Randai adalah salah satu permainan anak nagari di minangkabau yang
hadir ditengah masyarakat dalam bentuk seni pertunjukan teater rakyat.
Dari beberapa buku yang saya baca
Randai yang sudah muncul dipertengahan
abad 20 ini awalnya adalah bentuk permainan anak
surau dalam mengisi waktu yang kosong seperti asal katanya adalah
andai – andai, ditambah imbuhan
bar~ menjadi
barandai – andai
yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah berandai – andai. merupakan
bentuk ekspresi kahayalan dan keinginan para pemainnya.(A.A.Navis”alam
terkembang jadi guru”,jakarta.1984,hal 275).
Kaik – bakaik sirotan sago (kait berkait si rotan sago)
Oi nan takaik diaka baha (yang terkait di akar baha)
Tabang ka langik tabarito (terbang kelangit terberita)
Jatuah ka bumi manjadi kaba (jatuh kebumi menjadi kabar)
Cerita berangkat dari
kaba. Namun yang menyedihkan menurut
beberapa mahsiswa di ISI (institut seni indonesia) padangpanjang
mengaku kecewa bahwa diawal tahun 2000 ini beberapa anak
randai menulis
cerita
randai tak lagi mencerminkan kesusastraan minangkabau, tak ada
lagi kiasan. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang tak pantas lagi
seperti
Loe, gue. Sebagian mereka beralasan itu adalah suatu
bentuk kontemporer dengat mengangkat isu panas yang beredar dimasyrakat.
Namun mereka melupakan syarat kesusastraan minangkabau. Hingga cerita
tampak seperti lelucon dan tidak lagi layaknya pertunjukan yang
bergengsi.
Kecendrungan intelektual harusnya tampil dalam
kaba yang
disampaikan cerita
randai tersebut. Seperti yang pernah dilakkukan oleh
si-penyair ploitikus, rustam effendy dalam cerita
randainya yang
diadopsinya dari kaba
Sabai Nan Aluih. Selain itu juga ada cerita
randai Cindua mato. Abdoel moeis mengadopsi semua bagian-bagian menarik dari kaba
Cindua mato
lalu menuangkanya dalam bentuk cerita
randai. Menurut orang tua –tua
kedua cerita tersebut menjadi cerita populer dikalangan terpelajar pada
tahun 1920-an.
Lalu apa yang membuat kedua cerita
randai tersebut menjadi faforit
kalangan pelajar saat itu? Selain kiasan kesusastraan minangkabaunya
yang indah, dalam buku “alam terkebang jadi guru” (A.A Navis1984),
Abdoel Moeis mengatakan, drama
Cindua mato sengaja ditulisnya
agar kaum terpelajar menyadari bahwa kehidupan berdemokrasi telah
berurat-berakar dalam kebudayaan kita. Begitu juga dengan drama
Sabai Nan Aluih
yang paling mengutamakan unsur moral ini. Rustam Effendy menghadirkan
tokoh si sabai yang lemah lembut, tetapi tegas sebagai teladan. Dan
tidaklah aneh jika cerita ini menjadi cerita populer dikalangan pelajar
disaat perdebatan dengan “kaum kuno” sedang menjadi-jadi.
Dalam randai pesan tak hanya disampaikan dalam kiasan dialog tokoh
saja.
Randai yang melibatkan unsur teater, musik, tari dan silat ini
membagi pemain dalam beberapa kaetegori. Yaitu terdiri oleh tokoh,
pemain legaran dan pemusik.
Dilihat dari cara munculnya tokoh dalam
randai terbagi dua. Yang
pertama tokoh internal yaitu tokoh yang ikut bergabung dalam legaran,
dan tokoh eksternal yang berada diluar gelanggang sebelum dialog
bagiannya muncul.
Dalam pertunjukan
randai pada durasi tertentu pandeka akan
memperagakan beberapa kali adegan perkelahian silat. Perkelahian yang
bukanlah untuk menujukan kekerasan atau pemenang. tapi menunjukan usaha
untuk menegakkan kebenaran. Seperti dalam pepatah minang “
lawan indak dicari, kok basuo pantang denai elakan”(lawan
tidak dicari, tapi kalau bersua pantang dielakkan). Perlawanan biasanya
dimulai oleh tokoh yang jahat kepada tohoh utama. Menang atau kalah
bukan tujuan utama disini. Tokoh utama mungkin saja kalah atau
sebaliknya bahkan imbang. Pada bagian ini biasanya selalu muncul tokoh
yang dianggap paling berpengalaman dan disegani dalam kompleks cerita
tersebut untuk menunjukan bahwa perkelahian bukanlah solusi.
Pemain legaran fungsinya adalah pembatas seting yang teridiri dari 6
orang atau lebih. Sebelum pertunjukan
randai dimulai pemain legaran akan
berbaris memamerkan beberapa gerakan silat dan pasambahan yang di
komandoi oleh seorang
Gore (pemberi komando dalam
randai melalui teriakan yang ciri khas, seperti
hep, ta, ti, he)
diantara pemain legaran tersebut. Dalam
randai lirik dendangnya tidak
baku, lirik biasanya menyesuaikan tempat dan alur cerita r
andai itu
sendiri. Irama dendang yang dibawakan sebagai pasambahan adalah dendang
Dayang daini. Dan pada legaran gelombang pertama atau sebagai pengantar cerita, dendang yang dibawakan adalah dendang
simarantang. Contoh lirik dendang simarantang
Balai balai basimpang tigo
Sasimpang jalan ka pacuan
Sungguah randai pamenan mato
Akhiraik usah dilopokan
Legaran berjalan hingga membentuk lingkaran cincin. Selama tokoh
berdialog pemain legaran duduk diposisi lingkaran cincin tersebut lalu
kembali berdiri dan bermain beberapa gerakan tari silat sambil berjalan
mengikuti lingkaran searah jarum jam sebagai bentuk pergantian seting
cerita. Pada saat ini gerakan pemain legaran mengiringi pemusik yang
mana pada saat itu pendendang sedang mendendangkan ilustrasi cerita.
Setelah dendang selesai pemain legaran selalu menutupnya dengan
Tapuak galambong yaitu gerakan memukul
galembong (celana kusus untuk permainan
randai yang memiliki pisak datar)
dan tepuk tangan dengan motif tertentu yang sesuai dengan suasana ilustrasi cerita.
Pemusik dalam
randai terdiri dari pendendang, pemain legaran dan
pemain instrumen. Pemain instrumen mengiringi pendendang mendendangkan
ilustrasi cerita. Namun dewasa ini pemain instrumen tak hanya sebagai
pengiring dendang tetapi juga ikut mengiringi dan memberi “suasana”
adegan cerita. Seperti group
randai “Garak Jo Garik” yang rata-rata
pemainnya adalah mahasiswa jurusan karawitan ISI padangpanjang ini
menambahkan beberapa instrumen yang tidak biasa dipakai group
randai
lainnya seperti akordion, gendang melayu, rapa’i, rabab pasisia, kucapi,
saluang, talempong, dan beberapa instrumen lainya. Peranan legaran
sebagai pemusik yaitu ketika Tapuak galembong tadi. Biasanya disini akan
terjadi dialog yang sangat menarik dengan pemusik instrumen seperti
yang biasa diamainkan group “Garak Jo Garik” tadi, hal ini membuat
suasana lebih hidup dan pesan lebih tersampaikan kepenonton.
Begitulah kayanya
randai, diisela perkuliahan bapak M halim atau yang
akrab disapa “Mak Lenggang” dosen ISI padangpanjang ini memperlihatkan
vidio pertunjukan randai yang dimainkan oleh mahasiswa University of
Hawai, maonoa, Amerika Serikat pada tahun 2005 lalu. Cerita yang
dibawakan adalah cerita “Umbuik Mudo” yang ditranslet kedalam bahasa
inggris. Selain ikut membantu mengajar
randai dengan beberapa budayawan
sumatra barat, disana beliau juga terlibat sebagai pemusik dalam
pertunjukan tersebut.
Beliau mengaku kagum atas besarnya keinginan mahasiswa itu dalam
memperlajari
randai. Bahkan pada tahun 2000 – 2001
randai menjadi
kurikulum wajib di universitas tersebut. Menurut beliau anak – anak muda
minangkabau terutama kaum pelajar mestinya iri akan hal ini. Beliau
juga berharap
randai juga menjadi kurikulum wajib bagi sekolah – sekolah
di sumatra barat bahakan di seluruh indonesia.
Sumber : http://bujangkatapel.wordpress.com/
Oleh : albert rahman putra
mahasiswa ISI padangpanjang