Published On:Rabu, 12 September 2012
Posted by Unknown
Muhammad Jamil Jaho
MUHAMMAD JAMIL JAHO, Syekh (…..-1360 H/1875-1941 M)
Syekh Muhammad Jamil Jaho yang kerap dipanggil dengan sebutan Buya Jaho, atau Inyiak Jaho, atau Angku Jaho, lahir pada tahun 1875 M, di Jaho, sebuah daerah kecil yang terletak di bukit Tambangan, antara wilayah perbatasan Aceh, Padang Panjang, dan Tanah Datar, Sumatra Barat. Ayahnya bergelar Datuk Garang berasal dari Negeri Tambangan, Padang Panjang, yang pernah menjabat sebagai Qadhi Tambangan. Sementara ibunya, Umbuik, adalah seorang perempuan yang disegani di tengah-tengah masyarakat.
Ia termasuk anak yang cerdas, pada usia 13 tahun, ia telah hafal Alqur'an. Pendidikan, pada mulanya ia belajar kepada ayahnya sendiri, kemudian kepada Syekh Aljufri. Setelah itu pada tahun 1893 M, Ia berguru kepada seorang ulama fikih terkenal, Syeikh al-Ayyubi di Tanjung Bungo, Padang Ganting (selama 6 tahun). Di sinilah ia berteman dengan Sulaiman ar-Rusuli, yang kelak menjadi seorang ulama terkenal dari tanah Minang. Kemudian keduanya belajar ke Biaro Kota Tuo, yang pada masa itu merupakan tempat berkumpulnya para ulama besar Minang. Dan pada tahun 1899M, keduanya belajar kepada Syeikh Abdullah Halaban, seorang ulama Minang yang terkenal mahir dalam ilmu fikih dan ushul fikih. Di sini ia dipercaya menjadi pengajar (ustadz) dan asisten pribadi Syeikh Halaban. Karena itu ia kerap dibawa serta ke pengajian-pengajian keliling negeri Minang oleh gurunya.
Tahun 1908, ia pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu agama. Sebelum berangkat ia dipersuntingkan dengan gadis Tambangan yang bernama Saidah, yang kelak mengaruniai dua orang puteri bernama Samsiyyah dan Syafiah. Saat di Makkah, ia berguru kepada Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau, seorang ulama Minang yang menjadi imam, dan khatib di Masjidil Haram. Di tanah suci ini ia berteman dengan Syeikh Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka). Keduanya menjadi murid kesayangan Syeikh Ahmad Khatib, dan diberi kehormatan untuk mengajar murid-murid yang lain.
Ia belajar di Makkah selama 10 tahun. Selama itu ia memperoleh tiga ijazah dari tiga orang ulama besar di Makkah pada zamannya, yaitu Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (guru besar madzhab Syafi’i), Syeikh Alwi al-Maliki (guru besar madzhab Maliki), dan Syeikh Mukhtar al-Affani (guru besar madzhab Hanbali).
Setelah bermukim 10 tahun lamanya di Makkah, ia kembali ke Padang Panjang, da menjadi ulama terkenal dan disegani karena kedalaman ilmunya dan kesolehan pribadinya. Ia mengajar di Jaho dan di beberapa daerah di Minangkabau.
Pada tahun 1922, bersama-sama Syeikh Sulaiman ar-Rusuli dan Syeikh Abdul Karim Amrullah, beliau mendirikan Persatuan Ulama Minangkabau dan perguruan Islam Thawalib. Di kampung halamannya Jaho, pada tahun 1924 ia mendirikan surau dan membuka halaqah pengajian. Muridnya beragam yang datang. Ada dari Aceh, Jambi, Sumatra Utara, dan Lampung.
Halaqah yang didirikannya ini kelak berkembang menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho, setelah bergabung dengan Syeikh Sulaiman ar-Rusuli, kedua tokoh ini sepaham dalam menolak ijtihad dan menolak meninggalkan taqlid pada ulama. Namun dalam soal tarekat keduanya berbeda paham.
Bersama-sama dengan Syeikh ar-Rusuli, beliau mengembangkan Madrasah Tarbiyah Islamiyah ini menjadi sebuah gerakan organisasi Islam dengan nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Duet Syeikh Muhammad Jamil Jaho dan Syeikh Sulaiman ar-Rusuli menjadi simbol utama ulama tradisional pada masa itu.
Di kalangan masyarakat Minang saat itu, Syeikh Jamil Jaho dikenal memiliki sikap netral dalam menghadapi perbedaan pendapat antara kaum tua dengan kaum muda soal pembaharuan Islam di Minangkabau. Pola penyebaran dakwah yang beliau terapkan merupakan cara yang dipakai oleh Syeikh Jamil Jambek, yakni dengan mendatangi kampung-kampung untuk menyampaikan risalah Islam.
Selain aktif mengajar dan berdakwah, semasa hidupnya ia juga gemar menulis dan banyak meninggalkan karya tulis.
Syekh Muhammad Jamil Jaho (duduk kedua dari kiri)
Peran & Pemikiran
Di kalangan ulama Minang pada masa itu, ia termasuk ulama yang berpaham pembaharu, tetepi menolak pola ijtihad, sekaligus bersikap menerima taqlid kepada ulama-ulama terdahulu. Sebuah cara berpikir yang bertolak belakang dengan trend berpikir yang digandrungi oleh ulama muda di masa itu.
Ia dikenal sebagai orang yang memiliki peran besar dalam kiprah Muhammadiyah di tanah Minangkabau. Hadirnya Muhammadiyah di Minangkabau, dan berkembang sampai di Batipuh tidak lepas dari kepedulian Syeikh Muhammad Jamil Jaho bersama Syeikh Muhammad Zain Simabur.
Syeikh Muhammad Jamil Jaho mengikuti cara berpikir Syeikh Yusuf Nabhani, yang dikenal anti kepada pemikiran Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan Rasyid Ridha yang kala itu banyak diikuti oleh para ulama muda di seluruh penjuru dunia Islam.
Karya
· Tadzkiratul Qulub fil Muraqabah 'Allamul Ghuyub,
· Nujumul Hidayah,
· as-Syamsul Lami'ah,
· fil 'Aqidah wa Diyanah,
· Hujjatul Balighah,
· al-Maqalah ar-Radhiyah,
· Kasyful Awsiyah.
Sumber :
Rating: 4.5
Description: Muhammad Jamil Jaho
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Muhammad Jamil Jaho