untuk bersitegang tentang pelaksanaan tata cara yang lazim menurut kampong asalnya. Tetapi bersifat terbuka, menerima serta melaksanakan tata cara dari nagari dan luhak adat Minang lain yang mereka nilai cukup baik dan menarik untuk dilaksanakan.
Seperti model hiasan kepala pengantin wanita yang disebut suntiang balenggek. Awalnya ini hanya digunakan orang-orang di daerah Padang-Pariaman, ternyata sekarang telah dipakai oleh semua anak daro orang Minang. Acara bainai, yang hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu di Sumatera Barat, sekarang telah dilaksanakan untuk mengawali acara perkawinan semua orang Minang.
“Dengan ini kami berkesimpulan, bahwa tata cara perkawinan diluar tata cara wajib menurut Islam yang didalam Adat Minang dikategorikan sebagai adat istiadat teradat, bukanlah sesuatu yang baku dan sakral. Karena orang-orang Minang yang pedoman hidupnya berlandaskan kepada Kitabullah tidak pernah mensakralkan segala apapun yang bersifat duniawi,” katanya.
Buku ini mempunyai jumlah halaman hingga 94. dibagi dalam 16 pokok bahasan. Diantaranya Maresek, Maminang, Mahanta Sirih, Babako-Babaki, Malam Bainai, Manjapuik Marapulai, Penyambutan di rumah Anak Daro, Acara sesudah Akad Nikah sampai Contoh-contoh Pasambahan.Pertanyaan itu seperti, “bagaimana tata cara perhelatan perkawinan menurut adat Minangkabau itu?”, “Apa saja yang disiapkan dan dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengawini anaknya?, “Bagaimana cara melaksanakan malam bainai?”, “Menjemput calon marapulai?” dan lain-lain.
Berbeda dengan daerah-daerah lain seperti Jawa dan Sunda yang sudah membakukan dan membukukan tata cara perkawinan adat mereka, Elly maupun Nazif menilai belum ada rujukan tentang adat tanah kelahiran mereka. Mengingat banyaknya tata cara perkawinan di Sumatera Barat. Bukan saja antar luhak adat dengan luhak adat lainnya, bahkan antara nagari-nagari yang sama dalam satu luhak adat saja berbeda-beda tata caranya. Kondisi inilah yang dianggap sulit untuk bisa menetapkan satu pola yang diharapkan bisa diterima dan diakui oleh semua kelompok adat di Minangkabau.
Seiring perkembangan zaman dimana orang-orang Minang pada merantau, tidak lagi terlalu fanatik untuk bersitegang tentang pelaksanaan tata cara yang lazim menurut kampong asalnya. Tetapi bersifat terbuka, menerima serta melaksanakan tata cara dari nagari dan luhak adat Minang lain yang mereka nilai cukup baik dan menarik untuk dilaksanakan.
Seperti model hiasan kepala pengantin wanita yang disebut suntiang balenggek. Awalnya ini hanya digunakan orang-orang di daerah Padang-Pariaman, ternyata sekarang telah dipakai oleh semua anak daro orang Minang. Acara bainai, yang hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu di Sumatera Barat, sekarang telah dilaksanakan untuk mengawali acara perkawinan semua orang Minang.
“Dengan ini kami berkesimpulan, bahwa tata cara perkawinan diluar tata cara wajib menurut Islam yang didalam Adat Minang dikategorikan sebagai adat istiadat teradat, bukanlah sesuatu yang baku dan sakral. Karena orang-orang Minang yang pedoman hidupnya berlandaskan kepada Kitabullah tidak pernah mensakralkan segala apapun yang bersifat duniawi,” katanya.
sumber : http://www.duniawedding.com/ Rating: 4.5
Description: Buku yang mengulas tentang perkawinan di minangkabau
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Buku yang mengulas tentang perkawinan di minangkabau
bukunya beli dimana ya? masih adakah?