Datuk Katumanggungan, Datuk Perpatih nan Sabatang, dan Datuk Sri Maharaja Nan Banaga Naga
Menurut bunyi Tambo Alam Minangkabau dan curaian orang tua tua, setelah dewasa anak ninik Sri Maharaja Diraja yang bernama Sutan Paduka Besar dan anak anak Cateri Bilang Pandai bernama Sutan Balun dan Sikalab Dunia, atas kesepakatan anak nagari Pariangan Padang Panjang dan anak nagari Sungai Tarab, diangkat menjadi penghulu.
Sutan Paduka Besar bergelar datuak Katumanggungan, Sutan Balun bergelar Datuak Parapatiah Nan Sabatang, dan Sikalab Dunia bergelar Datuak Sri Maharaja nan Banaga naga.
Beliau beliau itulah penghulu ninik kita, yang sangat cerdik pandai, lubuk akal lautan budi, lagi keramat ketiganya. Meliau bertiga menata adat lembaga untuk kita orang Alam Minangkabau.
Kata ahli adat, setelah Sutan Balun diangkat jadi penghulu, beliau pergi berlayar keluar Pariangan Padang Panjang, hendak pergi tamasya ke pulau Langgapuri(Serindip Cylon).
Dalam perjalanan kembali pulang, ditengah lautan beliau mendapat sebatang kayu yang berisi lengkap didalamnya segala perkakas untuk pertukangan seperti kapak, lading, pahat dan perpatih. Oleh sebab itu dia digelari Datuk Perpatih Nan sabatang Kayu, kemudian ditetapkan dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang saja.
Adapun kayu yang berisi alat perkakas ditemukannya itu berasal dari peninggalan nabi Nuh. Perkakas itu diletakkan orang dalam lobang sebuah pohon kayu dan hanyut ke laut.
Dengan karunia Allah kayu itulah yang didapatkan oleh Datuk Parapatiah Nan Sabatang. Benar atau tidaknya cerita ini wallahu ‘alam.
Diceritakan kembali, sesudah ninik yang bertigaitu diangkat orang jadi penghulu, semenjak itulah beliau berusaha mencari ikhtiar memperbaiki nagari dan memperluas jajahan di tanah Alam Minangkabau serta berusaha membuat bermacam macam aturan adat lembaga yang akan dipakai orang didalam Nagari yang telah beliau dirikan itu, untuk penjaga kesentosaan dan keselamatan orang yang berada didalam nangari.
Adat lembaga yang beliau tinggalkan menjadi pegangan bagi masyarakat Minangkabau sampai sekarang, adat lembaga itu amat baik dan sempurna aturannya, tidak dapat disanggah oleh jauhari pun, mempunyai akal budi yang sempurna. Bila ada orang yang merubah atau merusak warisan beliau itu, tak dapat tidak pastilah mendatangkan kesusahan dan kerugian besar bagi dirinya serta bagi segala orang di dalam nagari sampai kepada anak cucunya.
VII. Nagari Limo Kaum
Kata ahli adat, pada suatu ketika ninik Parapatiah nan Sabatang bersama lima pasang suami istri berlayar keluar dari nagari Pariangan Padang Panjang menuju tanah lapang yang ditumbuhi rimba berkampung kampung. Di situ kelima pasang tadi mencencang melateh membuat ladang dan dusun tua. Disitu ninik Parapatiah Nan Sabatang membuat rumah dibawah kayu bodi nago taram, kemudian dibuatnya pula sebuah balai di dusun tua itu yang berparit dan berpagar batu.
Sebab itu balai tadi dinamakan balai batu, lalu dibuat pula sebuah kubu dibaruh dusun tua tadi, yang dinamai kubu raja.
Lama kelamaan berkembang pula orang yang lima pasang tadi. Karena orang sudah ramai dibuat pula lima buah kampung seedaran dusun tadi, yang bernama kampung Balai Batu, Kampung Kubu Rajo, Kampung Belah Labuh, Kampung Dusun Tua(Kota Gadis) dan Kampung Kampai (Piliang). Kelima kampung ini akhirnya dinamakan Kampung Lima Kaum.
Kemudian menyusul pula dua belas pasang suami istri dari Pariangan Padang Panjang yang dipimpin oleh seorang Penghulu yang bergelar Datuk Tan Tejo Maharaja Nan Gadang. Penghulung badanya besar dan panjang kira kira sepuluh hasta panjangnya.
Sampai sekarang masih ada kubur beliau di kampung Pariangan, yang dikenal juga dengan kubur Datuk Tan Tejo Gurahana.
Mereka sampai di nagari yang bernama Jambu sekarang ini dan tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke nagari Limo Kaum karena tidak ada jalan kesana. Lalu berkata Datuk Tan Tejo kepada orang yang dibawanya itu, katanya : “Kaniaklah (Kemarilah) kita berbalik” lalu surutlah mereka kembali sampai kesebuah dusun yang mereka beri nama Keniak.
Rupanya yang dimaksud dengan “ka niak” oleh datuk Tan Tejo tadi adalah kampung tabek sekarang ini. Disitu mereka berladang dan membuat taratak. Datuk Tan Tejo membuat sebuat tebat besar, lalu dibuat orang pula setumpak sawah dekat tebatnya itu dan di mudik sawah itu dibuat pula sebuah taratak, lama kelamaan taratak menjadi dusun dan dusun menjadi kampung pula, yang bernama kampung sawah tanah. Akhirnya kedua belas pasang itu terbagi dua. Sebagian tinggal bersama beliau dikampung Tebat dan sebagian lagi menetao dikampung Sawah Tangah.
Lama kelamaan berkembang pula orang dikampung Tabek dan kampungSawah Tangah itu. Datuk Tan Tejo mendirikan sebuah balai dikampung Tabek yang tonggaknya dari teras jilatang dan parannya dari akar lundang, sedang tabudnya dibuat dari batang pulut pulut, yang digetang dengan jangat tuma dan gendangnya dari padang seliguri.
Itulah keganjilan yang dibuat oleh Datuk Tan Tejo Maharaja Nan Gadang. Sampai kini tonggak jilatang dan gendang saliguri masih ada dikampung Tabek dan kampung Sawah Tangah. Selanjutnya karena telah berkembang kampung Tabek dan kampung Sawah Tangah dijadikan orang menjadi sebuah nagari yang bernama Nagari Tabek Sawah Tangah.
Oleh karena Nagari Tabek Sawah Tangah itu menjadi ramai dan sesak pula, mamak pecahan orang orang yang dua belas tadi pergi berladang merambah rimba kecil di kepala dusun tua tempat ninik Parapatiah Nan Sabatang tadi, tempat itu dinamai orang Parambahan.
Dari parambahan itu dibuat sebuah labuh arah ke kubu raja, tetapi mereka tidak berhasil karena karena terlalu susah, jalan mendaki dan menurun serta berbelok belok. Dan labuh itu diberi nama Taratak labuh.
Karena telah menjadi ramai pulang orang di taratak labuh, Parambahan dan Tabek Sawah Tangah merekapun semakin berkembang dantelah menbuat 12 koto disekitar nagari limo kaum. Kedua belas koto itu menurut penitahan ninik Parapatiah Nan Sabatang, yaitu :
1. Labuah
2. Parambahan
3. Silebuk
4. Ampalu
5. cubadak
6. Sianyang
7. Rambatan
8. Padang Magek
9. Ngungun
10. Panti
11. Pabaluran
12. Sawah jauh
Lama kelamaan koto nan duabelas ini ramai pula. Oleh ninik Parapatiah nan Sabatang ke dua belas koto ini sampai ke Tabek Tangah sawah dijadikan satu dengan orang yang berada di Limo Kaum dengan nama Limo Kaum dua Belas Koto. Kemudian dipecah lagi menjadi Limo Kaum Dua Belas Koto dan Sembilam Koto Didalam.
Adapun koto yang sembilan itu ialah dua-dua satu bilang : Tabek Bata dan Sela Goanda; Beringin dan Koto baranjak; Lantai Batu dan Bukit Gombak; Sungai Tanjung dan Barulak serta Raja Dani.
Oleh Ninik Parapatiah Nan Sabatang masyarakat nagari Lima Kaum yang Dua Belas Koto itu sampai ke Tabek Sawah Tangah diberi pula satu pucuk pimpinan yaitu Penghulu dengan gelar Datuk Bendahara Kuning, berkedudukan di kubu raja Lima Kaum.
Setelah teratur nagari Limo Kaum Dua Belas Koto itu, maka senanglah Hati Ninik Parapatiah nan Sabatang dan beliau kembali ke Pariangan Padang Panjang.
sumber : http://sahabatsilat.com
Description: Datuk Katumanggungan, Datuk Perpatih nan Sabatang, dan Datuk Sri Maharaja Nan Banaga Naga
Reviewer: Unknown
ItemReviewed: Datuk Katumanggungan, Datuk Perpatih nan Sabatang, dan Datuk Sri Maharaja Nan Banaga Naga